Gambaran Kualitas Hidup Umum Pada Masalah Pruritus Senilis
yang baik didapatkan dari persepsi baik seseorang terhadap aspek kualitas hidup diatas Venkatesh, 2015.
Berdasarkan karakteristik
jenis kelaminya
peneliti menemukan bahwa kualitas hidup umum lansia laki-laki dengan
masalah pruritus senilis yang buruk cenderung lebih besar jumlah dan presentasenya dibandingkan dengan perempuan. Berbeda dengan
penelitian Pradono dkk 2009 yang menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan lansia perempuan. Sumarni 2015 menjelaskan bahwa tidak ada hubunganya antara jenis kelamin dan gambaran kualitas
hidup . Gambaran kualitas hidup umum seseorang mengalami
pruritus akut lebih baik dibandingkan dengan lansia dengan masalah pruritus senilis kronik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Ertruck 2005 bahwasanya Pruritus kronik dapat menurunkan kualitas hidup. Pruritus senilis kronik lebih menunjukan gejala yang
persisten dan semakin memburuk sehingga hal ini semakin memperburuk kualitas hidup seseorang
Pada penanganan masalah pruritus senilis sebenarnya dijelaskan dalam penelitian Ishak 2011 bahwa penanganan
farmakoterapi bagi lansia mampu untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang Ishak, 2011. Teori adaptasi Roy juga menjelaskan
bahwasanya seseorang yang memiliki mekanisme koping yang baik dalam menangani stressor dalam hal ini masalah pruritus senilis akan
memikirkan cara untuk mengatasi masalahnya tersebut Misalkan dengan menggunakan penanganan farmakologi atau non farmakologi
dalam mengatasi masalah pruritus Nursalam, 2008, ketika permasalahan tersebut telah terselesaikan seseorang akan cenderung
memiliki persepsi bahagia sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya Dewi, 2014.
Lansia umumnya memang mengalami masalah penurunan fisik terutama pada kulit dan saraf yang menyebabkan masalah
pruritus senilis, namun masalah tersebut tidak mengubah kualitas hidup umum mereka. Lansia umumnya merasa kualitas hidupnya
masih baik meski mereka merasakan gatal yang tidak diketahui sebabnya tersebut.
Aktivitas menggaruk yang dilakukan lansia ketika mengalami masalah pruritus senilis mengakibatkan adanya respon inflamasi yang
memicu pengeluaran sitokin. Proses inflamasi menyebabkan peningkatan penanda perifer kerusakan oksidatif lipid, protein dan
DNA serta rendahnya tingkat antioksidan sehingga menyebabkan peningkatan kadar stress oksidatif. Terjadi peningkatan IL-
6, TNF α dan
IL- 1β. Kondisi ini ahirnya diterima otak sebagai
ketidakseimbangan spesies oksigen reaktif Reactive Oxygen Species, ROS. Adanya peningkatan ROS akan mengaktifkan sifat pro-
inflamasi mengaktifkan HPA aksis, perubahan yang terjadi pada neurotransmiter 5-HT,NE, dopamin, glutamat dan perubahan pasa
sinyal saraf hipokampus sehingga menimbulkan persepsi negatif pada
lansia bahkan depresi sehingga mampu menurunkan kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis Miller dan Raison, 2015.
Dilihat dari kategori lamanya lansia mengalami masalah pruritus senilis. Lansia dengan masalah pruritus senilis kronik akan lebih
sering mengalami masalah istirahat, masalah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Istirahat yang terganggu dapat meningkatkan
kinerja organ lain dan semakin memforsir organ tersebut sehingga mudah mengalami kelelahan organ yang selanjutnya akan semakin
meingkatkan masalah kesehatan fisik lansia. Aktivitas sehari-hari yang terganggu juga dapat berpengaruh pada masalah fisik secara
langsung serta masalah psikologis karena lansia tidak puas akan dirinya sendiri. Masalah hubungan sosial karena lansia banyak
menghabiskan waktu dengan dirinya sendiri dan masalah gatal yang dialaminya serta masalah lingkungan. Masalah yang disebutkan tadi
dapat secara langsung menurunkan kualitas hidup lansia.