Tafsir surat Al-Baqarah 28 Metode Tanya Jawab Dalam Al-Qur'an (Kajian Tafsir Surat Al-Anbiya 7, Al-Qari'ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwir 26-27, Ar-Rahman 13, Al-Baqarah 245

Dari belum ada di dunia kemudian kamu ada ke dunia ini dengan cara dilahirkan. Di ciptakan dari mani dalam Şulbi ayah mu dan dari tarâib ibu mu, berasal dari darah, dan darah tersebut berasal dari makanan hormon, kalori dan vitamin. Kemudian kamu ada dalam rahim ibumu, dikandung ibumu berbulan-bulan dan setelahnya kamu diberi akal. Kamupun lahir ke bumi dan kamu pun bekerja untuk mencukupi keperluan-keperluan hidup kamu dan kemudian Dia pula yang mematikanmu. Dia cabut nyawamu dan dipisahkan dari badanmu. Badan pun dihantarkan kembali kepada asalnya. Datang dari tanah dan kembali ke tanah. 42 Demikian juga yang terdapat dalam tafsir al-Maragi, bahwasanya ayat ini juga berkaitan dengan kejadian manusia, bahwasanya manusia pada mulanya adalah mati dan kemudian Allah menghidupkannya dan memberikan akal untuk berfikir dan memahami akan berbagai hal. Kemudian Allah mematikan kembali dengan mencabut nyawa manusia ketika ajal sudah tiba. Dan setelah mati Allah kembali menghidupkan manusia untuk kedua kalinya. Kehidupan ini jauh lebih tinggi dan sempurna. Tapi kehidupan ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berjiwa bersih dan beramal shalih ketika di dunia. Dan di tempat itupulalah amal manusia dibalas dan dihitung. Hal ini menunjukkan bahwasanya Allah Maha Kuasa akan segala nikmat-nikmatnya. Hal ini juga merupakan sebuah kejelasan bagi mereka yang mengingkari dan tidak mau beriman kepada Allah. 43 Ayat ini merupakan peringatan dari Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman tentang beberapa hal, yaitu: a. Allah maha menghidupkan dan mematikan, kemudian membangkitkannya kembali setelah mati. Hanya kepa-Nyalah semua makhluk kembali. 42 Hamka, Tafsir Al-Azhar,Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001, juz. 1, h. 194 43 Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.30, h. 127-128 b. Hendaknya manusia tidak hanya mementingkan duniawi saja. Karna hidup yang sebenarnya adalah di akhirat nanti. Hidup didunia merupakan hidup untuk mempersiapkan hidup yang lebih baik lagi nanti. c. Allah lah yang menentukan ukuran, dan batas waktu kehidupan makhluk, seperti kapan suatu makhluk harus ada, bagaimana keadaannya, kapan akhir adanya dan sebagainya. 44 Kaifa disini merupakan bagian dari adawâtul istifhâm yang mana lazimnya digunakan untuk menanyakan tentang keadaan seseorang. Namun dalam ayat ini penggunaan istifhâm digunakan untuk ta’ajjub yaitu keheranan atau kagum. Dalam hal ini Allah ingin membuat orang yang ingkar terebut menjadi ta ’ajjub kepada Rasul dan mengakuinya. Pertanyaan ini juga merupakan pertanyaan epistimologi. Epistimologi adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Yaitu bermaksud membecirakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Sementara itu, ada juga yang menyebut epistimologi sebagai filsafat ilmu. Karena itu, epistimologi berkecenderungan berdiri sendiri, yaitu yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa epistimologi berusaha membedah pengetahuan tentang dirinya sendiri dan berusaha mengetahui metode dan sumber untuk mendapatkan pengetahuan itu. 45 Contoh, “Bagaimana kamu dapat pengetahuan tentang itu?”.

4. Tafsir Surat At-Takwîr Ayat 26-27

a. Teks dan Terjemaham Surat At-Takwîr ayat 26-27

44 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi Revisi, jil. 1, h. 70 45 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, AR-Ruz Media, 2014, h. 31 ۞ ۞ :ريوكتلا ةروس ٧٦ - ٢٧ Artinya: Maka ke manakah kamu akan pergi - al Qur’ân itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam

d. Kosakata Ayat

Kata يا memiliki arti “mana?”. Dalam kaidah nahwu huruf يا merupakan huruf istifhâm yang digunakan untuk menanyakan ا م yaitu tempat. 46 Dalam hal menanyakan tempat, dalam bahasa Indonesia ada dua kata tanya yaitu kemana dan dimana. Adapun kata يا pada ayat ini memiliki arti kemana. Dalam kamus Munjid dikatakan bahwa يا merupakan isim ťaraf dan digunakan untuk menanyakan tempat. 47 Kata żikrun memiliki arti mengingat, nama baik, dan zikir. 48 Dalam Lisâ nul ‘Arabi karya Imam Jamaluddin Abul Fadhil menyatakan bahwa żikrun adalah hafal akan sesuatu yang di ingatnya, dan żikrun juga memiliki arti sesuatu yang ditetapkan oleh perkataan artinya żikir adalah menetapkan sesuatu dalam perkataan. 49

e. Tafsir Surat At-Takwîr

Munâsabah Ayat Pada ayat-ayat yang sebelumnya yaitu surat At-Takwîr ayat 1- 13, Allah menjelaskan kedahsyatan hari kiamat, kemudia menerangkan bahwa manusia ketika itu melihat amal perbuatannya di dunia sebaga suatu fakta kenyataan dan dapat membedakan mana amal perbuatan yang diterima dan mana yang ditolak. Pada ayat-ayat berikutnya, Allah menjelaskan bahwa apa-apa yang disampaikan oleh 46 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung, Refika Auditama, 2007, h. 109 47 Al-Munjid , Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987, h. 23 48 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indoensia, Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013, h. 134 49 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul ‘arobi, Beirut, Daarush Shodir, 1997, jil. 4, h. 308 Muhammad yaitu al- Qur’ân yang diturunkan kepadanya, adalah ayat- ayat yang jelas yang memberikan petunjuk kepada jalan kebahagiaan. Apa-apa yang dituduhkan oleh orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa Muhammad itu hanya seorang tukang sihir, orang gila, pendusta, atau penyair, adalah dusta yang timbul karena rasa permusuhan, kedengkian dan kedewasaan mereka. Tafsir Ayat Awal kata pada ayat di atas adalah kata tanya dengan menggunakan aina. Al-Maraghi mengartikan makna “aina tażhabun” yaitu jalan manakah yang hendak kalian tempuh edang bukti kebenaran telah membuktikan bahwa mereka bersalah 50 . Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa pada ayat ini merupakan sebuah peringatan kepada manusia, bahwa kemana ia akan pergi? Maksudnya kemana akal kalian akan pergi ketika kalian mendustakan al-Quran ini. Yang mana al- Qur’ân ini sudah benar- benar nyata akan kebenarannya. Adapun Qatadah mengatakan bahwa “aina tażhabûn” yaitu pergi dari kitab Allah artinya mereka tidak lagi ta’at kepada Allah. 51 Ayat ini mengarah kepada orang-orang yang ingkar akan utusan Allan dan menolak wahyu Allah. Maka mereka dikecam dengan ayat ini dengan firman Allah “maka kemanakah kamu akan pergi?” yakni jalan apa yang kamu akan kamu tuju sehingga kamu memberikan tuduhan yang tidak benar dan berpaling darinya? Atau mau kemana kamu akan pergi, padahal al- Qur’ân adalah petunjuk karna tidak ada jalan keselamatan selain darinya. 52 Allah menerangkan bahwa orang-orang Quraisy telah sesat, dan jauh dari jalan kebenaran, serta tidak mengetahui jalan yang benar. 50 Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974 juz.30, h. 111 51 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang, Kariyath Futiran, ttt,Juz. 4, h. 480 52 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz 15, h. 112 Sehingga Allah bertanya kepada mereka “maka kemanakah kamu akan pergi?” maksudnya ialah setelah dijelaskannya bahwa al-Qur’ân itu benar-benar diturunkan oleh Allah dan al- Qur’ân benar-benar merupakan petunjuk, bimbingan, pedoman hidup dan di dalamnya terdapat pelajaran dan petunjuk. Maka pertanyaan dalam firman ini, “jalan manakah yang kamu akan kamu tempuh lagi? Merupakan peringatan kepada orang kafir 53 Sedangkan “żikrun lil ‘âlamîn” yakni al-Qu’an ini merupakan peringatan bagi seluruh manusia dengan kata lain al- Qur’ân ini merupakan pelajan dan nasihat untuk seluruh manusia. 54 Namun demikian, jika itu kehendak kamu silakan saja karena al- Qur’ân itu tidak lain hanyalah peringatan dan bahan pelajaran bagi semesta alam, yaitu bagi siapa diantara kamu yang hendak menempuh jalan yang lurus dan menemukan kebenaran dan kebahagiaan. 55 Dan pada ayat selanjutnya Allah menyatakan bahwa al- Qur’ân ini tidak lain hanya peringatan bagi alam semesta, bagi mereka yang mempunyai hati cenderung kepada kebaikan. Namun demikian tidak semua manusia dalam mengambil manfaat dari al- Qur’ân ini. 56 Al- Qur’ân juga merupakan petunjuk bagi semua makhluk yang mengingatkan mereka kepada apa yang telah tertanam dalam tabi’at mereka tentang kecintaan kepada kebaikan. Adapun penyebab kelalaian mereka dalam mengingat hal itu tidak lain karena kebiasaan buruk telah mewarnai mereka. 57 Kalimat tanya pada ayat ini merupakan merupakan pertanyaan yang berupa peringatan. Allah memeperingatkan mereka melalui 53 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, Edisi Revisi, jil. 10, h. 571 54 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Semarang, Kariyath Futiran, ttt,Juz. 4, h. 480 55 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat Lentera Hati, 2002, Juz 15, h. 112-113 56 Departemen RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya Jakarta, Lentera Hati 2010, jil. 10, h. 571 57 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Terjemah Tafsir Al-Maroghi, Semarang, Toha Putra Semarang, 1974, juz. 30, h. 111 pertanyaan “Kemana kamu akan pergi?”. Dalam hal ini Allah sudah memberikan petunjuk kepada Manusia melalui kitab al- Qur’ân, petunjuk yang nyata dan benar tapi manusia justru mereka malah ingkar terhadap al- Qur’ân yang telah diturunkan oleh Allah. Pertanyaan ayna digunakan untuk menanyakan tempat, sebagaimana pada ayat ini “mau kemana kamu akan pergi?” dengan demikian jawaban dari pada pertanyaan tersebut tentulah tempat yaitu tempat yang akan mereka tuju atau tempat mereka akan pergi.

5. Tafsir Surat Ar-Rahmân ayat 13

a. Teks dan Terjemahan surat Ar-Rahmân ayat 13

Artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang mana kah yang kamu dustakan?

b. Kosakata Ayat

Kata ّا memiliki arti “sesuatu apa”. Ayyun bisa menjadi syarat jâ zimah fi’layni contoh: ayyan tađrib ađrib dan bisa juga menjadi istifhâm contoh: ayyukum atâ? Dan menjadi maushul contoh: sallim ‘alâ ayyuhum afđol, dan seterusnya. 58 Kata ayyun dalam ayat ini menjadi adatul istifhâm karena ayyun dalam ayat ini meminta pengkhususan akan suatu hal yang didustakan. Dalam kaidah ilmu nahwu “ayyun” merupakan kata yang digunakan untuk menanyakan dengan mengkhususkan salah satu dari dua hal yang berkaitan. 59 Selanjutnya ءاا merupakan bentuk jama’ dari kata يلاا, ataupun يلاا, ataupun ّاا yang memiliki arti sebagai ة عِّلا yakni nikmat. 60 58 Al-Munjid, Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987, 22 59 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung, Refika Auditama, 2007, h. 109 60 Al-Munjid, Loc. Cit., h. 17