Jumlah Tanggungan Keluarga Karakteristik Responden

53 hilang akibat terkena kemacetan. Bagi pedagang kaki lima PKL kerugian ekonomi yang dirasakan hanya penghasilan yang hilang dan pengeluaran biaya BBM tidak dirasakan oleh PKL karena PKL tidak melakukan perjalanan sebanyak supir angkutan kota. Berikut hasil perhitungan kerugian ekonomi yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan.

6.2.1 Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota akibat Kemacetan

Kendaraan yang melaju pada saat lalu lintas normal akan mengkonsumsi BBM sesuai dengan efisiensi mesin kendaraannya dibandingkan dengan konsumsi BBM saat terkena kemacetan. Peningkatan biaya BBM saat terkena kemacetan merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh setiap supir angkutan kota. Hasil penelitian terhadap 45 orang supir angkutan kota 100 dari total supir angkutan kota yang menjadi responden menggunakan kendaraan roda empat. Perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota dihitung menggunakan rumus rata-rata contoh sehingga didapat kerugian pengeluaran rata- rata biaya BBM individu dengan asumsi pengeluaran biaya BBM digunakan untuk semua kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung. Berikut hasil perhitungan supir untuk pembelian BBM yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pengeluaran supir angkutan kotauntuk pembelian BBM Pengeluaran Rata-Rata Kendaraan Roda Empat unit Rata-rata jumlah rit per hari a 4,5 Rata-rata jumlah trip perjalanan per hari b = a x 2 9 Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan Rp per trip c 15.455,56 Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per kendaraan Rp per trip d 21.161,11 Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan Rp per hari e = b x c 139.100,00 Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per kendaraan Rp per hari f = b x d 190.450,00 Rata-rata kerugian per kendaraan Rp per hari g = f – e 51.350,00 Jumlah kendaraan asal tujuan Parung unit h 1.582 Total kerugian pembelian BBM per hari Rp i = g x h 81.235.700,00 Total Kerugian pembeliaan BBM per bulan Rp j = i x 30 hari 2.437.071.000,00 Total Kerugian pembelian BBM per tahun Rp k = j x 12 bulan 29.244.852.000,00 Keterangan: Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraanasal tujuan Parung tahun 2013oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DLLAJ Kab. Bogor,2014. Hasil perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota per hari dengan rumus perhitungan rata-rata adalah perkalian antara pengeluaran rata-rata 54 normal bensin per trip Rp 15.455,56 dengan rata-rata trip dalam sehari 9 trip didapatkan rata-rata pengeluaran normal bensin sebesar Rp 139.100,00 per kendaraan roda empat per hari, namun bila terjebak kemacetan biaya BBM yang dikeluarkan bertambah menjadi Rp 190.450,00 per kendaraan roda empat per hari jika pengeluaran rata-rata bensin saat macet per trip dikalikan dengan rata-rata jumlah trip per hari yaitu 9 trip sebesar Rp 21.1616,11. Rata-rata kerugian yang ditanggung akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari dengan asumsi pengeluaran BBM tersebut digunakan untuk kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung. Data yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 2014 menunjukkan, jumlah kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 berjumlah 1.582 kendaraan. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan dengan rata-rata kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari, maka total kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 81.235.700,00 per hari. Total kerugian BBM per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00 untuk kendaraan roda empat dan Rp 29.244.852.000,00 merupakan total kerugian BBM kendaraan roda empat per tahun. Hal ini menunjukkan, potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Parung mencapai Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Potensi nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang cukup besar untuk wilayah yang termasuk daerah sub-urban. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sapta 2009, didapatkan nilai potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Kota Bogor mencapai Rp 256.724.056.800,00 per tahun, bila dibandingkan dengan penelitian saat ini nilai potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan sebesar Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal tersebut mungkin terjadi karena ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh Sapta lebih luas yaitu mencakup seuluruh Kota Bogor, jenis kendaraan yang digunakan lebih banyak, dan jenis pekerjaan yang lebih luas. Penulis hanya meneliti salah satu bagian dari Kabupaten Bogor yaitu sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan parung, penulis juga hanya meneliti untuk jenis kendaraan roda empat yang digunakan oleh supir angkutan kota.