Metode Tanya Jawab Dalam Al-Qur'an (Kajian Tafsir Surat Al-Anbiya 7, Al-Qari'ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwir 26-27, Ar-Rahman 13, Al-Baqarah 245

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Syifa Syarifah NIM 1112011000107

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Al-Qur`ân merupakan pedoman hidup manusia dalam berbagai persoalan, demikian juga yang terkait dengan persoalan pendidikan. Terkait pendidikan tentunya tidaklah luput dari proses pembelajaran, metode pembelajaran, materi pembelajaran, evaluasi dan lain-lain. Metode pembelajaran tidak kalah pentingnya dari penguasaan materi pembelajaran.

Dalam ayat al-Qur`ân, banyak kita temui ayat dengan jawabnya secara langsung. Hal ini mengindikasikan bahwasanya metode tanya jawab merupakan salah satu metode pembelajaran. Sebagaimana yang terkandung dalam Surat al-Anbiyâ ayat 7, al-Qâri‟ah ayat 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245. Namun pada pelaksanaan pembelajaran, metode tanya jawab semakin jarang digunakan oleh para pendidik. Pada proses pembelajaran siswa pun cenderung pasif dan minim rasa ingin tahu baik melalui membaca ataupun bertanya. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tafsir serta kandungan metode tanya jawab yang terdapat dalam surat al-Anbiyâ ayat 7, al-Qâri‟ah ayat 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan dengan teknik analisis deskritif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan pembahasan dan permasalahanya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.

Bedasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya dalam Surat Al-Anbiyâ ayat 7, Al-Qâri‟ah ayat 1-2, Al-Baqarah 27, At-Takwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245 mengindikasikan adanya metode tanya jawab. Pada surat al-Anbiyâ ayat 7, terdapat perintah untuk bertanya apabila seseorang tidak mengetahui akan suatu hal. Sedangkan dalam menggunakan metode tanya jawab, pendidik dapat menggunakan jenis-jenis pertanyaan seperti pertanyaan yang meminta perhatian, pertanyaan yang mengandung peringatan, pertanyaan ta’ajjub, pertanyaan analisa, pertanyaan argumentasi, pertanyaan yang mengarahkan dan pertanyaan yang diberikan saat diawal pelajaran, ditengan pelajaran, dan diakhir pelajaran.


(7)

ii Alhamdulillahirobbil’al

sebagai rasa syukur penulis kepada Allah Swt atas segala rahmat, anugerah dan ridho-Nya lah skripsi yang berjudul “Metode Tanya Jawab dalam al-Qur‟ân (Kajian Tafsir Surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri‟ah 1-2, Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245)” bisa terselesaikan. Karena dengan nikmat kesehatan dari-Nya lah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada kekasih Allah, pejuang agama Islam, nabi akhir zaman, guru terhebat sepanjang sejarah dan uswah hasanah bagi umatnya yaitu nabi besar kita Muhammad Saw, dan juga kepada keluarga, sahabat dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis tidaklah menyelesaikan dengan sendirian. Akan tetapi banyak pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Baik dalam bentuk bimbingan, arahan, motivasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada;

1. Rektor Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

2. Ketua Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Abdul Majid Khan, M.Ag. 4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Abdul Ghofur, MA. yang senantiasa telah

menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(8)

iii

6. Seluruh Dosen Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Untuk orang tuaku tercinta, Ayahanda Saljum Siregar, S.Pd dan Ibunda Arwati,

S.Pd, bukan hanya materi yang telah beliau berdua beikan tetapi juga do‟a

dengan penuh ketulusan dari ayah dan mama serta motivasi dan dukungan moril dalam setiap langkah penulis khususnya dalam penulisan skripsi ini.

8. Kepada adik ku Ahmad Balyan yang karena candaan dari-nya lah maka penulis pun termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada segenap keluargaku, ua, tulang, nantulang, bou, amaboru, abang, kaka, dan adik yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini 10.Untuk segenap keluarg besar PAI UIN‟12 khususnya PAI C UINJKT yang

senantiasa bersama-sama berjuang, dan berjuang bersama dan saling bertukar pikiran dalam pengerjaan skripsi ini.

11.Tak lupa pula kepada sahabat yang selalu mensupport, menemani, berkeluh kesah selama penulisan skripsi ini, terimakasih kepada Rini F, Ranty TK, Fuji I., Zairina, Nurmala, serta Een H.

12.Dan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatunya. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan atas kerja sama, dukungan, bantuan, dorongan dan kesetiaan selama ini.

Sekali lagi penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. ءاز ْلا ن ْحا و اًرْيثك اًرْيخ ها مكازج

Jakarta, 20 Desember 2016


(9)

iv Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Huruf Latin

ا Tidak

dilambangkan

ث Ś

خ Kh

ذ Ż

Sy

ص ș

ض đ

2. Vokal Tunggal

3. Madd (Panjang)

Huruf Arab Huruf Latin

ط ţ

ظ ť

ع „

غ ģ

ة h

Tanda Huruf Latin A

I u

Tanda dan Huruf Huruf Latin

ۑ

ai

َی

ُو au

Harakat dan Huruf Huruf Latin

ۑ

î

ُى


(10)

v LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah... 10

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Metode Tanya Jawab ... 12

B. Tehnik Penggunaan Metode Tanya Jawab ... 15

C. Prosedur Pelaksanaan Metode Tanya Jawab ... 22

D. Implementasi Metode Tanya Jawab ... 29

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Fokus Penelitian ... 33

D. Prosedur Penelitian ... 34 BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Al-Anbiyâ ayat 7, Al-Qâri’ah ayat 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245


(11)

vi 2. Tafir Surat Al-Qâri’ah 1-2

a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Qâri’ah ayat 1-2... 47

b. Makna Kosa Kata Inti ... 48

c. Tafsir Surat Al-Qâri’ah 1-2 ... 48

3. Tafir Surat Al-Baqarah ayat 28 a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Baqoroh ayat 28 ... 52

b. Makna Kosa Kata Inti ... 53

c. Tafsir Surat Al-Baqoroh ayat 28 ... 54

4. Tafir Surat At-Takwîr ayat 26-27 a. Teks dan Terjemahan Surat At-Takwîr ayat 25-27 ... 57

b. Makna Kosa Kata Inti ... 58

c. Tafsir Surat At-Takwîr ayat 26-27 ... 58

5. Tafir Surat Ar-Rahmân ayat 13 a. Teks dan Terjemahan Surat Ar-Rahmân ayat 13... 61

b. Makna Kosa Kata Inti ... 61

c. Tafsir Surat Al-Rahmân ayat 13 ... 62

6. Tafir Surat Al-Baqarah 245 a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Baqarah 245 ... 65

b. Makna Kosa Kata Inti ... 65

c. Tafsir Surat Al-Baqarah 245... 66

B. Analisis Metode Tanya Jawab yang terdapat dalam surat Anbiyâ 7, Al-Qâri’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245 1. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Anbiyâ ayat 7 ... 69

2. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Qâri’ah ayat 1-2 ... 72

3. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Baqarah ayat 28 ... 75

4. Metode Tanya Jawab dalam Surat At-Takwîr ayat 26-27 ... 77


(12)

vii

B. Implikasi ... 88 C. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN


(13)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidaklah luput dari masalah pendidikan. Maka dari itu debat akademik menganai pendidikan tidak pernah selesai. Hal inilah yang membuat perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari nilai-nilai luhur yang dicita-citakan. Manusia juga mampu membuat pertanyaan-pertanyaan yang menjadikan perkembangan pendidikan semakin maju dan semakin modern untuk mencari makna luhur yang dita-citakan tersebut. Akan tetapi, manusia belum mendapatkan jawaban final yang memuaskan hidupnya.1

Sebagaimana diketahui al-Qur`ân adalah mukjizat yang diturunkan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang benar. Al-Qur`ân merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam berbagai persoalan kehidupan. Karena al-Qur`ân merupakan kitab universal dan menyeluruh yang berlaku untuk semua kehidupan manusia dari berbagai aspek kehidupan. Kitab suci al-Qur`ân juga diperkuat dengan kemujuan ilmu pengetahuan.2 Al-Qur`ân disebut juga al-Kitâb, adalah wahyu–wahyu-Nya yang diturunkan Allah kepada rasulnya melalui perantara malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada manusia.3 Al-Qur`ân merupakan petunjuk bagi manusia, didalamnya juga terdapat berbagai macam solusi untuk berbagai permsalahan kehidupan. Islam telah mengatur segala kehidupan manusia dari hal yang terkecil maupun persoalan yang besar, dan tak terkecuali persoalan pendidikan.

1 Mastuhu, Memperdayakan Sistem Penddikan Islam, (Ciputat, Logos; 1999), h. 29

2 Manna Khalil al-Qattan, buku

Studi Ilmu – Ilmu Qur’an terj. Dari Mabaahist fii „Ulumil

Qur’an oleh Mudzakir AS, (Bogor; Pustaka Litera Antar Nusa, 2010). Cet. 13, h 1


(14)

Isi kandungan al-Qur`ân mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Didalamnya tak hanya dibahas soal akidah melainkan juga soal hukum. Al-Qur`ân juga bukan hanya membahas sejarah umat terdahulu namun juga soal etika dan akhlak. Al-Qur`ân membahas nilai etis dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan. Disebut nilai etis karena al-Qur`ân misalnya tak membahas soal sistem pemerintahan dan sistem ekonomi tertentu.4 Hal ini menyatakan bahwa al-Qur`ân merupakan kitab yang dijadikan pedoman dan dijadikan rujukan dalam berbagai hal dan permasalahan kehidupan. Tak terkecuali dalam hal pendidikan khususnya pendidikan Islam. Pendidikan Islam hendaklah merujuk kepada al-Qur`ân dalam berbagai hal. Seperti, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sikap pendidik dan peserta didik, dan lain sebagainya.

Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses transfer budaya dari generasi tua kepada generasi muda, maka proses turunnya al-Qur`ân merupakan panduan bagi umat Islam dan secara kesuluruhan merupakan bagian dari proses pendidikan. Ini disebabkan setiap kali rasulullah menerima wahyu langsung disampaikan kepada pengikutnya. Selain itu al-Qur`ân diturunkan secara berangsur-angsur sebagaimana proses pendidikan yang berlangsung secara perlahan. Dengan demikian maka nabi Muhammad Saw adalah pendidik utama dalam Islam. Bahkan dalam beberapa ayat al-Qur`ân ditegaskan bahwa tugas rasul adalah yang mengajarkan kitab, hikmah, dan segala yang tidak diketahui umatnya.5 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 129;

Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka

4 Lilik Ummu Kaltsum dan Abdul Maqsith Ghazali, Tafsir Ahkam, (Ciputat, UIN PRES;

2015), h. 10

5 Profesi Guru dalam Lintasan Sejarah Islam (Refleksi Undang-Undang Guru dan Dosen,


(15)

Mu, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Selanjutnya Firman Allah yang terdapat dalam surat Al-Jumu’ah 2;

Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (as Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata

Adapun Moh. Arifin dalam bukunya Ilmu Pedidikan Islam berpendapat bahwa:

“pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah peserta didik melalui ajaran Islam kearah titik pertumbuhan dan perkembangannya”.6

Selain itu, Omar Muhammad al- Toumy al-Syaibani berpendapat bahwa pendidikan adalah:

“Proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakt, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi – profesi asasi dalam

masyarakat”7

Ali Khalil al-Ainaini juga memberikan pendapatnya terkait dengan pendidikan yaitu sebagai berikut:

“Pendidikan Islam berusaha menjadikan peserta didiknya menjadi hamba Allah yang sholeh, menjadi muslim dan mukmin, yang hanya mengharapkan keridhoan Allah, berpikir sampai ketingkat ma’rifat Allah,

6 Moh. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bui Aksara; 1989), h. 22

7 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Rawamangun, Kencana Prenada Media Grup; 2010),


(16)

memegang teguh sunnah, dan tidak memperturutkan hawa nafsu, tidak mau bertaqlid, memiliki pribadi yang seimbang, berpegang teguh dengan

nama Allah, sehat jasmani, berakhlak, berjiwa seni dan berjiwa social.”8 Pendidikan Islam merupakan suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT., cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan Negara serta agama.9

Sedangkan tujuan pendidikan Islam, Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam mengatakan bahwasanya tujuan pendidikan Islam tidak lah terlepas dari pada tujuan hidup manusia.10 Adapun tujuan hidup manusia tidak lain adalah menyembah kepada Allah SWT. sebagaimana Firman Allah dalam surat adz-Dzariyât ayat 56:

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.

Hal ini dikarenakan tujuan hidup manusia merupakan sasaran daripada tujuan pendidikan Islam yaitu menyembah kepada Allah.

Pendidikan lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan kepribadian manusia yang memiliki ruang lingkup pada proses yang mempengaruhi dan membentuk kemampuan kognitif, dan afektif serta psikomotorik dalam diri manusia.11 Adapun menurut penulis pendidikan merupakan cara untuk terwujudnya peserta didik yang taqwa dan hanya menyembah kepada Allah Swt dan menjadi manusia yang berilmu serta berkepribadian yang cakap.

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untuk mengantarkan pendidikan kepada tujuannya. Bagaimana pun baik dan

8 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h. 120

9 Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press,

2002), h 3

10

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta, Pustakan al-Husna, 2008), h. 27


(17)

sempurnya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam proses pembelajarannya. Ketidak tepatan memilih metode secara praktis akan menghambat proses pembelajaran, yang akhirnya justru berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Metode merupakan persoalan esensial pendidikan Islam, yaitu tujuan pendidikan dapat tercapai secara tepat, apabila jalan yang ditempuh menuju cita-cita itu betul-betul tepat.12

An-Nadwi mempertegas bahwa pendidikan dan pengajaran ummat Islam itu harus bersumber kepada aqidah Islamiya. Menurut beliau lagi sekiranya pendidikan ummat Islam itu tidak didasari kepada aqidah yang bersumber kepada al-Qur`ân dan al-Hadits, maka pendidikan itu bukanlah pendidikan Islam, tetapi pendidikan asing.13 Oleh sebab itu maka pendidikan Islam hendaknya didasari oleh al-Qur`ân dan al-Hadits dikarenakan al-Qur`ân dan al-Hadits merupakan dasar dari pendidikan Islam.

Pengajaran lebih menitik beratkan usahanya kearah terbentuknya kemampuan intelektual yang maksimal dalam menerima, memahami, mengahayati, dan menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan.14 Proses pembelajaran dapat diartikan bukan hanya proses transformasi ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman dan keterampilan kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan dan membina seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Proses pembelajaran tersebut harus berjalan secara efektif yaitu proses pembelajaran yang, menyenangkan, bergairah dan penuh motifasi tidak membosankan serta menciptakan kesan yang baik pada diri peserta didik.15

12 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta, Ar Ruzz Media, 2014),h 103

13 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 281

14 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2010), cet. 5, h 91

15 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Presfektif Al-qur’an, (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005),


(18)

Proses pembelajaran merupakan inti dari pendidikan. Yang mana pendidik sebagai aktor utama dalam proses pembelajarannya. Proses pembelajaran banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dapat terjadi dalam berbagai model, pendekatan, maupun metode pembelajaran yang akan digunakan.16

Dengan demikian seorang pendidik hendaknya memperhatikan betul hal-hal inti dalam proses pembelajaran, untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Seorang pendidik tidak hanya sekedar menguasai materi yang akan diajarkan. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pembelajaran pun harus dikuasai oleh seorang pendidik, tidak hanya penguasaan materi saja, pendidik juga harus menguasai metode pembelajaran yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik. Karena melalui metode seorang pendidik bisa mengantarkan kepada hasil yang diharapkan oleh pendidik dan tercapainya tujuan pembelajaran.

Untuk itu seorang pendidik hendaknya menguasai berbagai metode yang akan digunakan dalam suatu mata pelajaran, seperti bercerita, bertanya, mendemonstrasikan, mencobakan, memecahkan masalah, mendiskusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan islam pada zaman dahulu sampai sekarang, dan mempelajari prinsip metodologi dalam ayat-ayata al-Qur`ân dan as-Sunnah Rasulullah.17 Demikian juga Omar at-Toumy as-Syaibany dalam bukunya Filsafat Pendidikan menyebutkan beberapa metode pembelajaran diantaranya; metode pengajaran sambil bekerja, metode cerita, metode tauladan yang baik, metode pengajaran dari sejarah, metode pemberian perumpamaan (amstal), metode menarik dan menakutkan, metode dialog dan tanya jawab.18 Adapun Abd. Rahwan an-Nahlawi menggali prinsip-prinsip mengajar dalam al-Qur`ân. Dari hasil tersebut ia temukan berbagai metode

16 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung),

cet.24, h 4

17 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 280

18 Omar Muhammad al-Toumy al-Syaybany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. (Jakarta, Bulan


(19)

pembelajaran dalam al-Qur`ân yang dapat menggungah perasaan dalam rangka menambahkan rasa iman dan cinta kepada Allah SWT., rasa nikmatnya beribadah, rasa hormat kepada orang tua dan sebagainya.19

Dalam al-Qur`ân tidak sedikit ayat-ayat dalam bentuk pertanyaan atau yang kita kenal dengan al-Istifhâmu fil Qur’an, baik pertanyaan dengan menggunakan adawâtul Istifhâm ataupun dengan pertanyaan yang jawabannya lebih umum dari pertanyaannya, ataupun pertanyaan dengan jawaban yang lebih sempit dari apa yang ditanyakannya.20

seperti yang terdapat dalam al-Qur`ân diantaranya Qur’an surat al-A’rof ayat 172:

Artinya: Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belulang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka seraya berfiman: “Bukankah Aku ini tuhanu?” mereka menjawab: Betul Engkau tuhan kami, kami bersaksi,” (kami melakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”.

Selanjutnya yang terdapat dalam Qur’an surat al-Ankabut 61:

Artinya: Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?”, pasti mereka akan menjawab “Allah”. Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran).

19 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2014), edisi baru, h. 428

20

Manna Khalil al-Qattan, buku Studi Ilmu – Ilmu Qur’an terj. Dari Mabaahist fii „Ulumil


(20)

Ayat-ayat di atas merupakan ayat dalam bentuk pertanyaan. ayat dalam bentuk pertanyaan pun masih banyak lagi selain dari ayat-ayat tersebut di atas. Ayat-ayat al-Qur`ân dalam bentuk tanya jawab bukanlah tanpa maksud dan tujuan. Ayat al-Qur`ân dalam bentuk tanya jawab tentu memiliki maksud dan tujuan di dalamnya. Dengan demikian dapat di pahami bahwasanya ayat-ayat dalam bentuk pertanyaan mengindikasikan bahwasanya tanya jawab merupakan suatu proses pembelajaran dan merupakan metode pembelajaran.

Moh. Uzer Usman dalam bukunya menjadi pendidik profesional, terdapat 6 keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu; keterampilan bertanya (questioning skills), keterampilan memberi penguatan (reinforcement skills), keterampilan mengadakan variasi (variation skills), keterampilan menjelaskan (explaining skills), keterampilan membukan dan menutup pelajaran (set induction and closure), keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, keterampilan mengejar perseorangan. Keterampilan bertanya menjadi point pertama, hal tersebut dikarenakan bertanya dalam proses belajar mengajar menjadi hal yang penting karena pertanyaan yang tersusun dengan baik dan tehnik yang tepat akan memberikan dampak positif bagi peserta didik. 21

Seorang pendidik pun hendaknya bisa memotivasi peserta didiknya untuk berani bertanya agar tidak sesat dijalan, hal demikian pernah berkali-kali dilakukan oleh Nabi Saw dalam mengajarkan sesuatu pengertian atau pengetahuan keimanan, ke-islaman ataupun ke-ihsanan serta masalah hukum syara’ dan lain sebagainya.22 Dengan demikian kemampuan bertanya amatlah diperlukan bagi seorang pendidik. Seorang pendidik haruslah bisa mengajak peserta didiknya untuk lebih aktif dalam pembelajaran.

Dengan berkembangnya zaman tidak hanya teknologi saja yang berkembang, metode pembelajaran pun semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan banyaknya metode baru yang digunakan dalam proses pembelajaran.

21

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h 74


(21)

hal ini pun menjadikan seorang pendidik mulai jarang menggunakan metode tanya jawab ini dan lebih senang menggunakan metode-metode yang baru.23

Dalam proses pembelajaran, pertanyaan baik yang datang dari peserta didik maupun yang datang dari pendidik memiliki keutamaannya tersendiri. Karena pertanyaan yang datang dari seorang pendidik dapat menggugah rasa ingin tahu peserta didik lebih mendalam lagi. Melalui pertanyaan pendidik juga mengajak peserta didiknya untuk berfikir dan tidak pasif selama proses pembelajaran. Karena tak jarang dari peserta didik yang cenderung pasif dan menerima sepenuhnya materi yang diberikan oleh pendidik tanpa menggali lebih dalam lagi terkait materi yang berikan oleh pendidik baik melalui embaca ataupun bertanya.24 Sedangkan pertanyaan dari seorang peserta didik merupakan bentuk bahwasanya peserta didik tersebut merespon akan materi yang diberikan oleh pendidik.

Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwasanya at-Thoriqu ahammu minal mâddah (metode lebih penting dari pada materi). Selain itu al-Qur`ân merupakan pedoman kehidupan manusia dan juga sumber pendidikan Islam. Dengan demikian pemilihan metode pembelajaran menjadi point penting yang harus diperhatikan oleh pendidik. Mengingat bahwasanya al-Qur`ân dan as-Sunnah merupakan sumber pendidikan Islam maka metode pembelajaran pun hendaknya bersumber dari al-Qur`ân dan as-Sunnah. Berangkat dari latar belakang serta uraian masalah tersebut maka penulis mengabil judul ”METODE TANYA JAWAB DALAM AL-QUR’ÂN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-ANBIYÂ 7, AL-QÂRI’AH 1-2, AL-BAQARAH 28, AT-TAKWÎR 26-27, AR-RAHMÂN 13, AL-AL-BAQARAH 245)”

23

Pengalaman PPKT

24


(22)

B.

Identifikasi Masalah

a. Pendidik mulai jarang menggunakan metode tanya jawab dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran agama Islam.

b. Kurangnya pengetahuan tentang metode-metode pembelajaran yang terdapat dalam al-Qur`ân khususnya metode tanya jawab.

c. Masih banyaknya dari peserta didik yang minim rasa ingin tau dan menggali lebih dalam terkait materi yang diberikan pendidik.baik melalui membaca ataupun bertanya.

C.

Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi masalah di atas, penulis akan membatasi beberapa hal yang berkatian dengan masalah, yaitu:

1. Tafsir surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245

2. Metode Tanya Jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-al-Baqarah 245

D.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana penafsiran dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-al-Baqarah 245?

2. Bagaimana analisis metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245?

3. Bagaimana implementasi metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 pada proses pembelajaran?


(23)

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Tafsir surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245

2. Metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah

1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 3. Bagaimana implementasi metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7,

al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 pada proses pembelajaran?

F.

Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan :

1. Menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan, serta membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.

2. Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang pendidikan dalam al-Qur`ân, serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami al-Qur`ân sebagai petunjuk.

3. Bisa dijadikan acuan dan bahan pertimbangan bagi seorang pendidik dalam memilih metode pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun pendidikan non formal

4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat terkait dengan metode tanya jawab yang terkandung dalam al-Qur`ân


(24)

12

A.

Pengertian Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah metode yang sering dipakai oleh para nabi dan para rosul Allah dalam mengajarkan agama kepada ummatnya. Bahkan par ahli pikir atau filsuf pun banyak mempergunakan metode tanya jawab. Oleh karena itu, metode ini termasuk metode yang paling tua dalam dunia pendidikan/pengajaran disamping metode cermah. Efektifitas metode ini lebih besar dari metode-metode yang lain, apalagi jika dibanding dengan metode yang bercorak one man one show seperti pidato, ceramah, dan sebagainya. Dengan tanya jawab, pengertian dan pengetahuan anak didik dapat lebih dimantapkan sehingga segala bentuk kesalah pahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari.1 Metode tanya jawab dapat membimbing orang yang ditanya untuk mengemukakan kebenaran dan hakikat yang sesungguhnya.2

Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan, yang dikemukakan oleh pendidik yang harus dijawab oleh peserta didik. Menurut sejarahnya metode ini termasuk metode yang tertua. Socrates yang hidup pada tahun 469-399 SM misalnya, telah menggunakan metode tanya jawab ini dalam mengembangkan pemikiran filsafatnya serta dalam mengajarkannya kepada masyarakat Yunani saat ini.3

Metode tanya tanya jawab merupakan suatu cara mengajar dimana seorang pendidik mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah

1 Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2010),

h 172

2 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, KENCANA, 2008), h 187

3 Abuddin Nata, Presfektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, KENCANA, 2014),


(25)

mereka baca. sedangkan peserta didik memberikan jawaban berdasarkan fakta.4

Metode tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik memberikan jawaban, atau sebaliknya peserta didik diberi kesempatan bertanya dan pendidik yang menjawab pertanyaan. Dalam proses pembelajaran melalui tanya jawab, pendidik memberikan pertanyaan–pertanyaan atau peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanya terlebih dahulu pada saat proses pembelajran, pada saat memulai pembelajaran, pada saat pertengahan atau pada akhir pembelajaran.5

Dalam praktiknya, metode tanya jawab ini dimulai dengan mempersiapkan pertanyaan yang diangkat dari bahan pelajaran yang akan diajarkan, mengajukan pertanyaan, menilai proses tanya jawab yang berlangsung, dan diakhiri dengan tindak lanjut. Berbagai pertanyaan yang dituangkan dalam bahan tanya jawab tersebut dapat dirumuskan dengan fokus pada ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan aspek-aspek lainnya yang terdapat dalam ranah kognitif.6

Metode tanya adalah metode yang banyak digunakan dalam al-Qur`ân. Tipe pertanyaan yang diajukan memiliki berbagai dimensi, misalnya dalam rangka titik awal penjelasan sesuatu lebih lanjut, dalam rangka menciptakan dialog guna memperdalam/mempelajari persoalan dan sebagainya7. Pertanyaan sebagai titik awal perbincangan misalnya al-Qur`ân dalam surat al-Baqarah ayat 30, yaitu:

ْنَم اهْيف لَعْجتا

اهْيف ُدسْفُي

روس(

: رق لا

03

)

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 282

5 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002),

h 43

6 Abuddin Nata, Presfektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, Kencana Prenada

Media Group, 2009), cet 1, h 183


(26)

Artinya: Apakah Engkau akan menciptakan makhluk yang akan membeuat kerusakan di muka bumi?

Dalam sejarah islam metode tanya jawab ini pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau mengutus sahabat Mu’az bin Jabal untuk menjadi hakim dinegeri Yaman. Rasululloh SAW bertanya kepada

Mu’az melalui sabdanya yang berbunyi:8

Artinya: Bagaimana (Mu’az) engkau memutuskan apabila datang kepada dirimu suatu perkara? Mu’az menjawab: aku putuskan berdasarkan Kitabulloh. Jika aku tidak temukan hukumnya dalam al-Qur`ân maka berdasarkan sunnah Rasululloh. Jika aku tidak menemukannya dalam sunnah Rasululloh, maka aku berijtihad denga pendapatku, dan aku tidak akan mengabaikan (perkara itu). Lalu Rasulullah mengusap-usap pundak Mu’az seraya bersabda: segala puji bagi Allah yang memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah kepada sesuatu yang diridhoi Allah

Metode tanya jawab banyak digunakan karena dapat menarik perhatian, merangsang daya pikir, membangun keberanian, melatih kemampuan bicara, dan berpikir secara teratur, serta sebagai alat untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik secara obyektif.9

Antara metode tanya jawab dengan metode diskusi memiliki segi-segi perbedaan. Kalau pada metode tanya jawab, pendidik pada umumnya menanyakan kepada peserta didik apakah mereka telah mengerti dan memahami pelajaran yang telah diberikan dan bagaimana proses pemikiran yang dipakai oleh peserta didik. Dalam metode diskusi,

8 Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta,

Grafindo Persada, 1995), h 64

9 Abuddin Nata, Presfektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, KENCANA, 2014),


(27)

pertanyaan pendidik lebih dititik beratkan untuk merangsang peserta didik berpikir abstrak dan kompleks serta jawaban atas pertanyaan tersebut diharapkan tidak bersifat tunggal atau mutlak adanya, akan tetapi dapat mengandung alternative dan penafsiran yang berbeda-beda.10

Tanya jawab merupakan metode pembelajaran yang dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan. Metode tanya jawab mengajakan peserta didiknya untuk berpikir kritis dan bahkan mengajak peserta didiknya untuk menganila suatu hal. Metode tanya jawab juga dapat mejadikan peserta didik lebih interaktif lagi.

B. Tehnik Penggunaan Metode Tanya Jawab

Sebelum masuk kepada tehnik penggunaan metode tanya jawab, hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu kriteria orang yang memeberikan pertanyaan, maksudnya sebuah pertanyaan itu biasanya datang atau berasal dari siapa saja?. Imam Syathibi mengungkapkan bahwa pertanyaan itu ada dua yaitu, Pertanyaan yang berasal dari seorang yang berilmu dan berasal dari orang yang tidak berilmu. Adapun maksud dari orang yang berilmu adalah mujtahid (ahli ijtihad), sementara orang yang tidak berilmu adalah muqallid (pengikut). Terhdap kedua jenis pertanyaan ini, orang yang ditanya juga ada dua macam yaitu orang yang tahu dan yang tidak tahu. Sehingga jenis pertanyaan itu ada empat, yaitu: 1. Pertanyaan yang datang dari orang yang berilmu. Biasanya jenis

pertanyaan ini diberikan pada empat kondisi, yaitu: 1) untuk meyakinkan apa yang ia ketahui, 2) menghilangkan ambiguitas yang menyelimutinya, 3) mengingat-ingat sesuatu yang dikhawatirkan lupa, 4) memperingatkan orang yang ditanya atas kesalahan yang dia ucapka ketika mengajar, 5) untuk mewakili orang-orang yang hadir atau yang sedang belajar, 6) untuk mengejar ilmu yang sekiranya terlewat.

2. Pertanyaan dari seorang peserta didik kepada peserta didik lainnya. Pertanyaan ini terjadi pada empat kondisi: 1) untuk mengulangi


(28)

pelajaran yang didapatnya, 2) meminta ilmu yang belum pernah diketahui dari orang lain yang sudah mengetahui, 3) Sebagai latihan dalam membahas berbagai permasalahan sebelum pembelajaran., 4) untuk lebih memahami apa yang disampaikan pendidik.11

3. Pertanyaan seorang pendidik kepada peserta didik lainnya. Pertanyaan jenis ini terjadi pada empat kondisi: 1) memperingatkan si peserta didik terhadap hal samar yang harus dijelaskan, 2) menguji sejauh mana peserta didiknya mengetahui pembelajaran tersebut, 3) meminta bantuan si peserta didik jika ternyata dia memiliki pengetahuan lebih, 4) memperingatkan si peserta didik supaya menggunakan ilmu yang telah dikuasainya sebagai perantara untuk meraih ilmu yang belum dikuasainya.

4. Pertanyaan yang berasal dari seorang peseta didik kepada pendidik.12 Pertanyaan dari orang yang berilmu (sudah mengetahuinya), pertanyaan dari peserta didik ke peserta didik lainnya, pertanyaan peserta didik kepada pendidiknya, dan pertanyaan dari pendidik kepada peserta didiknya merupakan pertanyaan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran. seorang peserta didik yang sudah memahami sebuah materi pelajaran bukan berarti peserta didik itu tidak akan bertanya, bisa jadi ia akan bertanya untuk lebih meyakinkan apa yang ia pahami.

Bertanya merupakan salah satu cara dalam pembelajaran. Tanpa bertanya tidak akan ada proses pembelajaran. Karena dalam setia proses pembelajaran seorang pendidik perlu memberikan pertanyaan kepada peserta didiknya. Pertanyaan akan memancing kita untuk berfikir. Proses pencerahan didalam diri peserta didik juga baru terjadi kalau kita mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri. Dengan demikian kemampuan bertanya merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, baik untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didik

11 Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari

Ar-Rosul al-Mu’allim wa

Asalibuhu fi at-Ta’lim oleh. Agus Hudlori, (Temanggung, Armasta, 2015), h. 191


(29)

dan membuat peserta didik termotivasi untuk bertanya, serta kemampuan pendidik dalam menjawab peserta pertanyaan.13

Jika sebelumnya jenis pertanyaan itu dilihat dari siapa yang memberikan pertanyaan, maka terdapat juga jenis pertanyaan dari segi pertanyaan itu sendiri, yaitu:

1. Jenis-jenis pertanyaan yang baik a. Pertanyaan menurut maksudnya

1) Pertanyaan permintaan (compliance question), yakni pertanyaaan yang mengharapkan agar peserta didik mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan. Contoh: Dapatkah kamu tenang agar suara bapak (ibu) bisa didengar oleh kalian?

2) Pertanyaan retoris (rethorical question) yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, tetapi dijawab sendiri oleh pendidik. Hal ini merupakan teknik penyampaian kepada peserta didik. Contoh: “Siapakah yang menciptakan manusia dan alam semesta?”

3) Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question), yaitu pertanyaan yang diajukan untuk member arah kepada peserta didik dalam proses berpikirnya. Hal ini dilakukan apabila pendidik mengehendaki agar memperhatikan dengan seksama bagian tertentu atau inti pelajaran yang dianggap penting. Dari segi yang lain, apabila peserta didik tidak dapat menjawab atau salah menjawab, pendidik melanjutkan pertanyaan lanjutan yang akan mengarahkan atau menuntun proses berpikir peserta didik dapat menemukan jawaban bagi pertanyaan pertama tadi.

4) Pertanyaan menggali (probing question), yaitu pertanyaan lanjutan yang akan mendorong peserta didik untuk lebih mendalami jawbannya terhadap pertanyaan pertama. Dengan


(30)

pertanyaan menggali ini peserta didik didorong untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jawaban yang diberikan pada pertanyaan sebelumnya14.

b. Pertanyaan menurut taksonomi bloom.

1) Pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowledge question), atau ingatan dengan menggunakan kata-kata apa, dimana, kapan, siapa, dan sebutkan. Contoh: sebutkan apa saja syarat-syarat sahnya sholat!

2) Pertanyaan pemahaman (comprehension question), yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat pemahaman dengan kata-kata sendiri. biasanya menggunakan kata-kata jelaskan, uraikan, dan bandingkan. Contoh: Jelaskan, bagaimana proses berdirinya dinasti Abbasiyah!

3) Pertanyaan penerapan (application question), yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban yang benar, tidak tunggal, tetapi lebih dari satu dan menuntut peserta didik untuk membuat ramalan (prediksi), memecahkan masalah, mencari komunikasi. Contoh: apa yang kamu lakukan bila telah masuk waktu sholat dan tidak ada air!

4) Pertanyaan evaluasi (evaluation questin), yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban dengan cara memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu isyu yang ditampilkan15. Contoh: bagaimana pendapat anda tentang

2. Macam-macam pertanyaan

Macam-macam pertanyaan ini dilihat dari waktu penyampainnya, pertanyaan dibagi menjadi tiga:

a. Pertanyaan awal pelajaran, yaitu pertanyaan pendahuluan yang dimaksud untuk menghubungkan pengetahuan yang telah lalu dengan pengetahuan yang baru, merangsang minat belajar untuk

14 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung),

cet.24, h. 75


(31)

menerima pelajaran baru, dan memusatkan perhatian mereka kepada pelajaran.

b. Pertanyaan ditengah-tengah berlangsungnya proses belajar-mengajar. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan bagian-bagian pelajaran dan menarik sebagai fakta baru.

c. Pertanyaan akhir pelajaran, yaitu pelajaran penutup yang dimaksudkan untuk mengulang, dan menyimpulkan materi pembelajaran16.

3. Komponen-komponen keterampilan bertanya dasar:

Adapun komponen-komponen keterampilan dasar bertanya yang harus dimiliki oleh pendidik untuk mengajukan pertanyaan, adalah: a. Penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat. Pertanyaan

pendidik harus diungkap secara jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh peserta didik sesuai dengan taraf perkembangannya.

b. Pemberian acuan. Sebelum memberikan pertanyaan, kadang-kadang pendidik perlu memberikan acuan yang berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari peserta didik.

c. Pemindahan giliran. Adakalanya suatu pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari seorang peserta didik karena jawaban peserta didik benar atau belum memadai

d. Penyebaran. Untuk melibatkan peserta didik sebanyak-banyaknya didalam pelajaran, pendidik perlu menyebarkan giliran menjawab pertanyaan secara acak.

e. Pemberian waktu berpikir. Setelah mengajukan pertanyaan kepada seluruh peserta didik, pendidik perlu memberi waktu beberapa detik untuk berpikir sebelum menunjuk salah seoarang peserta didik untuk menjawabnya.


(32)

f. Pemberian tuntunan. Bila peserta didik itu menjawab salah atau tidak dapat menjawab, pendidik hendaknya memberikan tuntunan kepada peserta didik itu agar ia dapat menemukan sendiri jawaban yang benar17.

4. Tatacara bertanya:

a. Menanyakan alasan: Contoh: 1) Apakah hal ini sesuai?

2) Mangapa kalian berfikir seperti itu?

3) Jika ada yang tidak setuju dengan pendapatmu, apa yang akan kamu ungkapkan?

b. Meminta penjelasan lebih lanjut:

Meminta penjelasan bisa dengan menggunaan kata tanya, apa dan dapatkah:

1) Apa contohnya?

2) Dapatkah kamu jelaskan lebih lanjut? c. Berfikir fleksibel

Untuk berfikir fleksibel kita bisa menggunakan pertanyaan dengan klimat tanya:

1) Bagaimana kita dapat……

2) Apa pendapatmu……….

d. Kejujuran

Untuk menanyakan sebuah kejujuran maka bisa menggunakan kalimat tanya seperti:

1) Apakah kamu…..

e. Berfikir bersama

Untuk mendorong peserta didik berfikir bersama maka kita bisa menggunakan kalimat tanya sepert:

1) Apakah kalian setuju atau tidak setuju?

17 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung),


(33)

f. Akurasi. Untuk mengetahui keakuratan sebuah jawaban atau kesimpulan bisa dengan menggunakan kalimat tanya:

1) Apakah hal itu benar? g. Pendalaman, contoh:

1) Apa hubungan……?

h. Meminta untuk bertanya, contoh: 1) Pertanyaan apa yang muncul? i. Perenungan, contoh:

1) Apa yang perlu kita perbaiki? j. Keterkaitan:

1) Bagaimana hal ini dapat membntu kita? k. Kreatifitas, contoh:

1) Bagaimana jika……?

l. Mencari pengertian yang paling baik: 1) Apa yang sudah kita pelajari?18 5. Dasar-dasar pertanyaan yang baik

a. Jelas dan mudah dimengerti oleh peserta didik

b. Berikan informasi yang cukup untuk pertanyaan yang baik. c. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas terentu.

d. Berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.

e. Bagikanlah semua pertanyaan kepada seluruh peserta didik secara merata

f. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian peserta didik untuk menjawab atau bertanya

g. Tuntunlah jawaban peserta didik sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar19.

18 Zulfiandri, Qualitan Teaching, (Jakarta, Qualitama Tunas MAndiri, 2009), h. 162-164


(34)

C. Prosedur Pelaksanaan Metode Tanya Jawab

Dalam menggunakan metode tanya jawab, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti langkah-langkah, tehnik mengajukan pertanyaan dan lain sebagainya sebagaimana yang akan dipaparkan dibawah ini.

1. Langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab.

Adapun langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab dalam proses pembelajaran adala:

a. Menentukan tujuan yang akan dicapai b. Merumuskan pertanyaan yang akan diajukan

c. Pertanyaan diajukan kepada peserta didik secara keseluruhan d. Membuat ringkasan hasil tanya jawab, sehingga diperoleh e. pengetahuan secara otomatis20

Adapun langkah-langkah menurut Ramayulis dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama Islam adalah:

a. Tujuan pelajaran harus dirumuskan terlebih dahulu dengan sejelas-jelasnya.

b. Pendidik harus menyelidiki apakah metode ini satu-satunya metode yang paling tepat untuk digunakan

c. Pendidik harus meneliti untuk apa metode ini dipakaikan:

1) Dipakaikan untuk menghubungkan pelajaran lama dengan baru.

2) Untuk mendorong peserta didik supaya mempergunakan pengetahuan untuk pemecahan suatu masalah.

3) Untuk menyimpulkan suatu uraian

4) Untuk mengingatkan kembali terhadap apa yang dihafalkan peserta didik.

5) Untuk menuntun pemikirannya. 6) Untuk memusatkan perhatiannya.

20 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press,


(35)

d. Kemudian pendidik harus meneliti pula, apakah:

1) Corak pertanyaan itu mengandung banyak permasalahan atau tidak.

2) Terbatasnya jawaban atau tidak

3) Hanya dijawab dengan ya atau tidak atau ada untuk mendorong peserta didik berpikir untuk menjawabnya.

e. Pendidik memilih mana diantara jawaban-jawaban yang banyak itu dapat diterimah

f. Pendidik harus mengajarkan cara-cara pembuktian jawaban dengan:

1) Mengemukakan suatu fakta yang dikutip dari buku, majalah, dan lain sebagainya.

2) Meneliti setiap jawaban dengan menggunakan sumbernya. 3) Dengan menjelaskan dipapan tulis dengan berbagai

argumentasi.

4) Membandingkan dengan apa yang pernah dilihat peserta didik. 5) Menguji kebenarannya dengan orang-orang yang ahli.

6) Melakukan experiment untuk membuktikan kebenaran21. 2. Teknik mengajukan pertanyaan:

Agar metode tanya jawab dalam pelaksanaannya dalam berjalan secara efektif, maka tehnik mengajukan pertanyaan perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Mula-mula pertanyaan dutujukan kepada semua peserta didik baru kemudian diajukan kepada peserta didik tertentu yang dapat menguasai

b. Beri peserta didik untuk berfikir menjawab pertanyaan c. Pertanyaan hendaklah singkat/padat dan tidak berbelit-belit.

d. Pendidik tidak menjadi hakim atas pertanyaan yang diajukannya, namun memberikan kemungkinan bagi peserta didik untuk memberikan jawaban yang benar dan memuaskan


(36)

Jamaludin dalam buku Pembelajaran Persfektif Islam menambahkan dua hal dalam pengajuan pertanyaan, yaitu:22

a. Pertanyaan harus mengandung tujuan tertentu, yaitu apakah mengharapkan suatu reproduksi atau kemampuan berfikir peserta didik

b. Pertanyaan harus sesuai dengan taraf kecerdasan serta pengalaman peserta didik23.

3. Syarat-syarat penggunaan metode tanya jawab

Adapun syarat-syarat dalam menggunakan metode tanya jawab adalah:

a. Pertanyaan hendaknya dapat membangkitkan minat dan mendorong inisiatif anak didik sehingga mereka dapat terangsang untuk bekerja sama

b. Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas serta harus ada jawaban

c. Peakaian metode tanya jawab adalah harus materi yang sudah disampaikan

d. Pertanyaan hendaknya diajukan kepada seluruh peserta didik dikelas24.

4. Sikap pendidik dalam menerima jawaban

Dapat menerima jawaban peserta didik, hendaknya pendidik bersikap sebagai berikut:

a. Menghargai jawaban setiap peserta didik sehingga peserta didik tidak kehilangan keberaniannya dalam menjawab. Jangan sekali-kali mengejek atau menghina jawaban peserta didik yang bagaimanapun juga adanya, karena hal itu akan mematahkan semangat atau kehilangan keberanian untuk menjawab/berbicara

22 Jamaludin dkk, Pembelajaran Presfektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2015), h

196

23 Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta,

Grafindo Persada, 1995), h 63

24 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan MEtodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press,


(37)

b. Terbuka terhadap jawaban peserta didik, sehingga pendidik tidak merasa bahwa jawaban yang telah disediakannya sajalah yang selalu tepat dan benar. Karena mungkin sekali dapat jawaban peserta didik yang memadai dan mengandung kebenaran.

c. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengoreksi atau memperbaiki jawaban yang bila dirasa salah/kurang tepat, baik yang mengenai segi bahasanya maupun segi isinya.

d. Menyadari kemungkinan adanya kesalahan pada diri sendiri (mawas diri) jika kebetulan mengahadapi peserta didik yang tidak dapat menjawab pertanyaan

e. Jawaban-jawaban yang salah dapat dipakai sebagai umpan balik untuk memperbaiki rumusan pertanyaan, pendekatan, dan cara penyampaiannya dalam bentuk tanya jawab25.

5. Tata cara menjawab pertanyaan

Cara pendidik dalam menjawab pertanyaan bisa dengan berbagai cara, yaitu:

a. Menjawab pertanyaan sesuai yang dilontarkan penanya.

Rasululloh Saw, selalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh para sahabat sesuai pertanyaan mereka. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, beliau

mengajarkan banyak hal terkait syari’at, hukum-hukum, serta aturan-aturan agama. Tidak hanya itu, beliau juga mendorong para sahabat untuk melontarkan pertanyaan seputar kejadian dan bencana yang meresahkan mereka, atau seputar kewajiban

dan syari’at yang perlu mereka ketahui. 26 Dalam menjawab pertanyaan yang sesuai dengan yang dilontarkan oleh seorang penanya terdapat beberapa hal, yaitu:

1) Menjawab pertanyaan sesuai yang dilontarkan oleh seorang penanya menjadi wajib jika yang bertanya adalah orang

25 Jamaludin dkk, Pembelajaran Presfektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2015), h 196

26 Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari

Ar-Rosul al-Mu’allim wa


(38)

yang berilmu dengan tujuan sebagaimana yang telah di jelaskan pada point tehnik menggunakan pertanyaan diatas hukumnya yaitu wajib jika memang yang ditanyanya pun mengetahui akan hal yang ditanya oleh si penanya.27 2) Terkadang menjawab pertanyaan sebagaimana yang

ditanyakan oleh penanya kadang menjadi tidak wajib hukumnya jika orang yang ditanya bukanlah orang yang satu-satunya mengetahui jawabannya. Hal ini juga menjadi tidak wajib jika memang yang bertanya itu dianggap belum mampu menerima jawaban akan pertanyaan itu.28

b. Memberi jawaban melebihi pertanyaan yang dilontarkan

Memberi jawaban melebihi pertanyaan yang dilontarkan kepada penanya boleh dilakukan, jika sipenanya membutuhkan pengetahuan lebih dari pertanyaan-pertanyaan itu.29

c. Mengalihkan penanya dari pertanyaannya.

Metode mengalikan pertanyaan ini dinamakan “metode orang bijak”, yaitu memberikan kepada penanya jawaban lain yang sebenarnya diluar pertanyaannya, namun jawaban itu dia butuhkan dan lebih bermanfaat dari yang dia tanyakan.30 Ini dilakukan karena ada jawaban yang lebih penting dari pada jawaban yang ditanyakan oleh si penanya tersebut. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasululloh Saw, sebagaimana hadits

yang diriwayatkan oleh Ibnu „Umar;

27 Ibid., h. 192

28 Ibid., 193

29 Ibid., h. 203


(39)

Artinya: Dari Yahya Ibnu Yahya, dari malik, dari nafi’ dari Ibnu „Umar radhiyallohu „anhuma: ada seorang laki-laki menanyakan kepada Rasululloh SAW tentang pakaian yang akan dipakai oleh orang yang telah telah ihram (niat haji), lalu Rasululloh SAW menjawab: “Janganlah kamu pakai kemeja, jangan pula sorban, jangan pula celana, jangan pula peci dan jangan pula sepatu, kecuali bagi seseorang yang tidak mempunyai dua terompa, maka boleh dipakainya dua sepatu dan dipotongnya disebelah mata kaki. Dan jangan pula kamu pakai kain yang dicelup dengan za’faran dan waras (sebangsa tumbuh-tumbuhan untuk pencelup berwarna kuning dan harum baunya).”31

Dalam hadist di atas, Rasulullah tidaklah menjawab pertanyaan dari si penanya tersebut, melainkan mengalihkannya kepada hal-hal yang tidak boleh dipakai ketika ihram.

d. Meminta penanya mengulangi pertanyaannya.

Meminta penanya mengulangi pertanyaannya sekalipun sudah menguasai jawaban jawaban pertanyaan itu. Ini dilakukan dalam rangka menambah pengetahuan si penanya tersebut, atau untuk mengetahui jawaban yang tepat baginya, atau supaya si penanya memperjelas pertanyaannya.32

31 Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Jil. V, h.

18

32 Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari

Ar-Rosul al-Mu’allim wa


(40)

e. Selain empat cara tersebut, dalam menjawab pertanyaan Rasululloh SAW juga pernah melimpahkan jawaban sebuah pertanyaan kepada sahabat untuk melatihnya.

Rasululloh SAW, mempercayakan salah seorang sahabat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepada Rasululloh. Hal ini dilakukan untuk melatih para sahabat supaya terbiasa menjawab pertanyaan berkaitan dengan masalah keilmuan.

6. Hal-hal yang perku diperhatikan. a. Kehangatan dan keantusiaan

Untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran, pendidik perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban peserta didik. Sikap tersebut termasuk suara, ekspresi wajah, gerakan dan posisi badan menampakkan ada tidaknya kehangatan dan keantusiasan.

b. Kebiasaan yang perlu dihindari

1) Jangan mengulang-ulang pertanyaan bila peserta didik tidak mampu menjawabnya. Hal ini dapat menyebabkan menurunya perhatian dan dan partisipasi peserta didik.

2) Jangan mengulang-ulang jawaban peserta didik hal ini akan membuang waktu, peserta didik tidak memperhatikan jawaban temannya karena menunggu komentar dari pendidik

3) Jangan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan sebelum peserta didik memperoleh kesempatan untuk menjawabnya. Hal ini akan menyebabkanpeserta didik frustasi dan tidak mau mengikuti pelajaran dengan baik.


(41)

5) Jangan menentukan siapa yang akan menjawab, sebaiknya pertanyaan diajukan kepada semua peserta didik dalam kelas33. D. Implementasi Metode Tanya Jawab Dalam Pembelajaran

Seorang pendidik setelah memperhatikan tehnik dan prosedur pelaksaan metode tanya jawab, barulah seorang pendidik bisa mengimplementasikan metode tanya jawab dalam pembelajarannya. Adapun implementasi metode tanya jawab dalam pembelajaran adalah: 1. Pendidik memberikan pertanyaan di awal pembelajaran. pertanyaan di

awal pembelajaran yang dimaksud adalah pertanyaan pendahuluan. Pertanyaan ini berfungsi sebagai pertanyaan penghubung antara materi yang lalu dengan materi yang baru. Pertanyaan ini juga untuk merangsang peserta didik untuk lebih berfikir dan mendalami materi yang diajarkan oleh peserta didik. Pertanyaan ini ditujukan kepada seluruh peserta didik tanpa terkecuali.

2. Pendidik memberikan peserta didik waktu untuk menjawab peserta didik menjawab pertanyaan tersebut. Bila dalam beberapa waktu peserta didik belum ada yang menjawabnya barulah pendidik menyebut salah seorang dari peserta didik untuk menjawab pertanyaan tersebut.

3. Selanjutnya pendidik memberikan pertanyaan yang menggali atau probing question kepada peserta didik. Hal ini untuk membuat peserta didik didorong untuk meningkatkan kualitas jawaban yang diberikan pada pertanyaan sebelumnya.

4. Pada tahap selanjutnya, pendidik memberikan yang mengarhkan atau menuntun. Pertanyaan ini disebut juga dengan prompting question. Pertanyaan ini diajukan untuk mengarahkan peserta didik dalam proses berfikirnya.

5. Pada pertengahan pembelajaran seorang pendidik juga bisa mengajak peserta didiknya untuk berfikir bersama melalui pertanyaan yang


(42)

diajukan oleh pendidk. Seperti pertanyaan: “Apakah kalian setuju?”. Selain itu pendidik juga bisa meminta peserta didiknya untuk

mengajukan pertanyaan, seperti “apa ada pertanyaan?”. hal ini

dimaksudkan untuk pendidik mengetahui apakah peserta didik tersebut sudah memahami atau belum terkait materi yang diajarkan.

6. Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan yang tidak membutuhkan pesertanyaan atau yang disebut dengan pertanyaan retori (rhetorical question), hal ini dimaksudkan agar pendidik memberi pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan pertanyaan yang ajukan oleh pendidik.

7. Dalam sela-sela pembelajaran, pendidik juga bisa memberikan pertanyaan permintaan atau yang disebut dengan compliance question. Hal ini merupakan sebuah perintah namun dalam bentuk pertanyaan 8. Pada akhir pembelajaran, seorang pendidik bisa memeberikan

pertanyaan dalam bentuk pertanyaan pengetahuan atau recall question. Hal ini untuk mengingat kembali terkait materi yang telah diajarkan dari awal proses pembelajaran.

9. Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan evalusi. Hal ini untuk mengetahui sampai mana pemahaman siswa terkait dengan materi pembelajaran.

10.Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan yang meminta kesimpulan terkait materi yang diajarkan pada hari itu.


(43)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Objek dan Waktu Penelitian

Objek yang di bahas penelitian ini adalah metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.

Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan terhitung dari bulan Maret 2016 sampai bulan desember 2016

B.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang di tujukan untuk mendeskripsikan dan menganilisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1 Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research).

Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah,

jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.2 Adapun literatur-literatur yang penulis pakai untuk penelitian ini adalah:

1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya;

2013),cet. 31, h. 60

2U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja


(44)

1. Data Primer

Dalam hal ini data primer/utama yang penulis gunakan adalah kitab-kitab tafsir, diantaranya ialah:

a. Tafsir al-Maraghi b. Tafsir al-Misbah c. Tafsir Ibnu Katsir d. Tafsir al- Azhar

e. Tafsir Departemen Agama RI 2. Data Skunder

Dalam hal ini yang penulis gunakan untuk data sekunder adalah data-data yag mendukung pembahasan pada kitab tafsir yang menjadi data-data primer di atas, data skunder yang penulis gunakan diantaranya:

a. Buku-Buku yang membahas tentang pengetahuan al-Qur’an

b. Kamus-Kamus yang berisikan kosa-kata bahasa Indonesia yang baik dan benar

c. Buku-Buku pendidikan khsusnya yang membahas tentang pendidikan khususnya metodologi pendidikan

d. Buku-Buku teori kependidikan yang relavan dengan penelitian ini Mengenai analisis data, Menurut Bogdan dan Biklen, Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menajadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.3

Dalam metode penafsiran, menurut al Farmawi, metode tafsir bir ra’yi dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu tahlili, ijmali, muqorin dan maudhu’i. namun dalam penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah metode tafsir tafsir tahlili. Metode tafsir tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat–ayat al-Qur’an secara berurutan di

3 Lexi J. Moloeng,

Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Rosdakarya, 2013), Hal


(45)

tinjau dari berbagai seginya dengan memperhatikan urutan–urutan ayat dalam mushaf.4

Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tafsir tahlily. Metode tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan-kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam

tafsirnya, mufassir mengikuti runtutan ayat yang tersusun di dalam mushafnya. Tafsir ini dimulai dengan uraian yang mengemukakan arti kosakata diikuti dengan mengemukakan arti kosakata diikuti penjelasan mengenai arti global ayat. Mengemukakan munasabah atau keserasian ayat dan menjelaskan hubungan ayat ersebut satu sama lain.5

Dengan demikian metode penafsiran secara tahlily merupakan merupakan metode yang menguraikan dan menjelaskan secara runtun ayat demi ayat yang akan dikaji oleh penulis baik kosakata, munasabah, maupun asbabun nuzul yang terdapat pada ayat tersebut.

C.

Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.6 Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini, yaitu mengenai metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245

Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang tafsir dan metode tanya jawab pada surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.

4 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor; Granada Sarana Pustaka, 2005).

Cet I, h. 19

5Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang, UIN Malang Press, 2007), h. 96

6Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),


(46)

D.

Prosedur Penelitian

Menurut al-Farmawi, metode penafsiran tahlili adalah suatu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan memaparkan segala aspek yang

terdapat di dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan itu dan menjelaskan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Penjelasan ayat-ayat tersebut dari arti-arti kata, asbabun nuzul, munasabah ayat, penjelasan umum, serta penafsiran yang dikutip oleh nabi, sahabt, maupun tabi’in.7

Adapun metode tahlily yaitu satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan-kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai

seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum didalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat-ayat ke ayat-ayat berikutnya, atau dari surat kesurat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub didalam mushhaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata, asbab an-nuzul, munasabat, dan lain-lain. Yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat. Setelah semua langkah tersebut di atas sudah ditempuh, mufassir tahlily lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan penjelasannya di atas dan kemudian ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat al-Qur’an tersebut.8

Quraisy Shihab dalam bukunya Membumikan al-Qur’an beliau

menjelaskan bahwa proses menggunakan metode tahlily adalah menguraikan segala sesuatu yang dianggap perlu oleh seorang mufassir. Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode tahlily adalah:

1. Bermula dari menguraikan kosakata-kosakata yang terdapat pada ayat tersebut, dalam penelitian ini berarti peneliti memulai dengan

7Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi yang disempurnakan, Mukaddimah, h. 68


(47)

mengartikan kosakata-kosakata yang akan diteliti oleh penulis yaitu surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.

2. Selanjutnya menjelaskan asbabun nuzul yang terdapat pada ayat yang akan di teliti jika ada. Dalam penelitian ini penulis menguraikan asbabun nuzul yang terdapat dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.

3. Selanjutnya yaitu menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang terkait dengan ayat yang akan diteliti, dengan demikian berarti penulis menguraikan munasabah yang terkait dengan Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.

4. Menjelaskan hal-hal lain yang berkaitan dengan ayat yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat yang aka diteliti yaitu surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.9


(48)

36

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini, akan dipaparkan tentang kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya yang terdapat dalam al-Qur’ân. Sebagaimana dalam Ulumul Qur’ân kata tanya dalam al-Qur’ân disebut dengan al-Istifhâmu Fil Qur’ân. Istifhâm merupakan masdar dari istafhama, akar kata dari fahima yang berarti meminta penjelasan atau pemahaman melalui beberapa kata tanya. Adapun kata tanya dalam istifhâm disebut dengan adawatul istifhâm.

Namun sebelum kepada kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya tersebut, akan dibahas terkait anjuran untuk bertanya. Anjuran tersebut terdapat dalam surat al-Anbiyâ ayat 7. Setelah surat al-Anbiyâ ayat 7, dilanjutkan dengan kata tanya menggunakan huruf ام. Kata tanya dengan menggunakan huruf ام untuk mewakili dari pertanyaan “apa?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Qâri’ah ayat 1-2. Untuk selanjutnya yaitu pertanyaan dengan menggunakan “bagaimana?”, adapun adatul istifhâm yang digunakannya adalah فيك. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 27. Pertanyaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan kata يا yang berarti “kemana?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat at-Takwîr ayat 26-27. Selanjutnya yaitu pertanyaan “yang mana?” dengan menggunakan adatul istifhâm ٌّا. Adapun pertanyaan dengan menggunakan ٌّا terdapat dalam surat ar-Rahmân ayat 13. Dan pertanyaan yang terakhir yaitu pertanyaan dengan menggukan adatul istifhâm م yang berarti “siapa?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan hikikat dari yang berakal. Pertanyaan ini terdapat dapat dalam surat Al-Baqarah ayat 245.


(49)

A.

Tafsir Surat Al-Anbiyâ 7, Al-Qâri

’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245.

1. Surat Al-Anbiyâ Ayat 7 a. Teks Ayat dan Terjemah

Artinya: Kami tiada mengutus (rasul-rasul) sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui

b. Kosakata

Kata pada ayat di atas merupakan bentuk kalimat perintah atau bentuk amr dari kata . sebaimana dalam kamus Arab Indonesia karya Mahmud Yunus memiliki arti meminta atau menanyakan,1 dengan demikian fas’alû bermakna “maka

bertanyalah”. Adapun masdarnya adalah yang berarti pertanyaan. Dalam mu’jam al wasith dikatakan bahwa yang artinya pertanyaan adalah mencari kebenaran.2 Dalam kitab Lisanul „Arobi

karya Abu Fadhil Jamaluddin disebutkan bahwa3

Artinya: Obat dari kebodohan adalah bertanya

1 Mahmud Yunus,

Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,

2013), h. 161

2 Ibrohim Musthofa dkk, Mu’jam Alwasith, juz. 1-2, bab. As-sin, h. 436


(50)

Adapun Mahmud Yunus mengartikannya sebagai penghuni rumah atau keluarga.4 Sedangkan kata memiliki arti sebagai mengingat atau ingat.5 Jika dihubungkan merupakan keluarga dari orang yang ingat, artinya ia adalah orang yang ingat. Apabila seseorang ingat berarti orang tersebut mengetahuinya.

c. Tafsir

Munâsabah Ayat

Allah telah menagaskan pada surat Al-Abiyâ ayat 7 bahwa, kaum musyrikîn itu tetap tidak beriman. Walau pun Allah telah memberikan mukjizat kepada mereka selain dari al-Qur’ân. Maka pada surat al-Anbiyâ ayat 6 Allah menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi kaum musyrikîn Makkah itu untuk mengingkari bahwa rasul-rasul yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad adalah manusia-manusia biasa yang telah diberi-Nya wahyu.6

Tafsir Ayat

Kalimat pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah manusia biasa dan semuanya laki-laki. Dan mereka adalah manusia pilihan Allah yang diberikan wahyu untuk mereka dan umat mereka.7

Dalam penafsiran kalimat ini, Quraisy Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa orang-orang yang ingkar atau yang tidak

4 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013), h.

52

5 Ibid., h. 134

6 Departemen RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Hati 2010), jil. 7, h. 233

7 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001), Juz. 17, h. 16, Ibnu Katsir,

Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt), Juz. 3, h. 174, Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2002), Juz. 8, h. 15


(51)

mempercayai nabi Muhammad Saw hendaknya bertanya kepada orang-orang yang tahu tentang kerasulan dan kenabiyan kepada orang Yahudi dan Nashrani. Hal ini karena orang Yahudi dan Nashrani lebih tahu terkait dengan kenabiyan dan kerasulan sebab orang Yahudi dan Nashrani sudah lebih daulu ada dan mengetahui tentang kenabiyan dan kerasulan.8

Mengenai kata ahlużżikri di sini ditafsirkan sebagai orang-orang yang tahu atau yang mengetahui akan sesuatu. Sebagaimana Ibnu Katsir yang menafsirkan kata ahluż żikri sebagai ahlu ilmi9 yang mana pengertian ilmun secara bahasa adalah tahu10, maka ahluż żikri

adalah orang yang tahu atau yang mengetahui.

Penafsiran kata ahlu żikri pun memiliki penafsiran yang berbeda-berbeda, sebagaimana dalam kitab al-Maraghi, kata ahlu żikri ditafsirkan sebagai ahlu al-kitâb11. Adapun keterangan selanjutnya terkait mengenai ahlu al-kitâb adalah orang yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nashrani.12

Sedangkan Hamka dalam bukunya Tafsir al-Azhar mengemukakan bahwa ahlu żikri ditafsirkan sebagai orang yang ahli peringatan, atau orang yang lebih kuat ingatannya. Adapun Sufyan dan Uyaiynah menafsirkan “Ahli Peringatan” ialah karena mereka

ingat akan khabar dan berita nabi-nabi yang terdahulu dan orang Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitâb tentang hal-hal yang berkenaan dengan kenabiyan.13

Dari penafsiran diatas, Allah memerintahkan para pengingkar tersebut untuk bertanya terkait dengan kerasulan dan kenabiyan karena mereka tidak memiliki pengetahuan terkait dengan dua hal

8 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat, Lentera Hati, 2002), Juz. 8, h. 15

9 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang: Kariyath Futiran, T.T), juz. 3, h. 174

10Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013), h.

278

11Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974)

juz.17, h. 9

12 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001), juz. 17, h. 16


(52)

tersebut. Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada ahluż żikri. Adapun ahluż żikri dalam ayat ini yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang-orang Yahudi dan Nashrani adalah orang terdahulu dan lebih mengetahui bahwa rasul itu adalah laki-laki.

Sebagaimana dalam kitab al-Maraghi pun dijelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada Ahli Kitâb yaitu kaum Yahudi dan Nashrani tentang kerasulan, bahwasanya rasul-rasul yang dikirim Allah itu semuanya adalah manusia. Perintah ini untuk membuat mereka yakin dan percaya bahwa semua rasul Allah laki-laki dan semuanya adalah manusia.14

Perintah bertanya sebagaimana yang terdapat pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini terdapat juga pada ayat lain bahkan dengan redaksi yang hampir sama. Yaitu yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 43, Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 43:

Allah memerintahkan orang yang ingkar untuk bertanya kepada ahlu kitâ sebelumnya apakah yang di kirim kepada mereka seorang rasul atau malaikat? Apabila yang dikirim keapada mereka malaikat maka kamu boleh mengingkari nabi Muhammad namun apabila yang dikirim kepada mereka seorang manusia maka janganlah kamu mengingkari nabi Muhammad.15

٤

Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), kecuali orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka

14Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974)

juz.17, h. 14


(53)

bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Surat an-Nahl [16]: 43)

Adapun dalam surat Al-Anbiyâ ayat 7 sebagaimana yang penulis kaji dalam skripsi ini yaitu:

Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui. (Surat al-Anbiyâ [21]: 7)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah mengirim rasul perempuan. Dan bertanyalah kepada ahlu żikri jika kamu tidak mengetahuinya. Dan sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum, wajib baginya untuk bertanya kepada ulama ataupun orang yang memang ahli pada bidang tersebut. Adapun ahlu

żikri pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini adalah ahlu al-‘ilmi dari kalangan Yahudi dan Nashrani.16

Jika kita kaitkan dengan pendidikan maka bertanya merupakan suatu proses pembelajaran. Karena setelah bertanya yang tadinya tidak tahu maka orang yang bertanya tersebut pun menjadi tahu. Dengan demikian tanya jawab merupakan sebuah metode dalam proses pembelajaran.

Perintah bertanya juga terdapat dalam ayat lain, seperti dalam surat az-Zukhruf ayat 45, Firman Allah SWT:


(54)

Artinya: Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada Rasul-Rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, "Adakah kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) yang maha pengasih untuk disembah?. (Surat az-Zukhruf [43]: 45)

Dalam surat az-Zukhruf ayat 45 ini perintah bertanya yang terdapat di dalamnya adalah perintah kepada orang-orang yang ingkar dan tidak mau menyembah kepada Allah. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah seluruhnya menyeru manusia untuk menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, dan melarang manusia untuk menyembah kepada patung dan andâd.17 Allah memerintahkan mereka untuk bertanya agar mereka mengetahui kebenarannya.

Dari perintah untuk bertanya, dalam ayat lain justru terdapat larangan untuk bertanya. Yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 101. Firman Allah Swt dalam surat al-Mâidah ayat 101:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qurân itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (al-Mâidah [5]: 101)

Pada surat al-Mâidah ayat 101 ini, merupakan adab yang harus diikuti oleh orang mukmin, bahwasanya ayat ini melarang orang mukmin untuk bertanya kepada hal yang tidak ada manfaatnya baik dalam hal mempertanyakannya maupun menyelidikinya. Karena jika


(55)

dijelaskan tentang perkara yang mereka tanyakan bisa jadi akan menjelekkan diri mereka ataupun memberatkan mereka.18

Tidak hanya dalam al-Qur’ân surat al-Mâidah ayat 101 saja yang melarang untuk banyak bertanya. Dalam beberapa hadits juga terdapat perintah untuk tidak banyak bertanya. Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh yang terdapat dalam shohih Bukhari, yakni;

Artinya: Berkata Isma’il berkata kepadaku Malik, dari Abi Zinad dari

Al’araji dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda; Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan (banyaknya) penyelisihan mereka kepada para nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian

Hadits berikutnya yang terkait dengan larangan banyaknya bertanya yaitu hadiś yang diriwayatkan oleh ayah Abi Waqash yang terdapat dalam riwayat Șahih Muslim.;


(56)

Artinya: Dari Abdulloh Ibnu Yazid Al-Miqri dari Said berkata kepadaku ’Uqoil dari Abu Syihab dari ’Amir ibnu Sa’ad ibnu Abi Waqash dari ayahnya, sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda:

”Sesungguhnya orang islam lebih besar dosanya terhadap kaum

muslimin, ialah orang yang menanyakan tentang sesuatu yang belum dilarang mereka mengerjakannya, lalu karena pertanyaannya hal itu menjadi terlarang19

Selain itu terdapat juga hadiś yang terkait dengan larangan untuk banyak bertanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang terdapat dalam hadits Şahih Muslim;

Artinya: Berkata kepadaku Harmalah Ibnu Yahya At-tujibiy mengabarkan Ibnu Wahab mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab mengabarkan Abu Salamah Ibnu ‘Abdur Rahman dan Sa’id Ibnu Musayyib mereka berdua berkata Abu Hurairah berkata bahwa dia mendengar Rasulullah şallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“apa yang aku larang kamu untuk mengerjakannya, maka jauhilah (hentikan). Dan apa aku perintahkan kamu untuk mengerjakannya, maka kerjakanlah seberapa kesanggupanmu. Karena sesungguhnya

19 Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Jil. VI, h.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

TENTANG PENULIS

Syifa Syarifah, ia lahir di Jakarta pada tanggal 04 Sepetember 1994. Syifa begitu biasa ia di panggil, lahir dari pasangan Saljum Siregar dan ibunya Arwati. Syifa masih memiliki keturunan batak Sumatra Utara dari ayahnya yang masih berdarah batak Sumatra Utara. Sedangkan ibunya lahir di Jakarta. Saat ini syifa dan keluarganya tinggal di Perum. Pakujaya, Rt 005/05 Blok. A21/ 11 Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten. Mengenai pendidikannya, syifa menamatkan sekolah dasarnya (SD) di Sekolah Dasar Negeri Margajaya, Serpong. Setelah lulus ia melanjutnya pendidikannya ke jenjang SLTP/SMP di sebuah Madrasah Tsanawiyah Daarul Muttaqien di Sepatan Tangerang. Selepas tamat dari MTs Daarul Muttaqien, ia melanjutnya studinya ke Madrasah Aliyah Daarul Muttaqien di Sepatan Tangerang. Mengenai pendidikan agamanya ia mendapatkan tambahan pendidikan agama di Pondok Pesantren Modern Daarul Muttaqien selama sekolah di MTs dan MA. Selepas lulus dari MA Daarul Muttaqien, ia melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi di Jakarta yaitu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dan ia pun menamatkan studinya di UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2017.

Mengenai pengalaman organisasinya, ia menjadi pengurus Ikatan Santri Daarul Muttaqien (IKSDAM) masa khidmat 2011-2012 sebagai sekretaris IKSDAM. Pada tahun 2013 ia dilantik sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (HMJ PAI) sebagai anggota Departemen Pendidikan untuk masa bakti 2013-2014. Dan pada tahun 2015 ia dilantik sebagai pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (DEMA FITK) sebagai staf ahli bidang pendidikan, masa bakti 2015. Selain sebagai pengurus, ia juga sering menjadi panitia di berbagai kegiatan kampus.