58 Tabel 18 Penghasilan supir angkutan kotadan PKL yang hilang akibat kemacetan
Supir Angkutan Kota orang
PKL orang Rata-rata penghasilan per bulan Rp a
2.537.778,00 9.186.667,00
Rata-rata jumlah jam kerja per hari jam b 9
9 Rata-rata jumlah hari kerja per minggu hari
c 7
7 Rata-rata jumlah jam kerja per bulan 30 hari
x rata-rata jam kerja per hari jam d = 30 hari x b
270 270
Rata-rata penghasilan per jam Rata-rata penghasilan per bulan : jam kerja per bulan
Rpjam e = a : d 9.399,18
34.024,69 Rata-rata penghasilan per menit Rata-rata
penghasilan per jam : 60 menit per 1 jam Rpmenit f = e : 60 menit per 1 jam
156,65 567,11
Total durasi kemacetan menit per trip g 1.435
440 Jumlah responden h
45 30
Rata-rata durasi kemacetan menit per trip i = g : h
31,89 14,67
Rata-rata penghasilan yang hilang satu kali jalan Rp per trip j = g x f
4.995,57 8.319,50
Rata-rata perjalanan per hari trip k 9
2 Rata-rata penghasilan yang hilang per hari
Rp l = j x k
44.960, 13 16.639,00
Jumlah Kendaraan dan PKL m 1.582
106 Total penghasilan yang hilang per hari Rp
n = l x m 71.126.925,66
1.763.734,00 Total penghasilan yang hilang per bulan Rp
o = n x 30 hari 2.133.807.770,00
52.912.020,00 Total penghasilan yang hilang per tahun Rp
p= o x 12 bulan 25.605.693.238,00
634.944.240,00 Keterangan:
= 1 jam: 60 menit = Jumlah rata-rata perjalanan supir untuk 4,5 rit yaitu 9 trip
= Jumlah rata-rata perjalanan PKL untuk 1 rit yaitu 2 trip = Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 oleh
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DLLAJ Kab. Bogor, 2014 = Jumlah pedagang kaki lima PKL berdasarkan inventarisir data pedagang kaki lima
di Jln Raya H. Mawi Parung bulan September tahun 2013 oleh Kecamatan Parung, 2014
Potensi ekonomi yang hilang dari pengeluaran BBM yang meningkat bagi supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL
merupakan nilai yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh mereka. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini setidaknya mereka bisa mengetahui
besarnya total kerugian dari pengeluaran membeli BBM yang meningkat dan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Berdasarkan perhitungan didapatkan
total kerugian akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 154.126.360,00 per hari, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp
55.485.489.478,70.
59
6.3 Willingness to Pay Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL terhadap kemacetan di Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir dan 30
PKL mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan disekitar simpang pasar Parung, dimana kegiatan
tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Distribusi pilihan bersedia dan tidak bersedia supir angkutan kota dan PKL dalam membayar
denda sebagai bentuk kesanggupan supir angkutan kota dan PKL atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. Gambar 14 menunjukkan, kesanggupan supir angkutan
kota dan PKL membayar denda.
Gambar 14 Kesediaan membayar supir dan PKL untuk membayar denda
Berdasarkan hasil wawancara dengan 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang PKL, sebanyak 42 orang supir bersedia membayar denda sisanya 3 orang
menyatakan tidak bersedia dan terdapat 26 orang PKL yang bersedia membayar denda sisanya 4 orang tidak bersedia. Alasan 3 orang supir dan 4 orang PKL tidak
bersedia mengeluarkan nilai WTP dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Ketidaksediaan membayar WTP denda supir angkutan kota dan PKL
Alasan Frekuensi orang
Persentase Supir
Biasa Saja 1
33,3 Tidak Peduli
2 66,7
Jumlah 3
100,0 PKL
Biasa Saja 3
75,0 Tidak Peduli
1 25,0
Jumlah 4
100,0
Berdasarkan Tabel 19 di atas menunjukkan, terdapat alasan ketidaksediaan supir angkutan kota dan PKL membayar denda yang didasari dengan persepsi
mereka mengenai kemacetan yang terjadi. Sebanyak 1 orang supir angkutan kota dan 3 orang PKL menyatakan kemacetan di Parung sudah menjadi hal yang biasa
sehingga mereka tidak bersedia membayar denda. Sebanyak 2 orang supir angkutan kota dan 1 orang PKL menyatakan tidak peduli adanya kemacetan di
93 7
Supir
Bersedia Tidak
Besedia 87
13
PKL
Bersedia Tidak
Besedia
60 Parung karena kemacetan yang terjadi bukan disebabkan oleh mereka, sehingga
supir angkutan kota dan PKL tidak bersedia membayar denda.
6.3.1 Analisis Willingness to Pay dengan Pendekatan Contingent Valuation
Method CVM
Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir angkutan
kota dan 30 orang pedagang kaki lima PKL mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan, dimana
kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Pendekatan Contingent Valuation Method CVM dalam penelitian ini digunakan
untuk menentukan besaran nilai WTP tersebut. Besaran nilai WTP diperoleh dengan menggunakan 6 tahapan pendekatan CVM, yaitu:
1. Membangun Pasar Hipotetik
Seluruh responden diberikan skenario bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor akan memberlakukan kebijakan baru dengan memberikan sanksi berupa denda
kepada supir angkutan kota dan Pedagang kaki lima PKL yang melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan karena telah menjadi salah satu faktor penyebab
kemacetan lalu lintas di Parung, dimana selama ini belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah secara jelas dan tegas mengenai sanksi berupa denda atas
pelanggaran yang dilakuan supir angkutan kota dan PKL di bahu dan badan jalan. Biaya ini mencerminkan nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL
membayar denda atas pelanggaran yang telah dilakukan di Parung. 2.
Memperoleh Nilai WTP Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode
bidding game, maka diperoleh besarnya nilai WTP yang bersedia dibayar oleh supir angkutan kota dan PKL. Responden bersedia membayar WTP mulai dari Rp
2.500,00 hingga Rp 10.000,00 per hari per orang. Starting point nilai WTP ditentukan berdasarkan tarif pelajar angkutan penumpang umum dengan jarak
tempuh 11 Km yang berlaku di Kabupaten Bogor sebesar Rp 2.500,00.