36
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV ini, akan dipaparkan tentang kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya yang terdapat dalam al-
Qur’ân. Sebagaimana dalam Ulumul Qur’ân kata tanya dalam al-
Qur’ân disebut dengan al-Istifhâmu Fil Qur’ân. Istifhâm merupakan masdar dari istafhama, akar kata dari fahima yang berarti meminta
penjelasan atau pemahaman melalui beberapa kata tanya. Adapun kata tanya dalam istifhâm disebut dengan adawatul istifhâm.
Namun sebelum kepada kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya tersebut, akan dibahas terkait anjuran untuk bertanya. Anjuran tersebut terdapat dalam surat
al-Anbiyâ ayat 7. Setelah surat al-Anbiyâ ayat 7, dilanjutkan dengan kata tanya menggunakan huruf
ام. Kata tanya dengan menggunakan huruf ام untuk mewakili dari pertanyaan
“apa?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Qâri’ah ayat 1-2. Untuk selanjutnya yaitu pertanyaan dengan menggunakan
“bagaimana?”, adapun adatul istifhâm
yang digunakannya adalah فيك. Pertanyaan ini terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 27. Pertanyaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan kata يا yang berarti “kemana?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat at-Takwîr ayat
26-27. Selanjutnya yaitu pertanyaan “yang mana?” dengan menggunakan adatul
istifhâm ٌّا. Adapun pertanyaan dengan menggunakan ٌّا terdapat dalam surat ar-
Rahmân ayat 13. Dan pertanyaan yang terakhir yaitu pertanyaan dengan menggukan adatul istifhâm
م yang berarti “siapa?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan hikikat dari yang berakal. Pertanyaan ini terdapat dapat dalam surat
Al-Baqarah ayat 245.
A.
Tafsir Surat A
l-Anbiyâ 7, Al-Qâri ’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr
26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245.
1. Surat Al-Anbiyâ Ayat 7
a. Teks Ayat dan Terjemah
Artinya: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu Muhammad, melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri
wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui
b. Kosakata
Kata pada ayat di atas merupakan bentuk kalimat perintah
atau bentuk amr dari kata . sebaimana dalam kamus Arab
Indonesia karya Mahmud Yunus memiliki arti meminta atau
menanyakan,
1
dengan demikian fas’alû bermakna “maka
bertanyalah”. Adapun masdarnya adalah yang berarti pertanyaan.
Dalam mu’jam al wasith dikatakan bahwa
yang artinya pertanyaan adalah mencari kebenaran.
2
Dalam kitab Lisanul „Arobi karya Abu Fadhil Jamaluddin disebutkan bahwa
3
Artinya: Obat dari kebodohan adalah bertanya
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013, h. 161
2
Ibrohim Musthofa dkk, Mu’jam Alwasith, juz. 1-2, bab. As-sin, h. 436
3
Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul ‘arobi, Beirut, Daarush Shodir, 1997, juz. 14, h. 436
Adapun Mahmud Yunus mengartikannya sebagai penghuni
rumah atau keluarga.
4
Sedangkan kata memiliki arti sebagai
mengingat atau ingat.
5
Jika dihubungkan merupakan keluarga
dari orang yang ingat, artinya ia adalah orang yang ingat. Apabila seseorang ingat berarti orang tersebut mengetahuinya.
c. Tafsir
Munâsabah Ayat
Allah telah menagaskan pada surat Al-Abiyâ ayat 7 bahwa, kaum musyrikîn
itu tetap tidak beriman. Walau pun Allah telah memberikan mukjizat kepada mereka selain dari al-
Qur’ân. Maka pada surat al- Anbiyâ ayat 6 Allah menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada alasan
bagi kaum musyrikîn Makkah itu untuk mengingkari bahwa rasul- rasul yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad adalah manusia-
manusia biasa yang telah diberi-Nya wahyu.
6
Tafsir Ayat
Kalimat pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah manusia biasa dan semuanya laki-
laki. Dan mereka adalah manusia pilihan Allah yang diberikan wahyu untuk mereka dan umat mereka.
7
Dalam penafsiran kalimat ini, Quraisy Shihab dalam Tafsir al- Misbah menjelaskan bahwa orang-orang yang ingkar atau yang tidak
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013, h. 52
5
Ibid., h. 134
6
Departemen RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Hati 2010, jil. 7, h. 233
7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001, Juz. 17, h. 16, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang, Kariyath Futiran, ttt, Juz. 3, h. 174, Quraisy Shihab, Tafsir Al-
Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Juz. 8, h. 15
mempercayai nabi Muhammad Saw hendaknya bertanya kepada orang-orang yang tahu tentang kerasulan dan kenabiyan kepada orang
Yahudi dan Nashrani. Hal ini karena orang Yahudi dan Nashrani lebih tahu terkait dengan kenabiyan dan kerasulan sebab orang Yahudi dan
Nashrani sudah lebih daulu ada dan mengetahui tentang kenabiyan dan kerasulan.
8
Mengenai kata ahlu ż żikri di sini ditafsirkan sebagai orang-orang
yang tahu atau yang mengetahui akan sesuatu. Sebagaimana Ibnu Katsir yang menafsirkan kata ahlu
ż żikri sebagai ahlu ilmi
9
yang mana pengertian ilmun secara bahasa adalah tahu
10
, maka ahlu ż żikri
adalah orang yang tahu atau yang mengetahui. Penafsiran kata ahlu
żikri pun memiliki penafsiran yang berbeda- berbeda, sebagaimana dalam kitab al-Maraghi, kata ahlu
żikri ditafsirkan sebagai ahlu al-kitâb
11
. Adapun keterangan selanjutnya
terkait mengenai ahlu al-kitâb adalah orang yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nashrani.
12
Sedangkan Hamka
dalam bukunya
Tafsir al-Azhar
mengemukakan bahwa ahlu żikri ditafsirkan sebagai orang yang ahli
peringatan, atau orang yang lebih kuat ingatannya. Adapun Sufyan dan Uyaiynah menafsirkan
“Ahli Peringatan” ialah karena mereka ingat akan khabar dan berita nabi-nabi yang terdahulu dan orang
Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitâb tentang hal-hal yang berkenaan dengan kenabiyan.
13
Dari penafsiran diatas, Allah memerintahkan para pengingkar tersebut untuk bertanya terkait dengan kerasulan dan kenabiyan
karena mereka tidak memiliki pengetahuan terkait dengan dua hal
8
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat, Lentera Hati, 2002, Juz. 8, h. 15
9
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, juz. 3, h. 174
10
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013, h. 278
11
Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 9
12
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001, juz. 17, h. 16
13
Ibid., 2001, juz 17, h. 16
tersebut. Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada ahlu
ż żikri. Adapun ahluż żikri dalam ayat ini yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang-orang Yahudi
dan Nashrani adalah orang terdahulu dan lebih mengetahui bahwa rasul itu adalah laki-laki.
Sebagaimana dalam kitab al-Maraghi pun dijelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk
bertanya kepada Ahli Kitâb yaitu kaum Yahudi dan Nashrani tentang kerasulan, bahwasanya rasul-rasul yang dikirim Allah itu semuanya
adalah manusia. Perintah ini untuk membuat mereka yakin dan percaya bahwa semua rasul Allah laki-laki dan semuanya adalah
manusia.
14
Perintah bertanya sebagaimana yang terdapat pada surat al- Anbiyâ ayat 7 ini terdapat juga pada ayat lain bahkan dengan redaksi
yang hampir sama. Yaitu yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 43, Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 43:
Allah memerintahkan orang yang ingkar untuk bertanya kepada ahlu kitâ sebelumnya apakah yang di kirim kepada mereka seorang
rasul atau malaikat? Apabila yang dikirim keapada mereka malaikat maka kamu boleh mengingkari nabi Muhammad namun apabila yang
dikirim kepada mereka seorang manusia maka janganlah kamu mengingkari nabi Muhammad.
15
٤
Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum engkau Muhammad, kecuali orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka
14
Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 14
15
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 2, h. 570
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Surat an-Nahl [16]: 43 Adapun dalam surat Al-Anbiyâ ayat 7 sebagaimana yang penulis
kaji dalam skripsi ini yaitu:
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu Muhammad, melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri
wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang- orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.
Surat al-Anbiyâ [21]: 7
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah mengirim rasul perempuan. Dan bertanyalah kepada ahlu
żikri jika kamu tidak mengetahuinya. Dan sesungguhnya orang yang tidak
mengetahui hukum, wajib baginya untuk bertanya kepada ulama ataupun orang yang memang ahli pada bidang tersebut. Adapun ahlu
żikri pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini adalah ahlu al-‘ilmi dari kalangan Yahudi dan Nashrani.
16
Jika kita kaitkan dengan pendidikan maka bertanya merupakan suatu proses pembelajaran. Karena setelah bertanya yang tadinya
tidak tahu maka orang yang bertanya tersebut pun menjadi tahu. Dengan demikian tanya jawab merupakan sebuah metode dalam
proses pembelajaran. Perintah bertanya juga terdapat dalam ayat lain, seperti dalam
surat az-Zukhruf ayat 45, Firman Allah SWT:
16
Ibid. Juz. 3, h. 174
Artinya: Dan tanyakanlah Muhammad kepada Rasul-Rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, Adakah kami menentukan
tuhan-tuhan selain Allah yang maha pengasih untuk disembah? .
Surat az-Zukhruf [43]: 45 Dalam surat az-Zukhruf ayat 45 ini perintah bertanya yang
terdapat di dalamnya adalah perintah kepada orang-orang yang ingkar dan tidak mau menyembah kepada Allah. Dalam ayat ini ditegaskan
bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah seluruhnya menyeru manusia
untuk menyembah
kepada Allah
dan tidak
menyekutukannya, dan melarang manusia untuk menyembah kepada patung dan andâd.
17
Allah memerintahkan mereka untuk bertanya agar mereka mengetahui kebenarannya.
Dari perintah untuk bertanya, dalam ayat lain justru terdapat larangan untuk bertanya. Yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 101.
Firman Allah Swt dalam surat al-Mâidah ayat 101:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qurân itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu,
Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
al-Mâidah [5]: 101 Pada surat al-Mâidah ayat 101 ini, merupakan adab yang harus
diikuti oleh orang mukmin, bahwasanya ayat ini melarang orang mukmin untuk bertanya kepada hal yang tidak ada manfaatnya baik
dalam hal mempertanyakannya maupun menyelidikinya. Karena jika
17
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 4, h. 127
dijelaskan tentang perkara yang mereka tanyakan bisa jadi akan menjelekkan diri mereka ataupun memberatkan mereka.
18
Tidak hanya dalam al- Qur’ân surat al-Mâidah ayat 101 saja yang
melarang untuk banyak bertanya. Dalam beberapa hadits juga terdapat perintah untuk tidak banyak bertanya. Hadits tersebut adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh yang terdapat dalam shohih Bukhari, yakni;
Artinya: B erkata Isma’il berkata kepadaku Malik, dari Abi Zinad dari
Al’araji dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda; Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya yang
membinasakan umat sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya penyelisihan mereka kepada
para nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu
kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian Hadits berikutnya yang terkait dengan larangan banyaknya
bertanya yaitu hadi ś yang diriwayatkan oleh ayah Abi Waqash yang
terdapat dalam riwayat Șahih Muslim.;
18
Ibid, Juz. 3, h. 104
Artinya: Dari Abdulloh Ibnu Yazid Al-Miqri dari Said berkata kepadaku
’Uqoil dari Abu Syihab dari ’Amir ibnu Sa’ad ibnu Abi Waqash dari ayahnya, sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda:
”Sesungguhnya orang islam lebih besar dosanya terhadap kaum muslimin, ialah orang yang menanyakan tentang sesuatu yang belum
dilarang mereka mengerjakannya, lalu karena pertanyaannya hal itu menjadi terlarang
19
Selain itu terdapat juga hadi ś yang terkait dengan larangan untuk
banyak bertanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang terdapat dalam hadits
Şahih Muslim;
Artinya: Berkata kepadaku Harmalah Ibnu Yahya At-tujibiy mengabarkan Ibnu Wahab mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu
Syihab mengab arkan Abu Salamah Ibnu ‘Abdur Rahman dan Sa’id
Ibnu Musayyib mereka berdua berkata Abu Hurairah berkata bahwa dia mendengar Rasulullah
şallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “apa yang aku larang kamu untuk mengerjakannya, maka jauhilah
hentikan. Dan apa aku perintahkan kamu untuk mengerjakannya, maka kerjakanlah seberapa kesanggupanmu. Karena sesungguhnya
19
Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, Jakarta, Bulan Bintang, 1982, Jil. VI, h. 171
yang menyebabkan kamu binasa orang-orang sebelum kamu ialah banyak pertanyaan mereka dan menentang nabi-nabi mereka.
20
Perintah yang terdapat pada surat al-Mâidah ayat 101 merupakan adab dari Allah Swt. kepada hamba-Nya yang beriman dan larangan
bagi mereka untuk bertanya dari hal-hal yang tidak ada faidahnya bagi mereka.
Dari surat al-Mâidah ayat 101 dan beberapa hadi ś di atas
seluruhnya merupakan perintah untuk tidak banyak bertanya namun dengan alasan yang berbeda. Yang mana semua alasan tersebut
merupakan perintah dari Allah. Dan semua yang diperintahkan adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan alasan mengapa Allah
memirintahkan hal tersebut. Demikian juga terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah, maka hal tersebut pun tidak perlu lagi untuk
dipertanyakan mengapa hal tersebut dilarang. Selain itu hal tersebut pun justru akan menyusahkan kamu. Banyaknya bertanya yang terkait
dengan hal-hal diatas dapat membinasakan ummat, dan tanda bahwa kita menentang akan apa yang telah diperintahkan Allah dan rasul-
Nya kepada kita. Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang tidak seharusnya
dipertanyakan. Lalu pertanyaan seperti apakah yang membolehkan untuk bertanya? Dan kepada siapakah kita harus bertanya?. Dalam
Surat al-Anbiyâ ayat 7 yang telah dibahas di atas, dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar terhadap rasul Allah itu diperintahkan Allah
untuk bertanya kepada ahlu a ż-żikri. Hal tersebut dikarenakan orang-
orang yang ingkar tersebut adalah orang-orang yang tidak mengetahui hal-hal yang terkait dengan kenabian. Dan Allah pun meminta mereka
untuk bertanya kepada ahlu a ż-żikri. Penafsiran terhadap ahlu aż-żikri
adalah ahlul kitâb dan ada juga yang mengartikannya dengan ahlu al- ‘ilmi. Dengan demikian bukan tanpa alasan Allah memerintahkan
orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada alhlu al-
20
Fachruddin HS, Ibid., Jil. VI, h. 171
kitâb ataupun ahlu al-
‘ilmi, karena ahlu al-kitâb merupakan orang- orang terdahulu yang telah mengetahui terkait hal-hal kenabian.
Dengan demikian seseorang diperintahkan untuk bertanya jika orang tersebut tidak mengetahui akan sesuatu hal seperti pengetahuan atau
ilmu. Dan kita diperintahkan untuk bertanya kepada orang yang mengetahui atau orang yang ahli dalam bidang yang ingin kita
tanyakan. Dalam al-
Qur’ân terdapat juga ayat-ayat yang merupakan pertanyaan dan jawaban. Hal ini juga menandakan bahwa tanya jawab
merpakan suatu metode yang bisa dilakukan untuk proses pembelajaran. Sebagaimana firman Allah dalam
Qur’ân surat al- An’âm ayat 63:
Artinya: Katakanlah Muhammad, “siapa yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdo’a kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang
lembut?” Dengan mengatakan, “sekiranya Dia menyelamatkan
kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang yang bersyukur.
Surat al- An’âm [6]: 61
Dalam ayat lainnya yaitu yang terdapat dalam al- Qur’ân surat
Yûnus ayat 15;
٥١
Artinya: Dan apabila kamu dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-orang yang mengharapkan pertemuan
dengan Kami berkata, “Datangkanlah kitab selain al-Qur’ân ini atau gantilah”, katakanlah Muhammad, “Tidaklah pantas bagiku
menggantinya atas kemauanku sendiri. aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari
yang besar kiamat jika mendurhakai Tuhanku. Surat Yûnus [10]:
15 Pada ayat yang pertanya yakni surat al-
An’âm ayat 61, pertanyaan pada ayat itu tentang siapakah yang dapat menyelamatkan
nabi Muhammad dari bencana. Dan hanya Allah lah yang bisa menyelematkan nabi Muhammad dari bencana. Dari ayat ini bisa kita
ambil pelajaran bahwa hanya Allah lah yang mampu menyelamatkan manusia dari berbagai macam bencana.
Dan pada ayat yang kedua yaitu pada surat Yûnus ayat 15, pertanyaan yang datang kepada nabi Muhammad adalah pertanyaan
dari orang yang tidak mengaharapkan pertemuan dengan Allah. Pertanyaan tersebut adalah agar nabi Muhammad mendatangkan kitab
selain al- Qur’ân atau menggantinya saja. dan dengan tegas nabi
Muhammad menjawab bahwa ini adalah Firman Allah dan tidak bisa untuk digantikan.
Dari kedua ayat tersebut, dan dari surat al-Anbiyâ ayat 7 yang memerintahkan seseorang yang tidak mengetahui akan suatu hal
untuk bertanya kepada ahlinya menunjukkan bahwasanya tanya jawab merupakan sebuah metode dalam pembelajaran. Karena ketika
memberi jawaban sama halnya dengan sedang memberikan pembelajaran ataupun pengetahuan.
2. Tafsir Surat al-Qâri’ah ayat 1-2
a. Teks dan Terjemahan surat al-Qâri’ah surat ayat 1-2
۞ ۞
: ٥
- ٢
Artinya: Hari kiamat - Apakah hari kiamat itu
b. Kosakata Ayat
Huruf ام pada ayat di atas merupakan Isim istifhâm yang berarti
“apa”, yang mana huruf ام merupakan kata tanya yang digunakan untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal.
21
Demikian juga dalam kamus munjid dikatakan bahawa
ام menjadi isim istifhâm dan untuk menanyakan hal-hal yang tidak berakal.
22
ةع اقلا terambil dari kata ع ق yang berarti mengetuk.
23
dalam kitab lisaanul arabi karya Imam Jamaluddin Ibnu Fadhil,
Ya’qub mengatakn bahwa Al-
Qori’ah disini setiap bencana besar yaitu kerusakan.
24
Dalam kitab lisâ nul ‘arabi karya Imam Jamaluddin
dikatakan bahwa al-Qâ ri’ah adalah:
Artinya: Al-Qâ ri’ah merupakan masa yang dahsyat yaitu bencana
c. Tafsir
Munâsabah Ayat
Surat sebelum al-Qâ ri’ah adalah al-„Âdiyât. Dalam surat al-
’Âdiyât merupakan ancaman Allah terhadap orang yang ingkar dan sangat mencintai harta bendanya. Mereka orang yang ingkar tersebut
akan mendapatkan balasan yang setimpal dihari pembalasan nanti. Akhir ayat dalam surat al-Âdiyât ditutup dengan. Pada awal surat al-
Qâri’ah dimulai dengan penyebutan hari kiamat pula.
25
21
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung, Refika Auditama, 2007, h. 108
22
Al-Munjid , Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987, h. 744
23
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat, Lentera Hati, 2009, Juz. 15, h. 558
24
Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul ‘arobi, Beirut, Daarush Shodir, 1997, Jilid. 8, h. 265
25
Departemen RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Hati 2010, Edisi Revisi, jil. X,
h. 755
Tafsir Ayat
Para mufassir memiliki pendapatnya tersendiri terkait dengan kata al-Qâ
ri‘ah. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa al-
Qâri’ah merupakan nama dari nama-nama hari kiamat seperti al- Qiyâmah, al-Hâqqoh, at-
ıâmmatu, as-Şâkhokh, al-Ġâsyiyah dan lain sebagainya Sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Departemen
Agama RI dijelaskan bahwa kata al-Qâ ri’ah terambil dari kata
qara ’a- yaqra’u yang berarti mengetuk. Kata al-Qâri’ah juga
diartikan sebagai suatu yang keras yang mengetuk sehingga memekakan telinga. Selain itu kata al-Qâ
ri’ah sendiri disebutkan
empat kali dalam al- Qur’ân dan tiga kali dari kata-kata tersebut
terdapat dalam surat al-Qâ ri’ah
dan satu kali dalam surat al-Hâqqah ayat empat.
27
Pada ayat in, Allah menyebutkan kata al-Qâ ri’ah, yaitu salah
satu nama hari kiamat. Hari kiamat juga disebut al- Qâri’ah karena ia
menggetarkan hati setiap orang akibat kedahsyatannya. Kata al- Qâri’ah juga digunakan untuk menyebutkan suatu bencana hebat.
Allah berfiman dalam surat ar-Ra ’ad ayat 31:
Artinya: Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri”
Surat ar-Ra’ad [13]: 31 Maksudnya mereka ditimpa benecana hebat yang mengetuk hati
mereka dan menyakiti tubuh mereka, sehingga mereka mengeluh karenanya.
28
Quraisy Shihab dalam bukunya Tafsir al-Misbah mengemukakan bahwa al-
Qâri’ah yang berarti mengetuk dikarenakan suara
26
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 4, h. 543
27
Departemen Agama RI, Op. Cit., Edisi Revisi, h. 755
28
Ibid, h. 755
menggelegar yang diakibatkan oleh kehancuran alam semesta sedemikian kerasnya sehingga bagaikan mengetuk lalu memekakan
telinga bahkan hati dan pikiran manusia. Ketika itulah terjadi ketakutan dan kekalutan yang luar biasa sebagai dampak dari suara
yang bagaikan ketukan keras itu. Sementara ulama menegaskan bahwa pengguna bahasa arab Qa
r’ah pada ayat menggunakan kata qâ
ri’ah dalam arti semua peristiwa yang besar dan mencekam, baik disertai suara maupun tidak. Adapun pengulangan kata qâ
ri’ah pada ayat kedua bertujuan menunjukkan rasa heran dan rasa takut yang
mencekam. Seakan-akan keadaan ketika itu diilustrasikan walau dalam bentuk sederhana adanya seorang yang mengetuk rumah
dengan sangat keras, tidak seperti apa yang selama ini dikenal sehingga yang didalam rumah bertanya sambil ketakutan “siapa yang
mengetuk it u”.
29
Pada ayat selanjutnya yakni ayat kedua, Allah mengulang pertanyaan terkait dengan al-Qâ
ri’ah dalam bentuk pertanyaan agar manusia memahami akan dahsyatnya kejadian hari kiamat dan huru-
hara yang membuat hati kecut, sehingga sulit menggambarkannya dengan tepat dan sulit mengetahui dengan sebenarnya.
30
Dalam Tafsir al-Misbah karya Quraisy Shihab menjelaskan bahwa pertanyaan dalam surat al-Qâ
ri’ah ayat 2 ini merupakan pertanyaan untuk memperingati, membuat takut, dan merupakan
kecaman akan dahsyatnya hari kiamat. Dan merupakan ilustrasi dari keadaan ketika itu, yaitu dengan adanya orang yang mengetuk pintu
rumah dengan begitu kerasnya dan tidak seperti biasnya orang yang
29
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz. 15, h. 559
30
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi
Revisi, jil. 10, h. 755, Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 9
yang mengetuk pintu rumah.
31
Sedangkan dalam tafsir departemen RI pertanyaan dalam ayat ini merupakan pertanyaan untuk meminta
perhatian akan dahsyatnya hari kiamat.
32
Pertanyaan dalam surat al- Qâri’ah ayat satu dan dua ini adalah ام
yang berarti apa. Pertanyaan dengan menggunakan “apa” biasanya
digunakan untuk hal-hal yang tidak berakal. Sedangkan dalam ayat ini pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang memberitahukan
bahwa hari kiamat itu benar-benar dahsyat terjadinya. Pertanyaan ini juga merupakan peringatan akan dahsyatnya hari kiamat itu.
Pertanyaan dalam surat al- Qâri’ah ayat 2 ini adalah “Apakah
hari kiamat itu?”, dengan demikian maka jawabannya merupakan penjelasan tentang hari kiamat. Sebagaimana firman Allah yang
tertera pada surat al- Qâri’ah pada ayat selanjutnya yang merupakan
jawaban tentang hari kiamat, yakni yang terdapat pada ayat 4 -9;
۞ ۞
۞ ۞
۞
Artinya: Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran
۞ Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
۞ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya,
۞ Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan
۞ Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya,
۞ Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
al-Qâ ri’ah [101]: 4-9
Ayat tersebut merupakan penjelasan tentang hari kiamat, sebagai pertanyaan yang terdapat pada ayat 2, yakni “Apakah hari kiamat
31
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz. 15, h. 559
32
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi
Revisi, jil. 10, h. 755