UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat adalah suatu keadaan dimana pasien mendapatkan terapi obat yang tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif,
pasien alergi atau kontraindikasi dan tidak sesuai dengan kondisi patologi pasien Sari Novita, 2015.
Hasil dari penelitian menunjukan terdapat 2 pasien yang mengalami ketidaktepatan pemilihan obat yaitu pada pasien nomor 23 dan 25, berdasarkan
hasil uji laboratorium feses, pasien mengalami diare yang disebakan oleh jamur, namun obat yang diberikan adalah cefotaxime, dimana mcefotaxime merupakan
antibiotik golongan cephalosporin generasi 3 untuk mengobati diare karena infeksi bakteri. Seharusnya pasien menerima obat antifungal yaitu fluconazole
sesuai dengan formularium rumah sakit RS “X” kota Tangerang Selatan.
Fluconazole digunakan untuk candida species, cryptosporus neoformans dan aspergillus dengan dosis 3 mgkghari untuk mucosal candidosis dan 6-12
mgkghari untuk systemic candidosis dan cryptococcosis Richardson Malcolm,Brian Jones, 2007.
5.2.3.2 DRPs Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi adalah suatu keadaan dimana pasien memperoleh terapi obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang dideritanya. Pasien
dapat didiagnosa menderita diare akut yang disebabkan oleh berbagai faktor, secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya
penyakit diare yaitu faktor lingkungan tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembunagan sampah, pembuangan air limbah, prilaku hidup bersih dan sehat,
kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, gizi, keadaan sosial ekonomi serta sebab lain. Sedangkan faktor resiko terjadinya diare
selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu atau pengasuhnya, karena untuk anak yang usianya kurang dari 5 tahun belum bisa
menjaga dirinya sendiri dan sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu dari anak atau pengasuh anak tidak dapat mengasuh anak dengan baik dan
sehat, maka kejadian diare pada anak tidak dapat dihindari Depkes RI, 2002.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penilaian untuk mendiagnosa pasien diare akut pertama-tama adalah dengan melakukan pengamatan mengenai derajat dehidrasinya, untuk menentukan
pengobatan diare yang tepat berdasarkan derajat dehidrasinya, setelah itu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium lengkap pada
diare akut umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu seperti diare dengan penyebab dasar yang tidak diketahui atau pada penderita dengan dehidrasi
berat Juffrie, 2010. Pemeriksaan feses baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik
harus diperhatikan bentuk, warna feses, ada tidaknya darah, lendir dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur
cacing, parasit, bakteri dan lain-lain Hadi, 2002. Pada diare akut yang disebabkan karena infeksi terdapat gejala-gejala yang umum terjadi seperti
muntah, demam, nyeri perut dan juga kejang sehingga pasien biasanya menerima obat-obatan tambahan untuk menangani gejala tersebut.
Berdasarkan hasil dari penelitian, terdapat 8 obat yang diberikan tanpa indikasi, pasien nomor 1, 33 dan 34 menerima obat batuk berupa ambroxol selama
perawatan tanpa adanya indikasi dan keluhan batuk pada pasien tersebut baik ketika pasien pertama kali masuk dan ketika masa perawatan di Rumah Sakit.
Pada pasien nomor 17 pasien didiagnosa menderita diare karena infeksi bakteri dengan gejala demam naik turun, dan BAB lebih dari 3x sehari, pasien tidak
mengeluh mual dan muntah tapi terdapat obat mual muntah yang diberikan pada pasien yaitu pasien diberikan ondansetron sebagai obat untuk mual dan muntah.
5.2.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat adalah pemberian terapi tambahan pada pasien atas dasar diagnosa yang ditegakan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di rekam
medik. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien anak yang menderita diare akut dengan dan tanpa penyakit penyerta didasarkan pada
diagnosa masuk pasien, kondisi pasien selama proses perawatan di rumah sakit, hasil uji laboratorium dan hasil uji feses. Pasien dikatakan butuh tambahan obat
jika obat yang diterima pasien kurang lengkap dan kurang sesuai dengan keluhan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pasien, hasil diagnosa pasien ketika masuk untuk dirawat di instalasi rawat inap dan juga hasil uji laboratorium pasien.
Diare pada anak selain disebabkan oleh virus juga disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur. Penyebab diare berupa infeksi masih menjadi permasalahan
yang serius di negara berkembang, diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah atau demam, nyeri perut atau kejang perut. Pemberian
antibiotik adalah cara untuk menanggulangi diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur, pemberian antibiotik diindikasikan pada pasian dengan gejala
dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, dan diare pada pelancong Zein. U, 2004.
Menurut Kemenkes RI tahun 2011, pemberian antibiotik tanpa indikasi untuk penderita diare pada tahun 2009 masih tergolong tinggi, dan provinsi
dengan jumlah penderita diarenya diberi antibiotik adalah Aceh, Lampung dan Papua Barat masing-masing sebesar 100, sementara provinsi dengan jumlah
penderita diare yang diberi antibiotik terendah adalah provinsi Sumatera Barat 45,6.
Hasil analisa data deskriptif pada tabel 5.4 menunjukan sebanyak 8 pasien yang mengalami indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat yang
dibutuhkan pada pasien diare akut yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat diantaranya obat antibiotik antibakteri, obat batuk, dan antiemetik. Berdasarkan
hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 6,7,8,18 dan 33 diketahui bahwa pasien menderita diare akut karena infeksi bakteri. Penggunaan obat yang
diberikan pada pasien masih belum efektif karena pasien tidak diberikan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri yang diderita pasien, pemilihan
antibiotik yang sesuai untuk pasien dengan infeksi bakteri adalah antibiotik chephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone, cefixime, cefotaxime dan
meropenem. Sedangkan untuk pasien dengan nomor 10 pasien didiagnosa menderita diare akibat infeksi bakteri, dengan gejala demam, BAB berair lebih
dari 3x sehari dan juga muntah, dimana muntah dan demam merupakan salah satu gejala diare yang disebabkan karena infeksi, namun pasien tidak diberikan obat
antiemetik seperti ondansetron untuk menangani gejala mual muntah tersebut. Pemilihan ondansetron dibandingkan dengan domperidone dalam mengatasi mual