47
6. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan. Pasal 14 ayat 2 UU No. 482009.
16
Disamping tugas hakim seara normatif sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan, hakim juga mempunyai tugas secara
konkret dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap, yaitu:
1. Mengkonstatir mengonstatasi yaitu menetapkan atau
merumuskan peristiwa kongkret. Hakim mengakui atau membenarkan telah terjadinya peristiwa yang telah diajukan
para pihak di muka persidangan, mengonstratir berarti menetapkan
peristiwa kongkret
dengan membuktikan
peristiwanya atau menganggap telah terbuktinya peristiwa tersebut.
2. Mengkualifisir mengualifikasi, yaitu menetapkan atau
merumuskan peristiwa hukumnya. Hakim menilai peristiwa yang telah dianggap benar-benar terjadi itu termasuk dalam
hubungan hukum yang mana atau seperti apa. Dengan kata lain, mengkualifisir adalah menetapkan hukumnya terhadap
16
Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim. h. 106-107.
48
peristiwa yang telah di konstatir dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwa tersebut.
17
3. Mengkonstituir
mengkonstitusi atau
memberikan konsitusinya, yaitu hakim menetapkan hukumnya dan memberi
keadilan kepada para pihak yang bersangkutan.
18
Disini hakim mengambil kesimpulan dari adanya premise mayor peraturan
hukumnya dan premise minor perstiwanya. Dalam memberikan putusan, hakim perlu memperhatikan faktor yang
seharusnya diterapkan secara proporsional, yaitu keadilan, kepastian hukumnya, dan kemanfaatannya.
D. Konsep Penemuan Hukum
Pengertian hukum dapat diartikan secara terbatas sebagai keputusan penguasa, dan dalam arti yang lebih terbatas lagi, hukum diartikan sebagai
keputusan hukum pengadilan, yang menjadi pokok masalah adalah tugas dan kewajiban hakim dalam menemukan apa yang menjadi hukum, dengan
demikian hakim dapat dianggap sebagai salah satu faktor pembentuk hukum. Penemuan hukum menurut Sudikno Mertokusumo, lazimnya diartikan
sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum atau menerapkan peraturan
hukum umum terhadap peristiwa hukum yang konkret.
19
17
Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, h. 107.
18
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspita Sari, Aspek-Aspek Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005, h. 126.
19
Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim. h. 88.
49
Sistem hukum Indonesia, menerangkan bahwa hakim atau badan peradilan mempunyai peran yang penting dalam penemuan hukum melalui
putusan-putusannya, yang pada akhirnya penemuan hukum oleh hakim akan membentuk hukum baru yang kekuatannya setara dengan undang-undang
yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, dan jika putusan itu diikuti oleh hakim-hakim selanjutnya, akan menjadi yurisprudensi.
Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim berasal dari peristiwa konkret yang dihadapkan kepada hakim untuk diputuskan, sehingga sudah
seharusnya putusan hakim memenuhi dimensi keadilan, kepastian hukum, dan juga kemanfaatan. Sebenarnya untuk mencapai tiga tujuan tersebut sangat
sulit dalam menerapkan suatu putusan, sehingga kadangkali putusan hakim dikatakan sebagai putusan yang tidak adil dan putusan yang tidak
mendengarkan rasa keadilan masyarakat.
20
Terdapat dua sistem dalam konsep penemuan hukum, dua konsep tersebut ialah;
a. Penemuan hukum heteronom Typisich Logistich
Penemuan hukum disini dianggap sebagai kejadian teknis dan kognitif, yang mengutamakan undang-undang. Sedangkan hakim
tidak diberi kesempatan untuk berkreasi melakukan penilaian. Hakim dipengaruhi faktor-faktor diluar dirinya, dalam hal ini hakim tidak
bersikap mandiri, karena harus tunduk pada undang-undang legismeTypis logistis.
20
Ahmad Rifaiāi, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, h. 7.
50
b. Penemuan hukum otonom materiel juridisch
Penemuan hukum otonom, seorang hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompetnya undang-undang, tetapi sebagai
pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau
perkembangan masyarakat.
21
Sumber utama dalam penemuan hukum secara hierarki dimulai dari; a.
Peraturan perundang-undangan. hukum tertulis b.
Hukum tidak tertulis. kebiasaan c.
Yurisprudensi. d.
Perjanjian internasional. e.
Doctrine. pendapat ahli hukum f.
Putusan desa. g.
Perilaku manusia. Tentang pembagian metode penemuan hukum ada beberapa pendapat
dengan mendasarkan pandangannya masing-masing. Sudikno Mertokusumo, secara garis besar membedakan metode penemuan hukum ini menjadi tiga,
yaitu metode interprestasi, metode argumentasi dan metode eksposisi konstruksi hukum. Pembagian metode penemuan hukum diatas untuk lebih
jelasnya diuraikan pada pembahasan berikut. A.
Metode interpretasi penafsiran
21
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan. Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2012. hal. 62.