Syarat-syarat Untuk Diangkat Menjadi Hakim

38 Artinya: ’’Wahai orang-orang beriman, Jika datang kepadamu orang fasik yang membawa sesuatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum kerana kebodohankejahilan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. Terdapat perbedaan pendapat antara madzhab Hanafi dan Syafi’i dalam permasalahan ini. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa putusan hakim yang fasik adalah sah bila sesuai dengan syara’ dan undang- undang. Sedangkan madzhab Syafi’i tidak membolehkan mengangkat orang fasik menjadi hakim karena tidak dapat diterima sebagai saksi 5. Mengetahui segala pokok hukum dan cabang-cabangnya Hakim harus mengetahui pokok-pokok dan cabang-cabang hukum agar memperoleh jalan untuk perkara yang diajukan padanya. Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah membolehkan mukallid menjadi hakim sesuai pendapat Al-Ghazali karena mencari orang yang adil dan ahli ijtihad sangat sulit dengan ketentuan telah diangkat oleh penguasa. 3 6. Mendengar, melihat dan tidak bisu. Hal ini penting bagi seorang qadi karena akan memberikan arahan dan menanyakan segala hal kepada pihak-pihak yang berperkara. Jika ia tidak bisa mendengar dan bisu, maka ia tidak akan dapat mencari fakta-fakta hukum dan mengetahui tentang pembuktian, sehingga putusan yang dijatuhkan akan menyimpang dari persoalan yang 3 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia, Dalam Rentang Sejarah dan Pasang Surut, h.13. 39 sebenarnya. Putusan yang disampaikan melalui isyarat tentu tidak akan dipahami orang lain. 4 ْنع دْي ب , اق اق ْ س ىّلص ّّا ْيلع مّلس اق ” : قْلا اض ثَث نا ْثا يف اّ لا دحا يف ّ جْلا . ج ع ف ْقحلا ىضقف ب ف يف ّجْلا , ج ع ف حلا ْق ْملف ضْقي ب يف اج مْ حلا ف يف ّلا ا , ج ْمل ي ْع ف حلا ْق ىضقف ّلل سا ىلع ْ ج ف يف ّلا ا ا با ج ام نبا د اد 5 Artinya : “Dari Buraidah r.a. menceritakan Rasulullah SAW bersabda: ada tiga golongan hakim dua dari padanya akan masuk neraka dan yang satu akan masuk surga, ialah hakim yang mengetahui mana yang benar dan lalu ia memutuskan hukuman dengannya, maka ia akan masuk surga, hakim yang mengetahui mana yang benar,tetapi ia tidak menjatuhkan hukuman itu atas dasar kebenaran itu, maka ia akan masuk neraka, dan hakim yang tidak mengetahui mana yang benar, lalu ia menjatuhkan hukuman atas dasar tidak tahuannya itu, maka ia akan masuk neraka pula. H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah Pasal 13 UU No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa, untuk dapat diangkat menjadi calon hakim pada Pengadilan Agama, seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 6 a. Warga Negara Indonesia; b. Beragama Islam; c. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa; 4 Basiq Djalil, Peradilan Islam, Jakarta: Sinar Grafika,2007 h. 24-25. 5 Imam Abi al- Fadhil Ahmad bin “Ali bin Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Surabaya: D arul Ilmi, 1352, hlm. 287, hadis nomor 1410. “Kitab al-Qadla”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. 6 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 40 d. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; e. Sarjana syariah danatau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; f. Lulus pendidikan hakim; g. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban; h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; i. Berusia paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 40 tahun;dan j. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Peradilan Umum menentukan syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi hakim ialah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum Pasal 14 ayat 1 Untuk dapat diangkat sebagai calon Hakim Pengadilan Negeri, seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia. b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. d. Sarjana hukum. e. Berumur serendah-rendahnya 25 dua puluh lima tahun; f. Sehat jasmani dan rohani. 41 g. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela. h. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 SPKI. 2 Untuk dapat diangkat menjadi hakim, harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3 Untuk dapat diangkat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 sepuluh tahun sebagai Hakim Pengadilan Negeri. 7 Seorang hakim mempunyai tugas luhur menegakan hukum dan keadilan atas dasar kebenaran dan kejujuran yang bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hakim harus memiliki sifat dan sikap yang dapat menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, yang sesuai dengan pandangan hidup dan falsafah Negara serta kepribadian bangsa Indonesia. Sifat dan sikap yang harus dimiliki hakim tersebut dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan yang menyangkut syarat yang harus dipenuhi oleh seorang hakim seperti: a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan Pasal 33 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. 42 b. Betakwa kepada Tuhan yang maha Esa, setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. c. Memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil professional, bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum, wajib mentaati kode etik dan pedoman perilaku Pasal 13 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2009 tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 8

B. Kode Etik Hakim

Tujuan akhir atau filosofi seorang hakim ialah ditegakannya keadilan, yaitu keadilan ilahi, karena ia memutus dengan didahului Bismillahirrahmanirrahiim, demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa . Cita hukum keadilan yang terdapat dalam “das Sollen” harus dapat diwujudkan dalam das Sein” melalui nilai-nilai etika profesikode etik hukum. 9 Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi yang disusun secara otomatis. Ini berarti, tanpa kode etik yang sengaja disusun secara sistematis itupun suatu profesi tetap bisa berjalan karena 8 Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, Jakarta:Kencana Prenada Media Grup,2013. h 115-116. 9 Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, h.114. 43 pinsip-prinsip moral tersebut sebenarnya sudah melekat pada profesi itu. Meskipun demikian, kode etik menjadi perlu karena jumlah profesi itu sendiri sudah demikian banyak, disamping tuntutan masyarakat juga bertambah kompleks. Pada titik seperti inilah profesi organisasi mendesak untuk dibentuk. 10 Contoh dari etika profesi, kode etik hakim ialah ”The Commandments for judged” dari Socrates, yakni: 1. To hear corteusly mendengar dengan sopan, beradab 2. To answer wisely menjawab bijaksana, arif 3. To Consider soberly mempertimbangkan tak terpengaruh 4. To decide impartially memutus tak berat sebelah 11 Ketua Mahkamah Agung RI dan dan Ketua Komisi Yudisial RI telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama SKB Nomer 047KMASKBIV2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, yang mana dalam surat keputusan tersebut dijelaskan bahwa seorang hakim wajib melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pintu terakhir pelaksana keadilan di Indonesia, mentaati kode etik, bersikap professional dalam menjalankan tugasnya. Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam sepuluh aturan sebagai berikut: 1 berperilaku adil, 2 berperilaku jujur, 3 berperilaku arif dan bijaksana, 4 bersikap mandiri, 10 Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Bandung: Refika Aditama, 2006, h 108. 11 Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, h. 115. 44 5 berintegritas tinggi, 6 bertanggung jawab, 7 menjunjung tinggi harga diri, 8 berdisiplin tinggi, 9 berperilaku rendah hati, 10 bersikap profesional. 12 Dengan adanya kode etik dan pedoman perilaku hakim tersebut, akan memperkukuh sinersitas antara MA dan KY serta memudahkan bagi kedua institusi untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penindakan terhadap para hakim yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran terhadap profesinya. Etika profesi hakim dalam Islam adabul qadhi adalah tingkah laku yang baik dan terpuji yang harus dilaksanakan oleh seorang qadhi dalam berinteraksi sesama manusia dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa adabul qadhi adalah perbuatan yang patut dilaksanakan oleh serorang qadhi baik didalam mahkamah maupun diluar mahkamah. Di luar mahkamah serorang qadhi tidak seharusnya ia bergaul bebas dengan masyarakat disekelilingnya, atau berjalan-jalan dengan mereka melainkan hanya sekedar perlunya saja. Seorang qadhi juga tidak dibenarkan bersendagurau secara berlebihan. 13 Konsep kehakiman dalam peradilan Islam sangat mengutamakan asas equality before the law dan asas audi et alteram partem. Kedudukan para pihak adalah sama dimuka hukum dan memutuskan perkara, Hakim harus menghadirkan kedalam majelis pihak-pihak yang berperkara dan qadhi 12 Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, h. 124-125.