Data Primer Surat Al-Anbiyâ Ayat 7

36

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini, akan dipaparkan tentang kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya yang terdapat dalam al- Qur’ân. Sebagaimana dalam Ulumul Qur’ân kata tanya dalam al- Qur’ân disebut dengan al-Istifhâmu Fil Qur’ân. Istifhâm merupakan masdar dari istafhama, akar kata dari fahima yang berarti meminta penjelasan atau pemahaman melalui beberapa kata tanya. Adapun kata tanya dalam istifhâm disebut dengan adawatul istifhâm. Namun sebelum kepada kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya tersebut, akan dibahas terkait anjuran untuk bertanya. Anjuran tersebut terdapat dalam surat al-Anbiyâ ayat 7. Setelah surat al-Anbiyâ ayat 7, dilanjutkan dengan kata tanya menggunakan huruf ام. Kata tanya dengan menggunakan huruf ام untuk mewakili dari pertanyaan “apa?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Qâri’ah ayat 1-2. Untuk selanjutnya yaitu pertanyaan dengan menggunakan “bagaimana?”, adapun adatul istifhâm yang digunakannya adalah فيك. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 27. Pertanyaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan kata يا yang berarti “kemana?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat at-Takwîr ayat 26-27. Selanjutnya yaitu pertanyaan “yang mana?” dengan menggunakan adatul istifhâm ٌّا. Adapun pertanyaan dengan menggunakan ٌّا terdapat dalam surat ar- Rahmân ayat 13. Dan pertanyaan yang terakhir yaitu pertanyaan dengan menggukan adatul istifhâm م yang berarti “siapa?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan hikikat dari yang berakal. Pertanyaan ini terdapat dapat dalam surat Al-Baqarah ayat 245. A. Tafsir Surat A l-Anbiyâ 7, Al-Qâri ’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245.

1. Surat Al-Anbiyâ Ayat 7

a. Teks Ayat dan Terjemah

Artinya: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu Muhammad, melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui

b. Kosakata

Kata pada ayat di atas merupakan bentuk kalimat perintah atau bentuk amr dari kata . sebaimana dalam kamus Arab Indonesia karya Mahmud Yunus memiliki arti meminta atau menanyakan, 1 dengan demikian fas’alû bermakna “maka bertanyalah”. Adapun masdarnya adalah yang berarti pertanyaan. Dalam mu’jam al wasith dikatakan bahwa yang artinya pertanyaan adalah mencari kebenaran. 2 Dalam kitab Lisanul „Arobi karya Abu Fadhil Jamaluddin disebutkan bahwa 3 Artinya: Obat dari kebodohan adalah bertanya 1 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013, h. 161 2 Ibrohim Musthofa dkk, Mu’jam Alwasith, juz. 1-2, bab. As-sin, h. 436 3 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul ‘arobi, Beirut, Daarush Shodir, 1997, juz. 14, h. 436 Adapun Mahmud Yunus mengartikannya sebagai penghuni rumah atau keluarga. 4 Sedangkan kata memiliki arti sebagai mengingat atau ingat. 5 Jika dihubungkan merupakan keluarga dari orang yang ingat, artinya ia adalah orang yang ingat. Apabila seseorang ingat berarti orang tersebut mengetahuinya.

c. Tafsir

Munâsabah Ayat Allah telah menagaskan pada surat Al-Abiyâ ayat 7 bahwa, kaum musyrikîn itu tetap tidak beriman. Walau pun Allah telah memberikan mukjizat kepada mereka selain dari al- Qur’ân. Maka pada surat al- Anbiyâ ayat 6 Allah menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi kaum musyrikîn Makkah itu untuk mengingkari bahwa rasul- rasul yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad adalah manusia- manusia biasa yang telah diberi-Nya wahyu. 6 Tafsir Ayat Kalimat pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah manusia biasa dan semuanya laki- laki. Dan mereka adalah manusia pilihan Allah yang diberikan wahyu untuk mereka dan umat mereka. 7 Dalam penafsiran kalimat ini, Quraisy Shihab dalam Tafsir al- Misbah menjelaskan bahwa orang-orang yang ingkar atau yang tidak 4 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013, h. 52 5 Ibid., h. 134 6 Departemen RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Hati 2010, jil. 7, h. 233 7 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001, Juz. 17, h. 16, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang, Kariyath Futiran, ttt, Juz. 3, h. 174, Quraisy Shihab, Tafsir Al- Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Juz. 8, h. 15 mempercayai nabi Muhammad Saw hendaknya bertanya kepada orang-orang yang tahu tentang kerasulan dan kenabiyan kepada orang Yahudi dan Nashrani. Hal ini karena orang Yahudi dan Nashrani lebih tahu terkait dengan kenabiyan dan kerasulan sebab orang Yahudi dan Nashrani sudah lebih daulu ada dan mengetahui tentang kenabiyan dan kerasulan. 8 Mengenai kata ahlu ż żikri di sini ditafsirkan sebagai orang-orang yang tahu atau yang mengetahui akan sesuatu. Sebagaimana Ibnu Katsir yang menafsirkan kata ahlu ż żikri sebagai ahlu ilmi 9 yang mana pengertian ilmun secara bahasa adalah tahu 10 , maka ahlu ż żikri adalah orang yang tahu atau yang mengetahui. Penafsiran kata ahlu żikri pun memiliki penafsiran yang berbeda- berbeda, sebagaimana dalam kitab al-Maraghi, kata ahlu żikri ditafsirkan sebagai ahlu al-kitâb 11 . Adapun keterangan selanjutnya terkait mengenai ahlu al-kitâb adalah orang yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nashrani. 12 Sedangkan Hamka dalam bukunya Tafsir al-Azhar mengemukakan bahwa ahlu żikri ditafsirkan sebagai orang yang ahli peringatan, atau orang yang lebih kuat ingatannya. Adapun Sufyan dan Uyaiynah menafsirkan “Ahli Peringatan” ialah karena mereka ingat akan khabar dan berita nabi-nabi yang terdahulu dan orang Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitâb tentang hal-hal yang berkenaan dengan kenabiyan. 13 Dari penafsiran diatas, Allah memerintahkan para pengingkar tersebut untuk bertanya terkait dengan kerasulan dan kenabiyan karena mereka tidak memiliki pengetahuan terkait dengan dua hal 8 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat, Lentera Hati, 2002, Juz. 8, h. 15 9 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, juz. 3, h. 174 10 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013, h. 278 11 Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 9 12 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001, juz. 17, h. 16 13 Ibid., 2001, juz 17, h. 16 tersebut. Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada ahlu ż żikri. Adapun ahluż żikri dalam ayat ini yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang-orang Yahudi dan Nashrani adalah orang terdahulu dan lebih mengetahui bahwa rasul itu adalah laki-laki. Sebagaimana dalam kitab al-Maraghi pun dijelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada Ahli Kitâb yaitu kaum Yahudi dan Nashrani tentang kerasulan, bahwasanya rasul-rasul yang dikirim Allah itu semuanya adalah manusia. Perintah ini untuk membuat mereka yakin dan percaya bahwa semua rasul Allah laki-laki dan semuanya adalah manusia. 14 Perintah bertanya sebagaimana yang terdapat pada surat al- Anbiyâ ayat 7 ini terdapat juga pada ayat lain bahkan dengan redaksi yang hampir sama. Yaitu yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 43, Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 43: Allah memerintahkan orang yang ingkar untuk bertanya kepada ahlu kitâ sebelumnya apakah yang di kirim kepada mereka seorang rasul atau malaikat? Apabila yang dikirim keapada mereka malaikat maka kamu boleh mengingkari nabi Muhammad namun apabila yang dikirim kepada mereka seorang manusia maka janganlah kamu mengingkari nabi Muhammad. 15 ٤ Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum engkau Muhammad, kecuali orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka 14 Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 14 15 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 2, h. 570 bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Surat an-Nahl [16]: 43 Adapun dalam surat Al-Anbiyâ ayat 7 sebagaimana yang penulis kaji dalam skripsi ini yaitu: Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu Muhammad, melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang- orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui. Surat al-Anbiyâ [21]: 7 Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah mengirim rasul perempuan. Dan bertanyalah kepada ahlu żikri jika kamu tidak mengetahuinya. Dan sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum, wajib baginya untuk bertanya kepada ulama ataupun orang yang memang ahli pada bidang tersebut. Adapun ahlu żikri pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini adalah ahlu al-‘ilmi dari kalangan Yahudi dan Nashrani. 16 Jika kita kaitkan dengan pendidikan maka bertanya merupakan suatu proses pembelajaran. Karena setelah bertanya yang tadinya tidak tahu maka orang yang bertanya tersebut pun menjadi tahu. Dengan demikian tanya jawab merupakan sebuah metode dalam proses pembelajaran. Perintah bertanya juga terdapat dalam ayat lain, seperti dalam surat az-Zukhruf ayat 45, Firman Allah SWT: 16 Ibid. Juz. 3, h. 174 Artinya: Dan tanyakanlah Muhammad kepada Rasul-Rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, Adakah kami menentukan tuhan-tuhan selain Allah yang maha pengasih untuk disembah? . Surat az-Zukhruf [43]: 45 Dalam surat az-Zukhruf ayat 45 ini perintah bertanya yang terdapat di dalamnya adalah perintah kepada orang-orang yang ingkar dan tidak mau menyembah kepada Allah. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah seluruhnya menyeru manusia untuk menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, dan melarang manusia untuk menyembah kepada patung dan andâd. 17 Allah memerintahkan mereka untuk bertanya agar mereka mengetahui kebenarannya. Dari perintah untuk bertanya, dalam ayat lain justru terdapat larangan untuk bertanya. Yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 101. Firman Allah Swt dalam surat al-Mâidah ayat 101: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qurân itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. al-Mâidah [5]: 101 Pada surat al-Mâidah ayat 101 ini, merupakan adab yang harus diikuti oleh orang mukmin, bahwasanya ayat ini melarang orang mukmin untuk bertanya kepada hal yang tidak ada manfaatnya baik dalam hal mempertanyakannya maupun menyelidikinya. Karena jika 17 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 4, h. 127 dijelaskan tentang perkara yang mereka tanyakan bisa jadi akan menjelekkan diri mereka ataupun memberatkan mereka. 18 Tidak hanya dalam al- Qur’ân surat al-Mâidah ayat 101 saja yang melarang untuk banyak bertanya. Dalam beberapa hadits juga terdapat perintah untuk tidak banyak bertanya. Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh yang terdapat dalam shohih Bukhari, yakni; Artinya: B erkata Isma’il berkata kepadaku Malik, dari Abi Zinad dari Al’araji dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda; Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya penyelisihan mereka kepada para nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian Hadits berikutnya yang terkait dengan larangan banyaknya bertanya yaitu hadi ś yang diriwayatkan oleh ayah Abi Waqash yang terdapat dalam riwayat Șahih Muslim.; 18 Ibid, Juz. 3, h. 104 Artinya: Dari Abdulloh Ibnu Yazid Al-Miqri dari Said berkata kepadaku ’Uqoil dari Abu Syihab dari ’Amir ibnu Sa’ad ibnu Abi Waqash dari ayahnya, sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda: ”Sesungguhnya orang islam lebih besar dosanya terhadap kaum muslimin, ialah orang yang menanyakan tentang sesuatu yang belum dilarang mereka mengerjakannya, lalu karena pertanyaannya hal itu menjadi terlarang 19 Selain itu terdapat juga hadi ś yang terkait dengan larangan untuk banyak bertanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang terdapat dalam hadits Şahih Muslim; Artinya: Berkata kepadaku Harmalah Ibnu Yahya At-tujibiy mengabarkan Ibnu Wahab mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab mengab arkan Abu Salamah Ibnu ‘Abdur Rahman dan Sa’id Ibnu Musayyib mereka berdua berkata Abu Hurairah berkata bahwa dia mendengar Rasulullah şallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “apa yang aku larang kamu untuk mengerjakannya, maka jauhilah hentikan. Dan apa aku perintahkan kamu untuk mengerjakannya, maka kerjakanlah seberapa kesanggupanmu. Karena sesungguhnya 19 Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, Jakarta, Bulan Bintang, 1982, Jil. VI, h. 171 yang menyebabkan kamu binasa orang-orang sebelum kamu ialah banyak pertanyaan mereka dan menentang nabi-nabi mereka. 20 Perintah yang terdapat pada surat al-Mâidah ayat 101 merupakan adab dari Allah Swt. kepada hamba-Nya yang beriman dan larangan bagi mereka untuk bertanya dari hal-hal yang tidak ada faidahnya bagi mereka. Dari surat al-Mâidah ayat 101 dan beberapa hadi ś di atas seluruhnya merupakan perintah untuk tidak banyak bertanya namun dengan alasan yang berbeda. Yang mana semua alasan tersebut merupakan perintah dari Allah. Dan semua yang diperintahkan adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan alasan mengapa Allah memirintahkan hal tersebut. Demikian juga terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah, maka hal tersebut pun tidak perlu lagi untuk dipertanyakan mengapa hal tersebut dilarang. Selain itu hal tersebut pun justru akan menyusahkan kamu. Banyaknya bertanya yang terkait dengan hal-hal diatas dapat membinasakan ummat, dan tanda bahwa kita menentang akan apa yang telah diperintahkan Allah dan rasul- Nya kepada kita. Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang tidak seharusnya dipertanyakan. Lalu pertanyaan seperti apakah yang membolehkan untuk bertanya? Dan kepada siapakah kita harus bertanya?. Dalam Surat al-Anbiyâ ayat 7 yang telah dibahas di atas, dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar terhadap rasul Allah itu diperintahkan Allah untuk bertanya kepada ahlu a ż-żikri. Hal tersebut dikarenakan orang- orang yang ingkar tersebut adalah orang-orang yang tidak mengetahui hal-hal yang terkait dengan kenabian. Dan Allah pun meminta mereka untuk bertanya kepada ahlu a ż-żikri. Penafsiran terhadap ahlu aż-żikri adalah ahlul kitâb dan ada juga yang mengartikannya dengan ahlu al- ‘ilmi. Dengan demikian bukan tanpa alasan Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada alhlu al- 20 Fachruddin HS, Ibid., Jil. VI, h. 171 kitâb ataupun ahlu al- ‘ilmi, karena ahlu al-kitâb merupakan orang- orang terdahulu yang telah mengetahui terkait hal-hal kenabian. Dengan demikian seseorang diperintahkan untuk bertanya jika orang tersebut tidak mengetahui akan sesuatu hal seperti pengetahuan atau ilmu. Dan kita diperintahkan untuk bertanya kepada orang yang mengetahui atau orang yang ahli dalam bidang yang ingin kita tanyakan. Dalam al- Qur’ân terdapat juga ayat-ayat yang merupakan pertanyaan dan jawaban. Hal ini juga menandakan bahwa tanya jawab merpakan suatu metode yang bisa dilakukan untuk proses pembelajaran. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’ân surat al- An’âm ayat 63: Artinya: Katakanlah Muhammad, “siapa yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdo’a kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut?” Dengan mengatakan, “sekiranya Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang yang bersyukur. Surat al- An’âm [6]: 61 Dalam ayat lainnya yaitu yang terdapat dalam al- Qur’ân surat Yûnus ayat 15; ٥١ Artinya: Dan apabila kamu dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-orang yang mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, “Datangkanlah kitab selain al-Qur’ân ini atau gantilah”, katakanlah Muhammad, “Tidaklah pantas bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri. aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar kiamat jika mendurhakai Tuhanku. Surat Yûnus [10]: 15 Pada ayat yang pertanya yakni surat al- An’âm ayat 61, pertanyaan pada ayat itu tentang siapakah yang dapat menyelamatkan nabi Muhammad dari bencana. Dan hanya Allah lah yang bisa menyelematkan nabi Muhammad dari bencana. Dari ayat ini bisa kita ambil pelajaran bahwa hanya Allah lah yang mampu menyelamatkan manusia dari berbagai macam bencana. Dan pada ayat yang kedua yaitu pada surat Yûnus ayat 15, pertanyaan yang datang kepada nabi Muhammad adalah pertanyaan dari orang yang tidak mengaharapkan pertemuan dengan Allah. Pertanyaan tersebut adalah agar nabi Muhammad mendatangkan kitab selain al- Qur’ân atau menggantinya saja. dan dengan tegas nabi Muhammad menjawab bahwa ini adalah Firman Allah dan tidak bisa untuk digantikan. Dari kedua ayat tersebut, dan dari surat al-Anbiyâ ayat 7 yang memerintahkan seseorang yang tidak mengetahui akan suatu hal untuk bertanya kepada ahlinya menunjukkan bahwasanya tanya jawab merupakan sebuah metode dalam pembelajaran. Karena ketika memberi jawaban sama halnya dengan sedang memberikan pembelajaran ataupun pengetahuan.

2. Tafsir Surat al-Qâri’ah ayat 1-2

a. Teks dan Terjemahan surat al-Qâri’ah surat ayat 1-2

۞ ۞ : ٥ - ٢ Artinya: Hari kiamat - Apakah hari kiamat itu

b. Kosakata Ayat

Huruf ام pada ayat di atas merupakan Isim istifhâm yang berarti “apa”, yang mana huruf ام merupakan kata tanya yang digunakan untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal. 21 Demikian juga dalam kamus munjid dikatakan bahawa ام menjadi isim istifhâm dan untuk menanyakan hal-hal yang tidak berakal. 22 ةع اقلا terambil dari kata ع ق yang berarti mengetuk. 23 dalam kitab lisaanul arabi karya Imam Jamaluddin Ibnu Fadhil, Ya’qub mengatakn bahwa Al- Qori’ah disini setiap bencana besar yaitu kerusakan. 24 Dalam kitab lisâ nul ‘arabi karya Imam Jamaluddin dikatakan bahwa al-Qâ ri’ah adalah: Artinya: Al-Qâ ri’ah merupakan masa yang dahsyat yaitu bencana

c. Tafsir

Munâsabah Ayat Surat sebelum al-Qâ ri’ah adalah al-„Âdiyât. Dalam surat al- ’Âdiyât merupakan ancaman Allah terhadap orang yang ingkar dan sangat mencintai harta bendanya. Mereka orang yang ingkar tersebut akan mendapatkan balasan yang setimpal dihari pembalasan nanti. Akhir ayat dalam surat al-Âdiyât ditutup dengan. Pada awal surat al- Qâri’ah dimulai dengan penyebutan hari kiamat pula. 25 21 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung, Refika Auditama, 2007, h. 108 22 Al-Munjid , Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987, h. 744 23 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat, Lentera Hati, 2009, Juz. 15, h. 558 24 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul ‘arobi, Beirut, Daarush Shodir, 1997, Jilid. 8, h. 265 25 Departemen RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Hati 2010, Edisi Revisi, jil. X, h. 755 Tafsir Ayat Para mufassir memiliki pendapatnya tersendiri terkait dengan kata al-Qâ ri‘ah. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa al- Qâri’ah merupakan nama dari nama-nama hari kiamat seperti al- Qiyâmah, al-Hâqqoh, at- ıâmmatu, as-Şâkhokh, al-Ġâsyiyah dan lain sebagainya Sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Departemen Agama RI dijelaskan bahwa kata al-Qâ ri’ah terambil dari kata qara ’a- yaqra’u yang berarti mengetuk. Kata al-Qâri’ah juga diartikan sebagai suatu yang keras yang mengetuk sehingga memekakan telinga. Selain itu kata al-Qâ ri’ah sendiri disebutkan empat kali dalam al- Qur’ân dan tiga kali dari kata-kata tersebut terdapat dalam surat al-Qâ ri’ah dan satu kali dalam surat al-Hâqqah ayat empat. 27 Pada ayat in, Allah menyebutkan kata al-Qâ ri’ah, yaitu salah satu nama hari kiamat. Hari kiamat juga disebut al- Qâri’ah karena ia menggetarkan hati setiap orang akibat kedahsyatannya. Kata al- Qâri’ah juga digunakan untuk menyebutkan suatu bencana hebat. Allah berfiman dalam surat ar-Ra ’ad ayat 31: Artinya: Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri” Surat ar-Ra’ad [13]: 31 Maksudnya mereka ditimpa benecana hebat yang mengetuk hati mereka dan menyakiti tubuh mereka, sehingga mereka mengeluh karenanya. 28 Quraisy Shihab dalam bukunya Tafsir al-Misbah mengemukakan bahwa al- Qâri’ah yang berarti mengetuk dikarenakan suara 26 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang: Kariyath Futiran, T.T, Juz. 4, h. 543 27 Departemen Agama RI, Op. Cit., Edisi Revisi, h. 755 28 Ibid, h. 755 menggelegar yang diakibatkan oleh kehancuran alam semesta sedemikian kerasnya sehingga bagaikan mengetuk lalu memekakan telinga bahkan hati dan pikiran manusia. Ketika itulah terjadi ketakutan dan kekalutan yang luar biasa sebagai dampak dari suara yang bagaikan ketukan keras itu. Sementara ulama menegaskan bahwa pengguna bahasa arab Qa r’ah pada ayat menggunakan kata qâ ri’ah dalam arti semua peristiwa yang besar dan mencekam, baik disertai suara maupun tidak. Adapun pengulangan kata qâ ri’ah pada ayat kedua bertujuan menunjukkan rasa heran dan rasa takut yang mencekam. Seakan-akan keadaan ketika itu diilustrasikan walau dalam bentuk sederhana adanya seorang yang mengetuk rumah dengan sangat keras, tidak seperti apa yang selama ini dikenal sehingga yang didalam rumah bertanya sambil ketakutan “siapa yang mengetuk it u”. 29 Pada ayat selanjutnya yakni ayat kedua, Allah mengulang pertanyaan terkait dengan al-Qâ ri’ah dalam bentuk pertanyaan agar manusia memahami akan dahsyatnya kejadian hari kiamat dan huru- hara yang membuat hati kecut, sehingga sulit menggambarkannya dengan tepat dan sulit mengetahui dengan sebenarnya. 30 Dalam Tafsir al-Misbah karya Quraisy Shihab menjelaskan bahwa pertanyaan dalam surat al-Qâ ri’ah ayat 2 ini merupakan pertanyaan untuk memperingati, membuat takut, dan merupakan kecaman akan dahsyatnya hari kiamat. Dan merupakan ilustrasi dari keadaan ketika itu, yaitu dengan adanya orang yang mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya dan tidak seperti biasnya orang yang 29 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz. 15, h. 559 30 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi Revisi, jil. 10, h. 755, Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.17, h. 9 yang mengetuk pintu rumah. 31 Sedangkan dalam tafsir departemen RI pertanyaan dalam ayat ini merupakan pertanyaan untuk meminta perhatian akan dahsyatnya hari kiamat. 32 Pertanyaan dalam surat al- Qâri’ah ayat satu dan dua ini adalah ام yang berarti apa. Pertanyaan dengan menggunakan “apa” biasanya digunakan untuk hal-hal yang tidak berakal. Sedangkan dalam ayat ini pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang memberitahukan bahwa hari kiamat itu benar-benar dahsyat terjadinya. Pertanyaan ini juga merupakan peringatan akan dahsyatnya hari kiamat itu. Pertanyaan dalam surat al- Qâri’ah ayat 2 ini adalah “Apakah hari kiamat itu?”, dengan demikian maka jawabannya merupakan penjelasan tentang hari kiamat. Sebagaimana firman Allah yang tertera pada surat al- Qâri’ah pada ayat selanjutnya yang merupakan jawaban tentang hari kiamat, yakni yang terdapat pada ayat 4 -9; ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ Artinya: Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran ۞ Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. ۞ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, ۞ Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan ۞ Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, ۞ Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. al-Qâ ri’ah [101]: 4-9 Ayat tersebut merupakan penjelasan tentang hari kiamat, sebagai pertanyaan yang terdapat pada ayat 2, yakni “Apakah hari kiamat 31 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz. 15, h. 559 32 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi Revisi, jil. 10, h. 755