Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL

68

6. Jarak Tujuan

Variabel bebas jarak tujuan responden berpengaruh nyata pada taraf nyata 15, dimana variabel ini memiliki sig. 0,129. Variabel jarak tujuan memiliki nilai koefesien sebesar 89,639 dan bertanda negatif, yang berarti semakin jauh atau meningkat jarak tujuan sebesar satu satuan akan menurunkan nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebesar Rp 89,639 cateris paribus. Hal ini menunjukkan, semakin jauh jarak tujuan responden akan menurunkan nilai WTP yang bersedia mereka bayarkan, responden menganggap bahwa kemacetan sudah menjadi hal yang biasa sehingga mereka kurang bersedia untuk mengungkapkan nilai WTP cateris paribus. Variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin, usia, dummy jenis pekerjaan supir dan pedagang, durasi terkena kemacetan, dan waktu hilang. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata karena nilai sig. yang dihasilkan melebihi taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1 dan 15. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mungkin menyebabkan variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata yaitu ketidakseriusan responden dalam menjawab pertanyaandan tidak pahamnya responden mengenai pertanyaan- pertanyaan saat di wawancara.

6.5 Implikasi dan Rekomendasi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, kemacetan di Parung disebabkan oleh tingginya tingkat mobilisasi kendaraan dan perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan dengan melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan oleh supir angkutan kota dan pedagang kaki lima PKL. Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan aturan untuk tidak mengubah fungsi jalan, tetapi supir angkutan kota dan PKL tetap melakukan pelaggaran aturan fungsi jalan. Pelanggaran yang dilakukan supir angkutan kota dan PKL untuk mendapatkan setoran dan penghasilan. Selain itu, belum adanya peraturan yang diberlakukan Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai sanksi tegas dan jelas kepada supir angkutan kota dan PKL yang melanggar aturan fungsi jalan, sehingga pihak pelanggar tersebut tetap melakukan pelanggaran di bahu dan badan jalan. Sebenarnya badan dan bahu jalan hanya diperuntukkan untuk kelancaran arus lalu lintas dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merubah fungsi jalan. 69 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 34 tentang Jalan ayat 1 ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya; ayat 2 ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan ruang sebatas jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri; ayat 3 ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya diperuntukan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelangkap lainnya; ayat 4 trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat 3 hanya diperuntukan bagi pejalan kaki. Berdasarkan pasal 35, badan jalan hanya di diperuntukan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan dan berdasarkan pasal 38, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dan 35 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Kemacetan sebenarnya memberikan dampak negatif terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL. Supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu mereka terkuras, stres, penghasilan hilang, terkena polusi udara, polusi suara, dan polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak segar, dan semrawut. Pengeluaran yang meningkat untuk membeli BBM hanya dirasakan oleh supir angkutan kota karena supir angkutan kota lebih banyak melakukan perjalanan dibandingkan dengan PKL. Total kerugian bagi supir angkutan kota dari pengeluaran biaya BBM yang meningkat akibat kemacetan per hari yaitu sebesar Rp 81.235.700,00, per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00, dan per tahun sebesar Rp 29.244.852.000,00. Total kerugian dari penghasilan yang hilang akibat kemacetan bagi supir angkutan kota per hari yaitu sebesar Rp 71.126.925,66, per bulan sebesar Rp 2.133.807.770,00, dan per tahun sebesar Rp 25.605.693.238,00. Total kerugian dari penghasilan yang hilang akibat kemacetan bagi PKL per hari yaitu sebesar Rp 1.763.734,00, per bulan sebesar Rp 52.912.020,00, dan per tahun sebesar Rp 634.944.240,00. Total kerugian akibat kemacetan di Parung per hari yaitu sebesar Rp 154.126.360,00, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00 , dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70. 70 WTP merupakan gambaran kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung yang menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 42 orang supir angkutan kota atau 93 dari total responden supir angkutan kota dan 26 orang PKL atau 87 dari total responden PKL yang bersedia mengungkapkan nilai kesediaan membayar WTP denda didapatkan rata-rata WTP supir angkutan kota sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang dan PKL sebesar Rp 5.096,00 per hari per orang. Total WTP supir angkutan kota di Kecamatan Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 per hari dan PKL diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kesediaan membayar WTP denda diterapkan untuk daerah-daerah yang sering terjebak kemacetan terutama daerah yang salah satu faktor penyebab kemacetannya adalah kegiatan melanggar aturan fungsi jalan seperti kegiatan yang dilakukan di badan dan bahu jalan. Pemerintah harus memberikan sanksi dan pengawasan yang tegas bagi pihak- pihak yang melakukan kegiatan pelanggaran tersebut agar kemacetan dapat terhindari. Penerimaan dari denda dapat digunakan untuk perbaikan arus lalu lintas yang lebih baik dengan melakukan pengawasan, pemasangan rambu-rambu lalu lintas, dan perawatan jalan. 71

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan mengakibatkan supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu terkuras, stres, polusi udara, polusi suara, polusi lingkungan, dan penghasilan hilang. Pemborosan penggunaan BBM hanya dirasakan oleh supir angkutan kota. 2. Pengeluaran pembelian BBM dalam kondisi lalu lintas normal untuk supir angkutan kota sebesar Rp 139.100,00 per hari dan jika terjadi kemacetan sebesar Rp 190.450,00 per hari. Total kerugian yang dirasakan supir angkutan kota per hari sebesar Rp 81.235.700,00, per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00, dan per tahun Rp 29.244.852.000,00. Penghasilan yang hilang akibat kemacetan di Parung dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL. Bagi supir angkutan kota total penghasilan yang hilang per hari sebesar Rp 71.126.925,66, Rp 2.133.807.770,00 per bulan, dan Rp 25.605.693.238,00 per tahun. Bagi PKL total penghasilan yang hilang per hari sebesar Rp 1.763.734,00, Rp 52.912.020,00 per bulan, dan Rp 634.944.240,00 per tahun. Total kerugian akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp Rp 154.126.360,00 per hari, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70. 3. Sebanyak 42 orang supir angkutan kota dan 26 orang PKL bersedia mengungkapkan nilai WTP. 3 orang supir angkutan kota dan 4 orang PKL tidak bersedia mengungkapkan nilai WTP dengan alasan biasa saja dan tidak peduli. Rata-rata WTP supir angkutan sebagai responden sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang dan PKL sebesar Rp 5.096,00 per hari per orang. Total WTP supir angkutan kota di Kecamatan Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 per hari dan PKL diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari. 4. Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai WTP supir angkutan kota dan PKL secara signifikan yaitu tingkat pendidikan, waktu kerja, tingkat penghasilan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi terkena kemacetan, dan jarak tujuan. Variabel bebas yang berpengaruh pada taraf nyata 1 adalah 72 waktu kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan frekuensi terkena kemacetan. Variabel bebas yang berpengaruh pada taraf nyata 15 adalah tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, dan jarak tujuan.

7.2 Saran

1. Peningkatan prasarana transportasi dan perawatan jalan untuk mengurangi kemacetan yang terjadi dengan melakukan perbaikan jalan yang rusak dan membuat pembatas jalan. 2. Mendirikan terminal Parung secara resmi agar tidak terjadi penumpukan angkutan kota di badan dan bahu jalan, serta pemberian sanksi yang tegas kepada supir angkutan kota jika tetap berhenti di badan dan bahu jalan. 3. Merelokasi para pedagang kaki lima PKL yang berjualan di badan dan bahu jalan ke area pasar yang sudah ditetapkan, serta pemberian sanksi yang tegas kepada PKL jika tetap berjualan di badan dan bahu jalan. 4. Perlu banyak sosialisasi mengenai dampak kemacetan bagi masyarakat agar masyarakat lebih menyadari kerugian yang dirasakan akibat kemacetan, sehingga mereka berpartisipasi untuk mengurangi kemacetan. 73 DAFTAR PUSTAKA Alhadar A. 2011. Analisis Kinerja Jalan dalam Upaya Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas Pada Ruas Simpang Bersinyal di Kota Palu. Jurnal SMARTEK. 94:327-336 [internet]. [diacu 27 Desember 2013]. Tersedia dari: http:jurnal.untad.ac.id. Amanda S. 2009. Analisis Willingness to Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede dalam Upaya Pelestarian Lingkungan [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Bangun FTA. 2006. Alternatif Solusi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Medan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 74:54-60 [internet]. [diacu: 23 Januari 2014]. Tersedia dari: httprepository.usu.ac.idbitstream1234567891sti- okt200673.pdf. Boediningsih W. 2011.Dampak Kepadatan Lalu Lintas terhadap Polusi Udara Kota Surabaya. Jurnal Fakultas Hukum. 2020:119-138 [internet]. [diacu: 23 Januari 2014]. Tersedia dari: http:ejournal.narotama.ac.idfiles8Widyawati.pdf. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama, dan Pada Krisis. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi September 2013 [internet]. [diacu: 27 Desember 2013]. Tersedia dari: www.bps.go.iddownload_filesIP_September_2013.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 2000-2011 [internet]. [diacu: 23 Januari 2014]. Tersedia dari: www.bps.go.idtab_subview.php?tabel=1id_subyek=17notab=12. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Jawa Barat dalam Angka 2013 [internet]. [diacu: 18 Maret 2014]. Tersedia dari: www.jabar.bps.go.idpublikasijawa-barat-dalam-angka-2013. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Statistik Transportasi Jawa Barat [internet]. [diacu: 18 Maret 2014]. Tersedia dari: www.jabar.bps.go.idpublikasistatistik-transportasi-jawa-barat-2013.