sedangkan surimi A berasal dari bahan baku daging tetelan kakap merah yang
sudah dibekukan, sehingga diduga daging tetelan kakap merah beku sudah mengalami denaturasi protein selama proses pembekuan. Suzuki 1981 dan FAO 1995
menyatakan bahwa proses pembekuan ikan akan menyebabkan denaturasi protein, sehingga terjadi degradasideaminasi protein, peptida dan asam-asam amino yang
menghasilkan senyawa-senyawa basa volatil seperti amonia, dimetilamin, dan trimetilamin.
4.4.3 Derajat putih
Surimi yang bermutu paling baik adalah berwarna putih bersih spesifik jenis ikan, berbau segar spesifik jenis ikan, daging elastis, padat dan kompak BSN 1992
a
. Nilai derajat putih surimi dan bakso dapat dilihat pada Gambar 11.
30,80
a
34,52
a
5 10
15 20
25 30
35 40
A B
Perlakuan N
il ai
d er
aj at p
u ti
h su
ri m
i
25,46
a
26,19
a
5 10
15 20
25 30
A B
Perlakuan
N ila
i d e
ra ja
t p u
tih b
a k
s o
Surimi Bakso
• Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf superscript yang sama a menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05
• Simbol A dan B merujuk keterangan pada Tabel 9
Gambar 11 Histogram nilai derajat putih surimi dan bakso Nilai derajat putih surimi A dan B berturut-turut adalah 34,52 dan 30,80
Gambar 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan campuran surimi daging tetelan kakap merah beku ataupun segar dan surimi layang segar tidak
berbeda nyata terhadap nilai derajat putih surimi Lampiran 18.
Dari Gambar 11 terlihat bahwa surimi A mempunyai derajat putih yang lebih tinggi 34,52 daripada surimi B 30,80. Hal ini diduga karena bahan baku yang
berasal dari daging tetelan kakap merah beku sudah mengalami denaturasi protein, sehingga menurunkan kemampuan WHC atau daya ikat air dalam daging ikan. Pada
saat proses pencucian, miogen yang merupakan protein sarkoplasma dalam daging ikan dan mengandung berbagai protein larut air, pigmen heme mioglobin dan hemoglobin
pemberi warna merah, dan hemosianin, akan semakin banyak hilang dan larut dalam air cucian Suzuki 1981; Shimizu et al. 19092; Haard et al. 1994. Oleh karena itu
surimi yang dihasilkan dari daging tetelan kakap beku surimi B memiliki derajat putih yang lebih tinggi.
Nilai derajat putih bakso A dan B berturut-turut adalah 26,19 dan 25,46 Gambar 11. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan campuran surimi
daging tetelan kakap merah beku ataupun segar dan surimi layang segar tidak berpengaruh nyata terhadap nilai derajat putih bakso ikan Lampiran 19.
Nilai derajat putih bakso A 26,19 dan B 25,46 lebih rendah daripada nilai derajat putih surimi A 34,52 dan surimi B 30,80. Adanya penurunan nilai
derajat putih setelah surimi diolah menjadi bakso dikarenakan adanya penambahan gula, karagenan dan pati tepung tapioka dalam adonan bakso, sehingga pada saat
perebusan bakso pada suhu 90
o
C akan terbentuk reaksi pencoklatan non-enzimatis atau reaksi Maillard. Pada reaksi ini, gugus amina -NH
2
dari protein berikatan dengan gugus OH
-
dari gula pereduksi, sehingga warna produk menjadi coklat Winarno 1997. Menurut deMan 1997 reaksi Maillard didefinisikan sebagai reaksi
antara gugus amino pada asam amino, peptida atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula sehingga terbentuk polimer nitrogen berwarna coklat atau
melanoidin.
4.4.4 Kekuatan gel