UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Drug Related Problems
Pharmaceutical Care Network Europe PCNE mendefinisikan DRPs adalah suatu kondisi kejadian terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau
potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan PCNE, 2010. DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome
terapi pasien Yusshiamanti, 2015.
2.2.1 Klasifikasi Drug Related Problems
Cipolle, R.J., dkk, dalam review Adusumili dan Adepu 2014 secara luas mengkategorikan DRPs kedalam 7 kelompok.
2.2.1.1 Butuh Tambahan Obat Need for additional therapy
Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, Penderita diare akut bisa mengalami komplikasi yang tidak diharapkan, oleh
karena itu perlu mencermati apakah ada indikasi penyakit yang tidak diobati. Adanya indikasi penyakit yang tidak tertangani ini dapat disebabkan oleh:
a. Penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat. b. Penderita memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan keberlanjutan
terapi obat c. Penderita mengalami gangguan medis yang memerlukan kombinasi
farmakoterapi untuk menjaga efek sinergipotensiasi obat d. Penderita berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru
yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaktik. Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005.
2.2.1.2 Obat Tanpa Indikasi Unnecessary therapy
Obat yang berada dalam resep tidak sesuai dengan indikasi dengan indikasi keluhan pasien. Pemberian obat tanpa indikasi dapat terjadi ketika
seseorang menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat, meminum beberapa obat padahal hanya satu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terapi obat yang diindikasikan, minum obat untuk mengobati efek samping, pasien mendapatan pengobatan polifarmasi untuk kondisi dimana dia seharusnya hanya
mendapat terapi obat tunggal Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005.
2.2.1.3 Ketidaktepatan Pemilihan Obat Wrong Drugs
Ketidaktepatan pemilihan obat, merupakan pemilihan obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan
paling ekonomis Depkes, 2000. Terapi obat dapat menunjukan obat yang salah
jika pasien tidak mengalami hasil yang memuaskan, adapun faktor-faktor keberhasilan dan keefektifan terapi obat tergantung pada identifikasi dan
diagnosis akhir dari masalah medis pasien. Sebagai contoh dari ketidaktepatan
pemilihan obat yaitu seperti pada pasien yang mempunyai alergi dengan obat-obat tertentu atau menerima terapi obat ketika ada kontraindikasi, serta obat efektif
tetapi obat tersebut mahal. Hal-hal tersebut dapat menunjukan bahwa pasien telah menggunakan obat yang salah Cipolle et al.,1998.
Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga penderita dirugikan.Penyebab lainnya, pada pemilihan obat
yang tidak tepat dapat disebabkan oleh: a. Obat yang digunakan berkontraindikasi
b. Penderita resisten dengan obat yang digunakan c. Penderita menolak terapi obat yang diberikan, misalnya pemilihan bentuk
sediaan yang kurang tepat Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005.
2.2.1.4 Dosis kurang dari dosis terapi dosage is too low
Meskipun mendasar, bahwa prinsip dari homeopati dimana jika dosis terlalu sedikit suboptimal obat diklasifikasikan sebagai DRP,yaitu ketika hasil
yang diinginkan pada pasien tidak tercapai yaitu, infeksi tidak merespon dengan pengobatan antibiotik yang suboptimal. Pada dasarnya, dosis semua obat
dipertimbangkan berdasarkan penyakit, dan informasi riwayat pasien. Dosis dapat dikatakan kurang optimal jika konsentrasi obat di serum tidak tercapai bersamaan
dengan adanya tanda-tanda dan gejala maka hal ini dapat dikatakan DRP.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Terdapat parameter lainnya, jika terdapat dosis dibawah dosis terapi. Pasien menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan cukup lama namun tidak
mencapai efek yang diinginkan maka dapat dikatakan dosis dibawah dosis terapi.Strand, dkk., 1990. Pemberian obat dengan dosis subterapeutik
mengakibatkan ketidakefektifan terapi obat. Hal ini dapat disebabkan oleh: a.
Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang dikehendaki
b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita berada di bawah rentang terapi
yang dikehendaki c.
Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005.
2.2.1.5 Dosis melebihi dosis terapi Dose is too high
keadaan ini sama halnya dengan dosis terlalu rendah, dimana dosis melebihi dosis terapi memberikan efek yang berlawanan dengan seharusnya.
Keadaan dimana dosis ditingkatkan secara cepat dan peningkatan menyebabkan komplikasi lainnya maka hal ini dapat dikatakan adanya DRP. Hal ini juga
memungkinkan adanya akumulasi obat dalam jangka yang panjang sehingga menyebabkan efek toksik pada pasien.Strand, dkk., 1990.
Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan toksisitas. Hal ini dapat disebabkan oleh:
a. Dosis obat terlalu tinggi untuk penderita
b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita di atas rentang terapi yang
dikehendaki c.
Dosis obat penderita dinaikkan terlalu cepat d.
Penderita mengakumulasi obat karena pemberian yang kronis e.
Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai f.
Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005.
Dapat disimpulkan bahwa, pasien yang mengalami atau berpotensi untuk mengalami keracunan yang ditimbulkan oleh dosis obat yang berlebih
merupakan masalah umum yang terdapat pada praktek klinis. Pemantauan