Analisis kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit

4.3 Penentuan Formula Bakso Ikan Terbaik dari Campuran Surimi Tetelan Ikan Kakap Merah dan Surimi Ikan Layang dengan Tepung Tapioka Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yasin 2005 yang melaporkan bahwa pengkomposisian surimi dari dua jenis ikan yaitu 25 surimi ikan cucut dan 75 surimi ikan pari kelapa ternyata mampu meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut diduga seperti yang dilaporkan oleh Yasin 2005 karena kekuatan gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai pH dari kedua jenis ikan. Nilai pH ikan pari kelapa mendekati pH netral, sedangkan nilai pH dari cucut pisang cenderung bersifat asam. Sehingga untuk menghasilkan nilai pH yang optimum dengan nilai kekuatan gel yang tertinggi dilakukan pengkomposisian atau pencampuran surimi ikan cucut yang jumlahnya lebih sedikit daripada surimi ikan pari kelapa. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formula bakso ikan terbaik dari campuran surimi tetelan ikan kakap merah dan ikan layang dengan tepung tapioka berdasarkan analisis kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit serta uji skoring organolepik terhadap bakso ikan. Untuk mengontrol kadar air yang terdapat dalam surimi, maka dilakukan analisis kadar air surimi dari masing-masing ikan. Hasil analisis kadar air surimi ikan layang 81,66, sedangkan kadar air surimi tetelan ikan kakap merah adalah 83,80. Kadar air yang terdapat dalam surimi ikan layang masih berada pada kisaran kadar air yang yang disarankan dalam pengolahan surimi yaitu 80 - 82 Tan et al . 1987, sedangkan kadar air yang terdapat pada surimi tetelan ikan kakap merah sedikit lebih tinggi.

4.3.1 Analisis kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit

Pengukuran nilai kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit terhadap bakso ikan merupakan analisis fisik yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kekenyalannya. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan sebaiknya berasal dari surimi dengan tingkat kesegaran daging ikan yang tinggi, agar dihasilkan tekstur bakso yang kenyal dan tidak lembek serta warna yang lebih putih. Konsentrasi tepung tapioka yang digunakan antara 10-15 dari berat daging sehingga menghasilkan rasa bakso yang lezat, tekstur yang bagus dan bermutu tinggi BBPMHP 1987; Wibowo 2002. Nilai kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit dari setiap formula bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai kekuatan gel, uji lipat dan uji gigit dari setiap formula bakso ikan Bakso ikan formula Kekuatan gel g.cm Uji lipat Uji gigit A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 417,50 ± 176,78 a 486,88 ± 227,16 a 519,17 ± 284,02 a 381,88 ± 287,26 a 404,58 ± 131,40 a 462,50 ± 190,92 a 510,00 ± 162,63 a 541,25 ± 206,83 a 519,38 ± 234,23 a 7,5 ± 1,55 bc 7,5 ± 1,66 bc 7,5 ± 1,80 bc 5,9 ± 2,39 a 7,1 ± 1,93 ab 7,9 ± 1,55 bc 8,6 ± 1,10 c 8,3 ± 1,34 c 8,2 ± 1,45 bc 7,4 ± 1,07 b 7,4 ± 1,17 b 7,5 ± 1,07 bc 6,4 ± 1,59 a 7,8 ± 1,14 bcd 7,7 ± 0,92 bcd 8,5 ± 0,97 d 8,3 ± 1,06 cd 8,2 ± 1,07 bcd • Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 • Simbol A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2 dan C3 merujuk keterangan pada Gambar 6. Nilai rata-rata kekuatan gel bakso ikan berkisar antara 381,88-541,25 g.cm Tabel 7. Nilai rata-rata kekuatan gel tertinggi terdapat pada bakso ikan C2 541,25 g.cm, sedangkan terendah terdapat pada bakso ikan B1 381,88 g.cm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula bakso ikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan gel bakso ikan Lampiran 7. Dari Tabel 7 terlihat bahwa konsentrasi tepung tapioka 25 kode C dapat menghasilkan nilai kekuatan gel bakso yang lebih tinggi daripada bakso dengan konsentrasi tepung tapioka 15 kode A dan 20 kode B. Hal ini diduga karena kadar air dalam surimi antara 81,66 - 83,8, serta pH surimi yang optimum antara 6,84 - 6,97 Tabel 6. Dengan penambahan tepung tapioka pada konsentrasi 25 dari berat surimi mampu meningkatkan kelarutan protein miofibril dalam surimi, sehingga dapat menghasilkan pembentukan gel bakso yang tinggi. Karena jumlah air yang ditambahkan pada adonan bakso dalam penelitian ini adalah relatif tetap sekitar 20- 30, maka ketersedian air dalam adonan bakso terutama kandungan air dari surimi sangat berpengaruh terhadap pembentukan gel bakso ikan yang dihasilkan. Tanikawa 1971 dalam Pusparani 2003 menyatakan bahwa penambahan tepung sangat tergantung pada kadar air yang ditambahkan, misalnya pada pembuatan produk gel, jika air tidak digunakan maka konsentrasi tepung yang digunakan adalah 10 dan produk gel yang dihasilkan menjadi sangat kuat dan mudah pecah, tetapi jika ditambahkan air 5 maka konsentrasi tepung meningkat menjadi 20. Pembentukan gel pada produk gel seperti halnya bakso, terjadi karena adanya ikatan yang kuat antara granula pati dengan protein miofibril pada surimi Hamadi 1984 dalam Astuti 1995. Peningkatan dan penurunan kekenyalan suatu produk sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan jumlah pati yang ditambahkan. Ketersediaan air yang sedikit dan penambahan jumlah pati yang tinggi akan berakibat kompetisi yang tinggi pada pati sehingga akan mengurangi pembentukan gel dan melemahkan ikatan antara granula pati dan protein miofibril yang menghasilkan tekstur produk yang keras Astuti 1995. Oleh karena itu jika ketersediaan air banyak sementara jumlah pati yang ditambahkan sedikit maka akan melemahkan ikatan antara granula pati dengan protein miofibril, sehingga menghasilkan gel yang rendah. Pengukuran nilai kekuatan gel lebih bersifat obyektif, tetapi data yang digunakan harus bersama-sama dengan hasil penilaian secara subyektif atau sensoris seperti uji lipat dan uji gigit dalam menilai kekenyalan dan elastisitas suatu produk Tan et al. 1987. Pengukuran terhadap uji lipat dan uji gigit dari suatu produk dilakukan secara subyektif atau sensoris dengan menggunakan manusia sebagai alat pengukurnya dan berdasarkan pada spesifikasi penilaian yang sudah ditentukan. Lembar penilaian score sheet untuk uji lipat dan uji gigit bakso ikan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada Tabel 7, nilai rata-rata uji lipat bakso ikan berkisar antara 5,9 - 8,6. Nilai rata-rata uji lipat tertinggi terdapat pada bakso C1 8,6, sedangkan terendah ada pada bakso B1 5,9. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa formula bakso ikan berpengaruh nyata terhadap uji lipat bakso ikan Lampiran 9. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai uji lipat bakso C3, hanya berbeda nyata dengan bakso B1, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula bakso ikan lainnya. Nilai uji lipat bakso ikan pada konsentrasi tepung tapioka 25 tidak berpengaruh terhadap jumlah komposisi surimi tetelan ikan kakap dan surimi ikan layang yang digunakan dalam formula bakso ikan. Penggunaan tepung tapioka pada konsentrasi 25 kode C menghasilkan nilai uji lipat bakso ikan lebih tinggi daripada konsentrasi 15 kode A dan 20 kode B Tabel 7. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai uji lipat yang diukur secara subyektif berbanding lurus dengan nilai kekuatan gel bakso ikan yang diukur secara obyektif, sehingga kedua data dapat digunakan secara bersama dalam menilai kekenyalan bakso ikan. Nilai rata-rata uji gigit dari setiap formula bakso ikan berkisar antara 6,4 - 8,5 Tabel 7. Nilai rata-rata uji gigit tertinggi terdapat pada bakso C1 8,5, sedangkan terendah ada pada bakso B1 6,4. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa formula bakso ikan berpengaruh nyata terhadap uji gigit bakso ikan Lampiran 10. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai uji gigit bakso C3 hanya berbeda nyata dengan bakso B1, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula bakso ikan lainnya. Jumlah komposisi surimi tetelan ikan kakap dan surimi ikan layang dalam formula bakso pada konsentrasi tepung tapioka 25 tidak mempengaruhi nilai uji gigit bakso ikan. Penggunaan tepung tapioka pada konsentrasi 25 kode C juga menghasilkan nilai uji gigit lebih tinggi daripada bakso ikan dengan konsentrasi 15 kode A dan 20 kode B Tabel 7. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai uji gigit berbanding lurus dengan nilai uji lipat dan kekuatan gel bakso ikan, sehingga ketiga data ini dapat digunakan secara bersama dalam menentukan kekenyalan bakso ikan. Semakin tinggi nilai uji gigit bakso maka akan semakin tinggi pula nilai uji lipat dan kekuatan gelnya. Produk gel ikan yang memiliki kekuatan gel yang tinggi akan menghasilkan nilai uji lipat dan uji gigit yang tinggi pula, dengan kisaran nilai uji lipat pada kisaran nilai 7 - 9 grade A-AA dan kisaran nilai uji gigit pada kisaran nilai 7 - 10 BSN 2006. Tan et al. 1987 melaporkan bahwa nilai kisaran yang dapat diterima terhadap uji gigit produk-produk komersial ada pada kisaran nilai 5 - 6. Walaupun bakso C2 menghasilkan nilai kekuatan gel tertinggi 541,25 g.cm, dan bakso C1 menghasilkan nilai uji lipat 8,6 dan uji gigit 8,5 yang tertinggi, tetapi dari hasil uji lanjut Multiple Comparison nilai uji lipat dan uji gigit bakso C1 dan C2 tidak berbeda nyata dengan bakso C3. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka pada konsentrasi 25 tidak berpengaruh terhadap jumlah komposisi surimi tetelan ikan kakap dan surimi ikan layang yang digunakan dalam formula bakso ikan pada penelitian ini. Jika dinilai dari segi ekonomi maka biaya produksi untuk pembuatan bakso C3 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang 1:3 lebih ekonomis dibandingkan dengan bakso C2 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang 1 : 2 dan C1 komposisi surimi ikan kakap dan surimi ikan layang sebesar 1 : 1. Hal ini disebabkan karena harga bahan baku ikan kakap merah lebih mahal daripada ikan layang, sehingga semakin sedikit jumlah surimi tetelan ikan kakap dan semakin banyak surimi ikan layang yang digunakan akan dapat menekan biaya produksi dalam pembuatan bakso ikan. Oleh karena itu, bakso C3 dari campuran surimi tetelan ikan kakap dan ikan layang 1:3 dengan konsentrasi tepung tapioka 25, dinilai sudah dapat menghasilkan tekstur bakso yang kenyal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kekuatan gel 519,38 g.cm, uji lipat 8,2, dan uji gigit 8,2 yang tinggi, sehingga bakso ikan C3 dipilih sebagai formula terbaik dan optimal untuk dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.

4.3.2 Penilaian organoleptik dengan metode skoring