Penilaian organoleptik dengan metode skoring

tetelan ikan kakap dan surimi ikan layang yang digunakan dalam formula bakso ikan pada penelitian ini. Jika dinilai dari segi ekonomi maka biaya produksi untuk pembuatan bakso C3 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang 1:3 lebih ekonomis dibandingkan dengan bakso C2 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang 1 : 2 dan C1 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang sebesar 1 : 1. Hal ini disebabkan karena harga bahan baku ikan kakap merah lebih mahal daripada ikan layang, sehingga semakin sedikit jumlah surimi tetelan ikan kakap dan semakin banyak surimi ikan layang yang digunakan akan dapat menekan biaya produksi dalam pembuatan bakso ikan. Oleh karena itu, bakso C3 dari campuran surimi tetelan ikan kakap dan ikan layang 1:3 dengan konsentrasi tepung tapioka 25, dinilai sudah dapat menghasilkan tekstur bakso yang kenyal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kekuatan gel 519,38 g.cm, uji lipat 8,2, dan uji gigit 8,2 yang tinggi, sehingga bakso ikan C3 dipilih sebagai formula terbaik dan optimal untuk dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.

4.3.2 Penilaian organoleptik dengan metode skoring

Soekarto 1985 menyebutkan bahwa uji organoleptik adalah menilai suatu produk dengan menggunakan alat indera penglihatan, pencicip, pembau dan indera pendengar. Dengan uji ini dapat diketahui penerimaan paneliskonsumen terhadap suatu produk. Penilaian organoleptik dengan menggunakan metode skoring atau skor mutu dari suatu produk bertujuan untuk memberikan suatu nilai atau skor tertentu terhadap karakteristik atau mutu dari suatu produk, yaitu penilaian terhadap kenampakan, aroma, rasa dan tekstur dalam hal ini bakso ikan. Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu organoleptik dalam suatu jenjang mutu Rahayu 1998. Skala angka dan spesifikasi setiap karakteristik produk dicantumkan dalam lembar penilaian score sheet organoleptik. Lembar penilaian score sheet bakso ikan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil uji organoleptik dari setiap formula bakso ikan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil uji organoleptik dari setiap formula bakso ikan Bakso ikan formula Parameter penilaian organoleptik Kenampakan Aroma Rasa Tekstur A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 6,2±1,32 abc 5,9±1,32 abc 6,3±1,40 bc 5,3±1,32 a 6,1±1,36 abc 5,8±1,42 ab 6,8±0,79 c 6,5±1,11 bc 6,5±0,78 bc 7,7±1,24 a 7,2±1,35 a 7,3±1,24 a 7,4±1,16 a 7,4±1,33 a 7,3±1,31 a 7,6±1,22 a 7,5±1,28 a 7,6±1,22 a 6,8±1,06 a 6,6±1,47 a 6,8±1,22 a 6,1±1,33 a 6,8±1,32 a 6,8±1,15 a 6,7±1,08 a 6,8±1,19 a 6,9±1,32 a 7,3±1,21 ab 7,6±1,38 b 7,4±1,43 ab 6,4±1,61 a 7,4±1,13 ab 7,4±1,22 ab 8,1±1,01 b 8,1±1,06 b 8,1±1,01 b • Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 • Simbol A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2 dan C3 merujuk keterangan pada Gambar 6

1 Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Bila kesan kenampakan produk baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat sifat sensoris yang lainnya aroma, rasa, tekstur dan seterusnya. Meskipun kenampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi kenampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen. Pada umumnya konsumen memilih dan menerima makanan yang memiliki kenampakan yang menarik Soekarto 1985. Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap kenampakan bakso ikan yang dihasilkan berkisar antara 5,3 sampai 6,8 Tabel 8. Nilai kenampakan tertinggi dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso C1 6,8, sedangkan terendah dicapai oleh bakso B1 5,3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dari setiap formula bakso ikan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan bakso ikan Lampiran 11. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kenampakan bakso C3 hanya berbeda nyata dengan bakso B1, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula bakso ikan lainnya. Hal ini disebabkan bakso C3 mempunyai warna lebih menarik, bentuk bulat beraturan, seragam dan sedikit berongga; sedangkan bakso B1 mempunyai warna kurang menarik, agak kusam, bentuk bulat kurang beraturan, kurang seragam dan berongga. Sehingga bakso C3 lebih disukai dan diterima oleh panelis daripada bakso B1. Kenampakan bakso C3 yang lebih cerah dan menarik diduga karena adanya penambahan tepung tapioka yang lebih banyak yaitu pada konsentrasi 25 dari berat surimi yang digunakan dalam pengolahan bakso, sehingga menghasilkan warna bakso yang lebih cerah dibandingkan bakso B1.

2 Aroma

Aroma makanan dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya makanan, bahkan aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan lebih tinggi daripada indera pencicipan, bahkan industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak Soekarto 1985. Pada umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus Winarno 1997. Dalam memilih bakso ikan pada umumnya konsumen akan memilih bakso ikan yang segar atau tidak amis dan beraroma khas ikan, karena aroma bakso ikan yang amis, asam dan berbau tengik menunjukkan bahwa bakso ikan tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap aroma bakso ikan yang dihasilkan berkisar antara 7,2 sampai 7,7 Tabel 8. Nilai aroma tertinggi dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso A1 7,7, sedangkan nilai terendah dicapai oleh bakso A2 7,2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dari setiap formula bakso ikan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan Lampiran 12. Hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi tepung tapioka dan komposisi surimi tetelan ikan kakap dan ikan layang pada jumlah yang berbeda menghasilkan aroma bakso ikan yang sama yaitu beraroma spesifik ikan, enak dan tidak amis. Hal ini diduga karena adanya penambahan bumbu-bumbu dalam adonan bakso yang meningkatkan aroma bakso ikan, sehingga seluruh bakso ikan yang dihasilkan diterima dan disukai oleh panelis.

3 Rasa

Menurut Winarno 1997 rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan oleh konsumen terhadap diterimanya suatu produk. Apabila sebuah produk mempunyai rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna dan aromanya baik. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap rasa bakso ikan berkisar antara 6,1 sampai 6,9 Tabel 8. Nilai tertinggi untuk rasa dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso C3 6,9, sedangkan nilai terendah dicapai oleh bakso B1 6,1. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa setiap formula bakso ikan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa bakso ikan yang dihasilkan Lampiran 13. Hal ini diduga karena adanya penambahan bumbu-bumbu dalam adonan bakso yang dapat meningkatkan cita rasa bakso ikan yang dihasilkan. Meskipun konsentrasi tepung tapioka dan komposisi surimi tetelan ikan kakap merah dan ikan layang yang ditambahkan dalam adonan bakso berbeda jumlahnya, tetapi panelis memberikan penilaian rasa yang sama terhadap seluruh bakso ikan yang dihasilkan, yaitu enak dan spesifik rasa ikannya. Seluruh bakso ikan yang dihasilkan diterima dan disukai oleh panelis.

4 Tekstur

Tekstur merupakan parameter yang penting bagi produk gel ikan. Penilaian terhadap tekstur bakso ikan sangat dipengaruhi oleh kekuatan gel yang dihasilkannya. Penilaian tekstur bakso ikan atau produk-produk gel ikan lainnya bertujuan untuk mengetahui tingkat kekenyalannya. Hal ini perlu dilakukan karena bakso ikan merupakan salah satu dari produk fish jelly yang kriteria mutu utamanya menuntut adanya kelenturan dan kekenyalan tertentu BBPMHP 1987. Nilai rata-rata panelis terhadap tekstur bakso ikan yang dihasilkan berkisar antara 6,4 sampai 8,1 Tabel 8. Nilai tertinggi untuk tekstur dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso C2 8,1, sedangkan nilai terendah dicapai oleh bakso B1 dengan nilai rata-rata 6,4. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dari setiap formula bakso ikan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan Lampiran 14. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa tekstur bakso C3 hanya berbeda nyata dengan bakso B1, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula bakso ikan lainnya. Hal ini disebabkan bakso C3 mempunyai tekstur yang kenyal, padat dan kompak, sedangkan bakso B1 mempunyai tekstur yang kurang kenyal, kurang kompak dan kurang padat. Sehingga bakso C3 lebih disukai dan diterima oleh panelis daripada bakso B1. Hal ini diduga karena ketersediaan air dalam surimi sudah sesuai dengan jumlah tepung tapioka yang ditambahkan yaitu pada konsentrasi 25 dari berat surimi, sehingga mampu meningkatkan kelarutan protein miofibril dalam surimi dan menghasilkan tekstur bakso yang kenyal. Peningkatan dan penurunan kekenyalan suatu produk sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan jumlah pati yang ditambahkan. Ketersediaan air yang sedikit dan penambahan jumlah pati yang tinggi akan berakibat kompetisi yang tinggi pada pati sehingga akan mengurangi pembentukan gel dan melemahkan ikatan antara granula pati dan protein miofibril, sehingga menghasilkan tekstur produk yang keras Astuti 1995. Oleh karena itu jika ketersediaan air banyak sementara jumlah pati yang ditambahkan sedikit maka akan melemahkan ikatan antara granula pati dengan protein miofibril, sehingga menghasilkan gel yang rendah. Berdasarkan hasil penilaian terhadap sifat-sifat organoleptik bakso ikan yang dihasilkan, maka formula C3 dapat menghasilkan bakso yang bermutu tinggi, yaitu rasa enak dan lezat, tekstur yang kenyal, padat dan kompak, beraroma spesifik ikan, serta kenampakan yang menarik. Bakso C3 juga diterima dan disukai oleh panelis atau konsumen. Oleh karena itu bakso C3 merupakan formula terbaik dan terpilih dari campuran surimi tetelan ikan kakap merah dan surimi ikan layang dengan tepung tapioka. 4.4 Karakteristik Campuran Surimi Ikan Layang dan Surimi Ikan Kakap Merah Beku dan Segar serta Karakteristik Bakso Ikan yang Dihasilkan Penelitian ini dilakukan karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya, yaitu ketersediaan bahan baku ikan kakap merah yang terbatas jumlahnya di pasaran lokal dan faktor harga yang terlalu tinggi mencapai Rp. 25.000,- sampai Rp. 27.000,- per kg. Sehingga penggunaan daging tetelan kakap merah beku maupun segar yang berasal dari hasil samping industri pengolahan filet ikan kakap merah adalah alternatif untuk bahan baku dalam pengolahan surimi. Selain harganya yang lebih murah, pemanfaatan daging tetelan kakap merah baik yang beku maupun segar untuk diolah menjadi surimi dan produk-produk fish jelly seperti bakso ikan, nugget, dan sosis ikan dapat meningkatkan nilai tambahnya. Hasil analisis karaktristik surimi A, surimi B dan bakso ikan yang dihasilkannya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik surimi A, surimi B dan bakso ikan yang dihasilkan Parameter Surimi Bakso ikan A B A B pH TVB mg N100 g Derajat putih Kekuatan gel g.cm Uji lipat Uji gigit 6,73 ± 0,07 a 7,32 ± 0,38 b 34,52 ± 0,60 a 121,88 ± 13,26 a 1,1 ± 0,00 a 3,6 ± 0,52 a 6,75 ± 0,04 a 5,15 ± 0,33 a 30,80 ± 1,49 a 126,25 ± 15,91 a 1,4 ± 0,00 a 3,9 ± 0,24 a 6,69 ± 0,08 a 26,19 ± 0,13 a 190,63 ± 22,10 a 6,3 ± 0,42 a 6,7 ± 0,19 a 6,60 ± 0,02 a 25,46 ± 0,62 a 318,75 ± 37,12 7,8 ± 0,00 b 6,7 ± 0,05 a Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b untuk surimi dan bakso ikan menunjukkan berbeda nyata p0,05 A = campuran surimi daging tetelan kakap merah beku dan surimi layang segar B = campuran surimi daging tetelan kakap merah segar dan surimi layang segar

4.4.1 Derajat keasaman pH