BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
World Health Organisation WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks budaya dan
nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Konsep ini dipengaruhi oleh kesehatan
fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal WHO, 1997. Usia
lanjut merupakan tahap terakhir dari kehidupan, dimana seorang telah melewati berbagai tahap kehidupan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa
sampai lansia dan biasanya berkisar antara usia 65 dan 75 tahun Potter Perry, 2012.
Sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010, menjelaskan bahwa terdapat sekitar 36.087.424 lansia di Indonesia Badan
Pusat Statistik, 2010. Jumlah kelompok usia ini akan terus meningkat, pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat 8,9 di Indonesia dan 25,3 di
dunia, tahun 2050 diperkirakan terjadi peningkatan 21,4 di Indonesia dan 25,3 di dunia serta pada tahun 2100 diperkirakan terjadi
peningkatan 41 di Indonesia dan 35,1 di dunia. Jumlah lansia yang terus meningkat akan mempengaruhi
kesejahteraan lansia Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Kesuksesan, kesejahteraan, dan kepuasan dalam kehidupan lansia
1
berkaitan erat dengan kualitas hidupnya Fogari dan Zoppi dalam Kustanti, 2012. Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subyektif seseorang
mengenai sejauh mana berbagai dimensi mampu memenuhi kebutuhannya. Komponen yang terdapat dalam kualitas hidup diantaranya adalah
komponen lingkungan, material, fisik, mental dan sosial Yulianti, 2014. Lansia yang memiliki kualitas hidup yang baik cenderung mampu
meningkatkan produktivitas, dan memiliki semangat dalam menjalani kehidupan dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi Brockopp, 1999.
Bastable 2002 menyatakan bahwa lansia memiliki masalah yang krusial dalam masanya sehingga mampu menurunkan kualitas hidupnya. Masalah
tersebut merupakan penurunan pada aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial lansia.
Gallo ett all, 1998 dalam Jafar et all, 2011 juga mengatakan bahwa lansia merupakan subjek yang rentan terhadap besarnya stressor
kehidupan dan lansia merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit. Kerentanan ini dipicu oleh adanya penurunan fisik pada lansia, termasuk
penurunan fungsi sistem integumen. Salah satu masalah yang dihadapi lansia adalah pruritus senilis Yulianti, 2014.
Pruritus senilis pada lansia terjadi dikarenakan lansia mengalami penurunan produksi imunoglobulin dan peningkatan sensitivitas tubuh
sehingga lansia mudah terserang penyakit termasuk gatal-gatal atau pruritus. Pruritus termasuk masalah kulit yang paling sering terjadi pada
lansia, berupa sensasi tidak nyaman di kulit yang memicu lanjut usia untuk menggaruknya. Kondisi akut memungkinkan masih dapat diatasi oleh
sesorang, namun dalam kondisi kronis pruritus senilis sudah menjadi suatu masalah yang teramat mengganggu Fatmah, 2006. Gejala pruritus sama
halnya seperti nyeri yang bersifat subyektif dan umumnya dipengaruhi oleh emosional, fisiologis, lingkungan, kognitif dan faktor sosial yang
memberikan rasa tidak nyaman pada lansia Ryan, 2004. Prevalensi pruritus senilis diberbagai negara semakin meningkat
seiring bertambahnya usia seseorang. Penelitian di Prancis pada 7.500 responden lansia mengalami pruitus dari total 10.000 populasi lansia yang
mengikuti penelitian, sedangkan di Amerika Serikat 7 miliyar pasien yang mengunjungi layanan kesehatan mengeluh mengalami gatal-gatal atau
pruritus, dan 1,8 miliyar diantaranya adalah lansia yang berusia diatas 65 tahun. Negara Turki mencatat lansia dengan pruritus senilis mencapai 20
dan 12 diantaranya mengalami pruritus senilis kronik Cohen, 2012; Berger, 2011. Studi kepustakaan yang dilakukan peneliti mendapatkan
data pada penelitian yang dilakukan Suyasa 2014 menjelaskan bahwa 10 dari jumlah populasi 200 lansia mengeluh mengalami gatal-gatal
pruritus senilis. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna
Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna, Jakarta Selatan mendapatkan data bahwa terdapat hampir 175 orang lansia dari jumlah keseluruhan 230
lansia yang mengalami masalah pruritus dan sebagian dari mereka mengalami masalah pruritus senilis.
Pruritus senilis merupakan masalah yang sering dialami lansia dan kemungkinan
mampu mempengaruhi
kesejahteran hidup
lansia
sebagaimana dijelaskan dalam teori King dan Peplau 1994; Plumer ett all 2009 tentang konsep kualitas hidup pengaruh dari masalah gatal terhadap
kualitas hidupnya belum bisa diketahui apabila tidak dilakukan riset terkait gambaran kualitas hidup pada lansia dengan gatal-gatal atau pruritus
senilis Erturk, 2012. Perawat memiliki kepentingan untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus
senilis.
B. Rumusan Masalah