50 terkuras akibat kemacetan yaitu sebanyak 30 orang 100 dari total PKL yang
menjadi responden. Waktu terkuras bagi supir angkutan kota disebabkan karena jumlah rit berkurang, dimana dalam kondisi normal rata-rata jumlah rit mereka
yaitu 4,5 rit dan terjebak kemacetan menjadi 3,5 rit. Bagi PKL waktu terkuras karena mereka telat dalam membuka usahanya yang seharusnya membuka pukul
06:00 atau 07:00 WIB menjadi pukul 08:00 atau 09:00 WIB saat terjebak kemacetan.
Waktu yang terkuras akan menyebabkan waktu mereka hilang dengan sia- sia karena waktu produktif yang harus mereka kerjakan terbuang. Waktu produktif
yang hilang ini akan menyebabkan tingkat emosional mereka meningkat sehingga menimbulkan stres. Sebanyak 31 orang supir angkutan kota 68,89 dari total
supir angkutan kota yang menjadi responden dan 10 orang PKL 33,33 dari total PKL yang menjadi responden merasakan stres saat terjebak kemacetan.
6.1.2 Dampak Ekonomi Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Hasil penelitian terhadap 45 supir angkutan kota dan 30 PKL di sekitar simpang pasar Parung menunjukkan, kemacetan situasi yang cukup merugikan
berdampak pada kondisi ekonomi mereka. Umumnya, setiap responden yang mengalami kemacetan secara langsung memberikan tanggapan yang negatif.
Dampak negatif terhadap kondisi ekonomi akibat kemacetan bagi supir angkutan kota dan PKL dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Persepsi supir angkutan kota dan PKL mengenai dampak ekonomi
Kemacetan berdampak pada kondisi ekonomi supir angkutan kota dan PKL. Dampak ekonomi yang dirasakan supir angkutan akibat kemacetan yaitu
pemborosan dalam pegeluaran biaya BBM dan penghasilan yang hilang, sedangkan PKL hanya merasakan penghasilan yang hilang akibat kemacetan.
Supir angkutan kota mengeluhkan pengeluran untuk membeli bensin boros
10 20
30 40
50
Meghabiskan Biaya boros bensin
Mengurangi penghasilan Mengurangi penghasilan
Supir Angkutan Kota Pedagang Kaki Lima
R e
sp o
n d
e n
51 bensin bertambah saat terjebak kemacetan dan boros bensin hanya dirasakan oleh
supir karena mereka lebih banyak melakukan perjalanan dibandingkan dengan PKL.
Sebanyak 45 supir angkutan kota 100 dari total supir angkutan kota yang menjadi responden merasakan pengeluaran yang bertambah untuk membeli
bensin boros bensin. Seluruh supir angkutan kota yang menjadi responden setuju kemacetan menyebabkan bensin kendaraan mereka boros, hal tersebut
dikarenakan mereka harus menambah uang bensin agar beroperasi sesuai jumlah rit biasanya.
Sebanyak 56 responden menyatakan kemacetan menyebabkan penghasilan mereka hilang yang terdiri dari 43 supir angkutan kota 95,6 dari total supir
angkutan kota yang menjadi responden dan 13 orang PKL 43,3 dari tota PKL yang menjadi responden. Supir angkutan kota mengeluhkan penghasilan mereka
berkurang akibat kemacetan karena mereka harus menambah uang bensin untuk beroperasi seperti biasanya atau harus mengurangi operasioanal rit kendaraan
mereka yang biasanya rata-rata 4,5 rit saat terjebak kemacetan menjadi 3,5 rit. PKL juga merasakan penghasilan hilang akibat kemacetan, kemacetan
menyebabkan waktu berjualan mereka berkurang yang seharusnya terdapat pelanggan atau pembeli yang akan membeli karena adanya keterlambatan PKL
dalam membuka usaha menyebabkan penghasilan yang mereka terima pun berkurang.
6.1.3 Dampak Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Hasil penelitian terhadap 45 supir angkutan kota dan 30 PKL di sekitar simpang pasar Parung menunjukkan, kemacetan situasi yang cukup merugikan
berdampak pada kondisi lingkungan mereka. Umumnya, setiap responden yang mengalami kemacetan secara langsung memberikan tanggapan yang negatif.
Dampak negatif terhadap kondisi lingkungan akibat kemacetan bagi supir angkutan kota dan PKL dapat dilihat pada Gambar 13.