UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pemeriksaan Awal
a. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes nonspesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas
seperti elastase feses. Pemeriksaan nonspesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap untuk membedakan diare osmotik, dan
sekretorik. Pemeriksaan tinja baik mikroskopik maupun makroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara
makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya dara, lender, lemak dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada
tidaknya leukosit,telur cacing, parasit, bakteri dan lain-lain Hadi,2002.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umunya tidak diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat Juffrie,2010.
Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Pada keadaan normal,
kotoran tidak mengandung leukosit. Apabila ditemukan adanya leukosit, maka hal itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon, baik akibat infeksi
maupun non-infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin Atmaja.W.,2011.
2.1.9 Penatalaksanaan Diare
Pengetahuan dan pemahaman mengenai proses yang menyebabkan terjadinya diare memungkinkan klinis untuk mengembangkan terapi obat yang
paling efektif . Pada banyak pasien, onset diare terjadi tiba-tiba tetapi tidak terlalu parah dan dapat sembuh dengan sendiri tanpa memerlukan pengobatan atau
evaluasi. Pada kasus yang parah, risiko terbesar adalah dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, terutama pada bayi, anak-anak, dan manula yang
lemah. Oleh karena itu, terapi rehidrasi oral merupakan kunci utama penanganan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk pasien sakit akut yang menyebabkan diare yang signifikan. Hal ini sangat penting terutama untuk negara berkembang, karena terapi ini telah
menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya. Terapi ini menggunakan fakta bahwa pada kebanyakan kasus diare akut, transpor air dan elektrolit bersama
dengan nutrien di usus halus tidak terganggu. Absorpsi natrium dan klorida berkaitan dengan ambilan glukosa olen enterosit; yang diikuti oleh gerakan air
dalam darah yang sama. Campuran yang seimbang antara glukosa dan elktrolit dalam volume yang setara dengan cairan yang hilang dapat mencegah terjadinya
dehidrasi. WHO merekomendasikan formula larutan rehidrasi oral yang ideal; campuran lain atau obat-obatan rumah kemungkinan komposisinya kurang
seimbang Joel G.Hardman Lee Limbird,2002. Farmakoterapi diare harus dilakukan pada pasien yang menunjukan gejala
diare yang signifikan dan terus menerus presisten. Obat antidiare nonspesifik biasanya tidak mengacu pada patofisiologi penyebab diare; prinsip pengobatan ini
hanya menghilangkan gejala pada kasus diare akut yang ringan. Obat-obat ini kebanyakan bekerja dengan menurunkan motilitas usus, dan sedapat mungkin
tidak boleh diberikan pada penderita penyakit diare akut yang disebabkan oleh organisme. Pada kasus seperti ini, obat-obat tersebut dapat menutupi gambaran
klinis, menunda bersihan organisme, dan meningkatkan risiko infeksi sistemik oleh organisme, dan juga meningkatkan komplikasi lokal seperti megakolon
toksis dilatasi kolon akut yang disertai dengan kolitis amebik atau ulseratif Joel G.Hardman Lee Limbird,2002.
Menurut Kemenkes RI tahun 2011, prinsip tatalaksana diare pada anak adalah LINTAS DIARE Lima Langkah Tuntaskan Diare, yang didukung oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu- satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhanmenghentikan diare dan mencegah kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS
DIARE yaitu: 1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan pemberian ASI dan makanan