Syarat Bagi Pemegang Hak Hadhanah
24
dengan baik, oleh karena itu pengasuh harus orang yang lebih dewasa.
12
c. Berakal, jika orang yang tidak sempurna akal seperti gila, mereka tidak
diberikan kepercayaan untuk menjaga anak-anak. Mereka sendiri tidak dapat menjaga diri dengan baik, jadi bagaimana dapat memelihara
anak-anak dan apa yang bersangkutan dengannya. Akan tetapi apabila gilanya orang tersebut hanya sementara saja seperti satu atau dua hari
dalam setahun, maka mereka masih memiliki hak hadhanah. d.
Mampu, mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik mahdun anak yang diasuh, dan tidak terikat dengan suatu
pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah jadi terlantar.
13
e. Jujur, wanita fasik jahat bermoral rendah dan berakhlak buruk tidak
boleh mengasuh, sebab apabila dibawah asuhannya dikhawatirkan akan berpindah tingkah lakunya kepada anak yang diasuh. Imam
Taqiyuddin dalam “Kifayatul Akhyar” halaman 153, menganggap
jujur dan dipercaya itu cukup dilihat dari kenyataan, sebagaimana halnya dalam saksi perkawinan. Tetapi Ibnu Al Qayim membantah
syarat ini, menurut pendapatnya adalah berkelakuan baik itu tidak termasuk dalam syarat, walaupun sahabat-sahabat Imam Muhammad
Idris As- Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal mensyaratkannya.
12
Zakariya Ahmad Al-Barry, Hukum Anak-Anak dalam Islam, Penerjemah Chadijah Nasuiton, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 h.57.
13
Satria Effendi, Problematika Hukum Kelurga Islam Kontemporer, Jakarta; Kencana, 2004 h. 172.
25
f. Tidak kawin, hendaklah hadhinah tidak bersuamikan laki-laki yang
tidak ada hubungan mahram dengan si anak, jika ia menikah dengan laki-laki yang ada hubungan mahram dengan si anak maka hadhinah
itu berhak melaksanakan hadhanah, seperti ia menikah dengan paman anak tersebut, akan tetapi apabila hadhinah menikah lagi dengan laki-
laki yang tidak ada hubungan mahram dengan si anak maka hak hadhanahnya gugur.
14
g. Akhlak terpercaya, tiada hadhanah bagi orang yang tidak bisa
dipercaya merawat dan membina akhlak anak, seperti orang fasik, pemabuk, pezina atau perbuatan haram lainnya. Tetapi, menurut Ibnu
Abidin ibu kandung yang fasik dan dapat merusak anak anak tetap berhak selama umur anak belum dapat memikirkan dan memahami
sifat tercela ibunya, tetapi jika sudah berakal hak ibu dicabut. Dalam hal ini madzhab Malikiyah mensyaratkan tempat tinggal yang aman,
tiada hadhanah orang yang rumah atau lingkungan sekitarnya penuh keburukan, karena dikhawatirkan dapat merusak anak atau hartanya
dicuri atau dirampas. Menurut Muhyiddin al-Nawawi, orang fasik tidak akan menunaikan hak hadhanah dan akan menghambat
perkembangannya sehingga anak tidak akan bahagia bersamanya, sehingga tidak boleh diberikan kepadanya.
15
14
Tihami dan Sahrani, sohari Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap Jakarta : Rajawali Press, 2009 h.221.
15
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, Jakarta: Rajawali Press, 2012, h. 221.
26
h. Merdeka, seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-urusan
tuannya, sehingga ia tidak ada kesempatan untuk mengasuh anak kecil. Ibnu Qayyim berkata : tentang syarat merdeka ini, tidaklah ada
dalilnya yang meyakinkan hati. Hanya murid-murid dari tiga madzhablah yang menetapkannya. Dan Imam Malik bin Anas berkata tentang seseorang
laki-laki yang merdeka yang punya anak dari budak perempuannya ; sesungguhnya ibunya lebih berhak selama ibunya tidak dijual, maka
hadhanahnya berpindah, dan ayahnya yang berhak atas anaknya.
16
Kelompok madzhab Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat yang harus dimiliki pengasuh. Syarat-syarat tersebut adalah seorang pengasuh
suami atau istri tidak melakukan riddah seorang muslim, tidak fasik melakukan ibadah atau menjalankan ajaran agama dengan baik, dan tidak
meninggalkan tempat kotarumah kediaman. Sementara kelompok Syafi’iyah menjelaskan bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi
bagi seorang pengasuh, yaitu berakal, merdeka, muslim, penyayang, dapat dipercaya, berada ditempat kediaman asal dan tidak menikah lagi dengan
suami baru, kecuali suami pertama rela.
17