Pertimbangan Hukum Hakim Tentang Hak Asuh Anak di

62 beda visi dan misi, namun penyebabnya termohon membantah dan termohon juga menyatakan sulit untuk disatukan lagi dan tidak keberatan cerai. Pemohon dan termohon telah pisah sejak September 2013 sampai sekarang, keduanya telah sering bertengkar tidak ada kecocokan lagi dan sudah diusahakan untuk berdamai. Akan tetapi, tetap tidak berhasil, maka dari itu pernikahan yang seperti ini sudah tidak sejalan dengan tujuan perkawinan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang No.11974, Pasal 3 KHI serta Al- Qur’an surat Ar-Rum ayat 21, yakni untuk mencapai rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, oleh karenanya permohonan pemohon dapat dipertimbangkan. Dasar pertimbangan diatas, pemohon dapat membuktikan kebenaran dalil permohonannya, oleh sebab itu permohonan pemohon dapat dikabulkan untuk menjatuhkan talak satu raj’i. Mengenai hak asuh anak, pemohon mendalilkan sebagai berikut: 1. Demi kepentingan anak yang saat ini berada dalam asuhan pemohon, hal tersebut dilakukan mengingat termohon tidak bisa mengasuh anak dan sering menelantarkan anak, anak sudah tidak diberi ASI lagi, hanya sampai dua bulan saja, serta termohon tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang berpindah-pindah, maka untuk kepentingan anak, permohonan hak asuh anak ditetapkan dalam asuhan pemohon. Termohon keberatan hak asuh anak ditetapkan kepada pemohon dengan alasan sebagai berikut: 63 1. Anak yang masih kecil dan memerlukan kasih sayang seorang ibu, termohon hanya seorang ibu rumah tangga dan tidak pernah menelantarkan anaknya., termohon selalu berusaha menjadi ibu yang baik, dan saat ini termohon selalu dipersulit untuk bertemu anaknya. Dan tidak benar pernyataan pemohon yang menyebutkan bahwa termohon tidak memberikan ASI, akan tetapi ASI termohon memang sudah tidak keluar. Mengenai hak asuh anak, berdasarkan dalil pemohon, jawaban termohon dihubungkan dengan bukti-bukti yang telah dipertimbangkan diatas, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut: 1 1. Pemohon dan termohon telah dikarunia satu orang anak bernama Mike Qianting Ati, lahir 24 November 2012. 2. Termohon sebagai ibu dari anak-anak, terbukti sering menelantarkan anak, hal mana terbukti anak sering dititipkan kepada tetangga dan termohon pergi untuk urusannya sendiri, termohon masih labil dan tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dari fakta-fakta tersebut, majlis hakim berpendapat walaupun anak pemohon dan termohon belum genap berusia 2 tahun, akan lebih baik terhadap Mike Qianting Ati, lahir 24 November 2012 tetap berada dalam asuhan pemohon yang selama ini telah menunjukan kemauan dan kemampuannya untuk memelihara dan mengasuh anak tersebut yang dibantu oleh ibu pemohon dan keluarga lainnya. 1 Salinan Putusan No. 2558Pdt.G2013PA Js, h. 31. 64 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka permohonan pemohon untuk ditetapkan sebagai pengasuhhadhin dapat dikabulkan. 2. Pertimbangan Hukum Hakim Tentang Hak Asuh Anak di Pengadilan Negeri Tangerang Maksud dan tujuan gugatan penggugat adalah yang dijadikan dasar hukum terhadap Perkara Nomor 282Pdt.G2014PN.TNG, yaitu : Hakim mempelajari dengan cermat dalil-dalil gugatan penggugat, menganalisis jawaban tergugat, memperhatikan replik duplik dan dihubungan dengan bukti yang relevan, kesimpulan yang diajukan penggugat dan tergugat, dapat ditarik fakta-fakta hukum yang diakui secara tegas maupun diam-diam dengan tidak memberikan tanggapan atau tidak disangkal oleh kedua belah pihak, penggugat dan tergugat telah membenarkan dan mengakui hal-hal sebagai berikut: Penggugat dengan tergugat telah menikah tanggal 10 Desember 2004 dilangsungkan dihadapan pemuka Agama Kristen Protestan Pdt.Drs. B.D.F Sidabutar di Gereja Huria Batak protestan HKBP di resort Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Pernikahan penggugat dengan tergugat telah dikaruniai dua orang anak yaitu, Jordyn Manuelle Dametia Napitupulu, lahir di Tangerang pada 16 Agustus 2009 dan Gary Nathaniel Napitupulu lahir di Tangerang pada 5 April 2010 dan kelahiran kedua anak tersebut telah tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang. 65 Kondisi rumah tangga penggugat dan tergugat yang tidak harmonis dan sudah pisah kamar tidur, hal ini berlawanan dengan cita-cita luhur ikatan perkawinan yang sakral sekaligus menggagalkan tercapainya tujuan perkawinan sebagai ikatan lahir batin seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Petitum gugatan poin 2 “menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat yang dilaksanakan 10 Desember 2004 dihadapkan pemuka Agama Kristen Pdt.Drs. B.D.F Sidabutar di Gereja Huria Batak Protestan HKBP di resort Kebayoran Lama sebagaimana Kutipan Akta Perkawinan Nomor. 4682004 dikeluarkan dikantor Dinas Kependudukan Kota Depok, tanggal 13 Desember 2004 adalah putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya cukup alasan untuk dikabulkan. Anak-anak tersebut masih berada dibawah umur oleh karena kedua orang tuanya yaitu penggugat dengan tergugat ikatan perkawinannya putus karena perceraian, maka hak untuk mengasuh, memelihara dan mendidik anak-anak tersebut diserahkan kepada tergugat sebagai ayah kandungnya sesuai dengan fakta dan alasan sebagai berikut: a. Hubungan anak-anak kurang dekat dengan penggugat, sehari-hari anak-anak bersama ibu kandung tergugat yaitu Ellen Maria Pechler atau diurus pembantu atau baby sister. 66 b. Keterangan saksi Apriyanti, menerangkan bahwa penggugat sering keluar rumah dan pulang tengah malam atau subuh dalam keadaan mabuk. Ahli hukum Adat Batak Dr. Barita LH Simanjuntak berpendapat sebagai berikut: a. Sistem kekerabatan adat Batak Toba menganut sistem patrilineal murni artinya secara murni mengikuti garis keturunan laki-laki atau ayahnya yang secara konsisten diterapkan, terbukti dengan penerusan marga yang diberikan kepada keturunanannya mengikuti marga laki- laki dari ayah sampai cucu dan seterusnya. b. Perceraian tidak dikenal dalam hukum adat Batak, namun apabila istri dinilai tidak sesuai dengan norma-norma hukum adat Batak, suami dapat mengajukan perpisahan dengan istrinya dan mengembalikan istrinya kepada marga istrinya. 2

C. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tangerang dan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dua putusan yang penulis analisis terdapat beberapa perihal penting yang perlu diperhatikan, yang mana dua putusan ini bertujuan untuk kepentingan ataupun kemaslahatan bagi si anak. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perihal hak pemeliharaan dan pengasuhan anak yang 2 Salinan Putusan No. 282Pdt.G2014PN.TNG. h. 33. 67 dilimpahkan kepada pihak ayah dengan berdasarkan Pasal 41 Undang- Undang No. 1 tahun 1974, yang berbunyi : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan si anak, apabila ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusanya. b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. 3 Imam Malik bin Anas dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pihak yang diutamakan untuk mendapatkan hak asuh anak adalah ibu, ibunya ibu dan seterusnya ke atas, karena mereka menduduki kedudukan keibuan. Sedangkan Imam Muhammad Idris As- Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal memasukan ayah sebagai salah satu pihak yang berhak mendapatkan hak asuh anak, apabila pihak ibu dan seterusnya tidak mampu untuk mengasuh. Kemudian dalam Pasal 156 KHI, yang lebih diutamakan dalam mengasuh anak yang belum mumayyiz adalah wanita-wanita garis lurus keatas dari ibu kemudian ayah, sedangkan dari kedua putusan yang penulis amati terdapat 3 R. Subekti dan R.Tjitosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata edisi revisi, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996, h 549-550. 68 kesamaan yaitu pada dua putusan ini pihak yang dimenangkan mendapatkan hak asuh adalah pihak ayah, yang dimana usia anak-anak ketika terjadi perceraian dapat dikategorikan belum mumayyiz masih dibawah umur, hal ini berlainan dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf a yang berbunyi: “apabila terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur adalah hak ibunya dan ketentuan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 102KSIP1973 tanggal 24 April 1975, yang menyatakan mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandungnya yang diutamakan khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan dan kesejahteraan anak menjadi suatu kriteria, kecuali kalau terbukti bahwa ibu tersebut tidak wajar memeliharanya. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan, menurut penulis terdapat perbedaan pada dua putusan tersebut, pertama, mengenai putusan di Pengadilan Negeri Tangerang, dalam putusan ini penulis memperhatikan bahwa Majelis Hakim tidak menggunakan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 102KSIP1973, yang mana mengutamakan ibu untuk mendapatkan hak asuh anak yang masih kecil. Akan tetapi, hakim menggunakan hukum Adat Batak Toba yang dijadikan sumber hukum untuk menetapkan kasus sengketa hak asuh anak No. 282Pdt.G2014PN.TNG. Pada umumnya dalam masyarakat Batak Toba, hak pengasuhan anak akan jatuh ke tangan suami, hal ini dikarenakan masyarakat Batak Toba menganut garis keturunan patrilineal. Kemudian dalam keyakinan Adat Batak sesuatu yang dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia dan anak-