Penggunaan Obat Pada Pasien Diare Akut Infeksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil dari tabel diatas terlihat bahwa kategori DRPs yang paling tinggi adalah interaksi obat sebesar 31,18 lalu dosis obat melebihi dosis terapi sebesar 30,10, diikuti dosis obat kurang dari dosis terapi sebesar 18,27, obat tanpa indikasi sebesar 9,67, indikasi tanpa obat sebesar 8,60 dan untuk ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 2,15. 5.1.4 Hasil Analisa Bivariat 5.1.4.1 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan penyakit penyerta dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Gambar 5.1 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Pada Pasien Diare Akut Infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015. Penyakit penyerta Kejadian DRPs Nilai P Tidak terjadi DRPs Terjadi DRPs N N Tanpa penyakit penyerta 8 40 12 60 0,028 Dengan penyakit penyerta 2 10 18 90 Total 10 25 30 75 Dari gambar 5.1 Menunjukkan bahwa pengaruh penyakit penyerta terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,028 P 0,05, maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit penyerta dengan DRPs.

5.1.4.2 Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs

Berdasarkan analisis hubungan jumlah obat dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada gambar dibawah ini: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 5.2 Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari- Desember 2015. Jumlah Obat Kejadian DRPs Nilai P Tidak terjadi DRPs Terjadi DRPs N N 1-5 obat 5 50 5 50 0,100 6-10 obat 5 17,2 24 82,8 10 obat 1 100 Total 10 25 30 75 Dari gambar 5.2 Menunjukkan bahwa pengaruh jumlah jenis obat terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,100 P 0,05, maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah jenis obat dengan kejadian DRPs.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pasien

Berdasrkan tabel 5.1, pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling banyak adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Santoso 2005 yang menyatakan bahwa resiko kesakitan diare pada anak perempuan lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh La Ode 2014 di daerah Kendari menunjukan bahwa sebagian besar yang menderita diare adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 65,8 sedangkan untuk anak perempuan yang menderita diare hanya sebesar 29,78. Penelitian serupa dilakukan oleh Iswari Yeni pada tahun 2011 dengan besar sampel sebanyak 108 responden, sebagian besar anak yang menderita diare akut karena infeksi berjenis kelamin laki-laki dengan 72 pasien 66,7. Hasil dari ketiga penelitian tersebut sama-sama mengungkapkan bahwa diare lebih sering terjadi pada anak laki-laki hal tersebut sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, dimana pasien diare akut lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 5,5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan hasil penelitian, usia pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling banyak adalah anak dengan usia 2-5 tahun yakni sebanyak 36 pasien sedangkan sisanya anak dengan usia 6-12 tahun yaitu sebanyak 4 pasien. Pada anak dengan kelompok usia 2-5 tahun rentan terkena infeksi bakteri penyebab diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang kurang bersih. Selain itu hal ini terjadi karena secara fisiologis sistem pencernaan pada anak belum cukup sempurna sehingga rentan terkena penyakit saluran pencernaan seperti diare Juffrie, 2010. Hasil penelitian Sumali M.Atmojo 1998 menunjukan bahwa besar pengaruh umur anak terhadap frekuensi kejadian diare hanya sebesar 8,77. Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 1991 BPS, 1993 menemukan bahwa semakin muda usia anak maka semakin besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok usia kurang dari 6 bulan, yang mungkin disebabkan makanan bayi masih sangat tergantung pada Air Susu Ibu ASI. Tingginya angka diare pada anak yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah usia anak maka daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah, terlebih lagi jika status gizinya kurang dan berada pada lingkungan yang kurang memadai Sinthamurniwaty, 2006. Berdasarkan tabel 5.1 penyakit penyerta terbanyak adalah KDK Kejang Demam Kompleks yang diderita 8 pasien, kemudian diikut oleh anemia sebanyak 3 pasien, lalu TBC sebanyak 2 pasien. Kejang umumnya terjadi pada 24 jam pertama dan berhubungan dengan infesi saluran pernafasan akut, infeksi saluran kemih serta gangguna gastroenteritis. Penyakit gastroenteritis menimbulkan manifestasi klinis yaitu demam, dan hal tersebut dapat memicu terjadinya kejang karena peningkatan 1 o C dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan basal metabolisme 10-15 dan juga peningkatan kebutuhan oksigen sehingga mengganggu stabilitas membran sel. Ion Na + pada keadaan normal lebih mendominasi diluar sel karena kejadian demam pada tubuh sehingga ion Na + berdifusi kedalam sel sehingga terjadilah depoarisasi yang memicu timbulnya bangkitan kejang Nugroho W, 2014. Menurut United Nations International Childrens Emergency Fund UNICEF pada tahun 1998, diare dapat memperberat kejadian anemia. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Indonesia anemia disebabkan karena kekurangan zat besi, penyakit diare dapat mengganggu nafsu makan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat konsumsi gizi dan mengakibatkan kekurangan zat besi.

5.2.2 Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi

Berdasarkan hasil penelitian pasien anak yang menderita diare akut infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta paling banyak menggunakan zinc probiotik dalam penanganan kasus diare akut infeksi. Pada pasien yang menderita diare, dehidrasi merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Dehidrasi memicu gangguan kesehatan mulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk hingga penyakit berat seperti penurunan fungsi ginjal. Pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi, bila tidak ditolong dehidrasi akan bertambah berat dan timbul gejala-gejala diare. Oleh karena itu pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi sangat penting pada anak dengan diare. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah yang memadai merupakan modal yang utama untuk mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi sesering mungkin. Hasil penelitian dari tabel 5.2 menunjukan bahwa pengobatan diare anak yang menggunakan cairan rehidrasi oral sebanyak 13 pasien dan penggunaan cairan rehidrasi secara parenteral sebanyak 35 pasien. Pemberian terapi cairan pengganti merupakan pengobatan utama pada penyakit diare yaitu dengan menggunakan cairan elektrolit Depkes, 2010. Pengobatan selanjutnya dengan pemberian terapi zinc, setelah penderita diare diketahui derajat dehidrasinya maka pasien diberi tablet zinc yang berguna untuk menguramhi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi volume air besar, mengurangi volume tinja dan menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya Fontaine, 2008. Hasil dari tabel 5.2 menunjukan pasien yang menerima terapi zinc sebesar 39 pasien yang menerima terapi zinc. WHO dan UNICEF merekomendasikan penggunaan zinc karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc

Dokumen yang terkait

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

0 2 167

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PENATALAKSANAAN PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING PERIODE JANUARI-JUNI 2015

8 57 111

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2015 Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

1 6 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

0 3 14

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT X TAHUN 2015 Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gangguan Lambung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Ta

0 3 17

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gangguan Lambung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2015.

0 2 12

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 9 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

0 3 13