Konsep Penemuan Hukum HAKIM DAN KONSEP PENEMUAN HUKUM

50 b. Penemuan hukum otonom materiel juridisch Penemuan hukum otonom, seorang hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompetnya undang-undang, tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau perkembangan masyarakat. 21 Sumber utama dalam penemuan hukum secara hierarki dimulai dari; a. Peraturan perundang-undangan. hukum tertulis b. Hukum tidak tertulis. kebiasaan c. Yurisprudensi. d. Perjanjian internasional. e. Doctrine. pendapat ahli hukum f. Putusan desa. g. Perilaku manusia. Tentang pembagian metode penemuan hukum ada beberapa pendapat dengan mendasarkan pandangannya masing-masing. Sudikno Mertokusumo, secara garis besar membedakan metode penemuan hukum ini menjadi tiga, yaitu metode interprestasi, metode argumentasi dan metode eksposisi konstruksi hukum. Pembagian metode penemuan hukum diatas untuk lebih jelasnya diuraikan pada pembahasan berikut. A. Metode interpretasi penafsiran 21 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan. Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2012. hal. 62. 51 Metode interpretasi adalah metode untuk menafsirkan terhadap teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar perundang-undangan tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret tertentu. Ajaran interpretasi dalam penemuan hukum sudah lama dikenal, yang disebut hermeneutika yuridis. B. Metode Argumentasi Metode argumentasi disebut juga dengan metode penalaran hukum, redenering atau reasoning. Metode ini dipergunakan apabila undang- undangnya tidak lengkap, maka untuk melengkapinya dipergunakan metode argumentasi. Metode ini terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya ialah; a. Metode Analogi Argumentum Per Analogium Metode analogi berarti memperluas peraturan-perundang- undangan yang terlalu sempit ruang lingkupnya, kemudian diterapkan terhadap peristiwa serupa, sejenis atau mirip dengan yang diatur dalam undang-undang. b. Metode A Contrario Argumentum a Contrario Metode a contrario merupakan cara menjelaskan makna undang- undang dengan didasarkan pada pengertian yang sebaliknya dari peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Apabila suatu peristiwa tertentu diatur dalam undang-undang, tetapi peristiwa lainnya yang mirip tidak, maka berlaku hal sebaliknya. 52 c. Metode Rechtsvervijning penyempitan hukum Terkadang peraturan-peraturan itu ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap peristiwa tertentu. Metode ini bertujuan untuk menyempitkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, luas dan umum, supaya dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu. d. Metode Fiksi Hukum Maksud dari fiksi hukum ialah sesuatu khayal yang digunakan di dalam ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum. Hal ini banyak digunakan dalam hukum adat yang menggunakan bentuk pepatah atau peribahasa. 22 C. Metode Eksposisi Metode eksposisi tidak lain adalah metode konstruksi hukum, yaitu metode untuk menjelaskan kata-kata atau membentuk pengertian hukum, bukan untuk menjelaskan barang. Pengertian hukum yang dimaksud adalah konstruksi hukum rechts constructive yang merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Pengertian hukum tersebut dipengaruhi oleh waktu tertentu dan dalam masyarakat tertentu serta lingkungan keadaan tertentu. 22 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan.h. 141. 53

E. Putusan Hakim dan Independensi Hakim Dalam

Menetapkan Putusan a. Putusan Hakim Menurut Mukti Arto putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan kontensius. Sedangkan penetapan ialah juga pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan permohonan voluntair. 23 Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaiakan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 51959 tanggal 20 April 1959 dan No. 11962 tanggal 7 Maret 1962 menginstruksikan kepada para hakim agar pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan, konsep putusan harus telah dipersiapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan yang diucapkan hakim di depan persidangan yang terbuka untuk umum dengan yang tertulis. Ketentuan HIR Her Herziene Indonesich Reglement yang secara khusus mengatur tentang bagaimana suatu putusan harus dimuat, hanya ada beberapa Pasal yang berkaitan diantaranya, Pasal 183, 184 dan 187 HIR, 23 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, h. 168. 54 kemudian Pasal 25 Undang-Undang No. 4 tahun 2004. Menurut Sudikno Mertokusumo, suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian; a. Kepala Putusan Setiap putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. b. Identitas Para Pihak Setiap perkara atau gugatan mempunyai sekurang-kurangnya 2 pihak, maka dalam putusan harus dimuat identitas para pihak, diantaranya; nama, umur, alamat, nama pengacara apabila ada. c. Pertimbangan Dalam hal ini pertimbangan putusan perdata dibagi menjadi 2, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara atau peristiwa dan pertimbangan hukumnya d. Amar Amar merupakan jawaban terhadap petitum dari gugatan yang merupakan amar atau diktum. Ini berarti bahwa hukum, merupkan tanggapan terhadap petitum. Putusan hakim harus dibacakan di persidangan yang terbuka untuk umum, guna mengakhiri sengketa yang diperiksanya. Putusan hakim tersebut disusun apabila pemeriksaan sudah selesai dan pihak-pihak yang berperkara 55 tidak lagi menyampaikan sesuatu hal kepada hakim yang memeriksa perkaranya. 24 b. Independensi Hakim Dalam Menetapkan Putusan Suatu putusan harus memuat idee des recht yang meliputi tiga unsur , yaitu keadilan gerechttigheid, kepastian hukum rechtszekerheid, dan kemanfaatan zwechtmassighed. Ketiga unsur tersebut seharusnya oleh hakim dipertimbangkan dan diterapkan secara proporsional, sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan putusan yang berkualitas dan memenuhi harapan para pencari keadilan. 25 Penegak hukum sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan main yang ada, dalam arti aturan main yang formal. sesuai hukum yang berlaku, jaksa sudah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ke pengadilan dan pengacara sudah menjalankan fungsinya untuk membela dan mempertahankan hak-hak tersangka termasuk dalam perkara perdata. Hakim sudah mendengar kedua belah pihak audi alterm panterm termasuk telah melaksanakan asas-asas persidangan sebagaimana mestinya. Akan tetapi, terkadang masih terdapat nilai ketidakpuasan dari salahsatu pihak yang berperkara. Mochtar Kusumaatmaja mengemukakan bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif, maupun legislatif. Dengan kebebasan yang demikian itu, 24 Dwi Kantiningsih, Putusan Pengadilan yang Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima Dalam Perkara Gugat Cerai. Diakses dari http:fh.unsoed.ac.id , pada tanggal 18 Mei 2016. 25 Wildan Suyuthi Musthofa, Kode Etik Hakim, h. 98.