Karakteristik Mikrobiologi : Total Plate Count TPC

4.7 Karakteristik Mikrobiologi : Total Plate Count TPC

Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim dan perubahan kimia. Mikroba merupakan penyebab utama kerusakan bahan pangan Harris dan Karmas 1989. Adanya pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan akan menyebabkan kerusakan dan kemunduran mutu yang ditandai adanya perubahan- perubahan penampakan, tekstur, aroma, cita rasa, serta terbentuknya komponen- komponen yang bersifat racun. Kerusakan bahan pangan oleh mikroba menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan. Hasil uji TPC terhadap jumlah koloni rata-rata bakteri selama penyimpanan suhu dingin disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah koloni rata-rata bakteri bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin Perlakuan Bakso Lama Penyimpanan Minggu 1 2 3 Bakso A kolonig Bakso B kolonig - - 2,70x10 2 2,80x10 2 1,42x10 5 1,76x10 3 7,95x10 5 2,62x10 5 A = Bakso ikan kitosan 0; B = Bakso ikan kitosan 0,1 Pada awal penyimpanan, semua perlakuan bakso ikan belum terbentuk atau tidak ada jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung. Hal ini disebabkan produk bakso ikan telah mengalami perebusan pada suhu tinggi dan belum dilakukan penyimpanan suhu dingin sehingga belum ada pertumbuhan mikroba. Pada akhir penyimpanan 3 minggu pada suhu dingin, jumlah koloni bakteri bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 7,95x10 5 dan 2,62x10 5 kolonig. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan dan lama penyimpanan pada suhu dingin serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah koloni bakteri bakso ikan Lampiran 30. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri seluruh perlakuan bakso ikan pada penyimpanan suhu dingin 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 1, 2 dan 3 minggu. Penyimpanan suhu dingin 1 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 0, 2 dan 3 minggu. Penyimpanan suhu dingin 2 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 0, 1 dan 3 minggu. Penyimpanan suhu dingin 3 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 0, 1 dan 2 minggu Lampiran 30. Penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan berpengaruh terhadap penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan pada suhu dingin. Secara keseluruhan pada lama penyimpanan 1 minggu, jumlah koloni bakteri pada bakso ikan dengan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 2,70x10 2 dan 2,80 x 10 2 kolonig. Jumlah koloni bakteri yang terbentuk dari semua perlakuan masih sedikit, hal ini diakibatkan oleh penyimpanan bakso ikan pada suhu dingin. Menurut Ilyas 1983, penyimpanan bahan pangan atau ikan pada suhu rendah dingin dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat kerusakan bahan pangan. Pada lama penyimpanan 2 minggu, jumlah koloni bakteri bakso ikan dengan perlakuan kitosan 0 dan 0,1 berturut turut sebesar 1,42x10 5 dan 1,76x10 3 kolonig. Jumlah koloni bakteri sebesar 1,76x10 3 kolonig untuk bakso ikan dengan kitosan 0,1 pada lama penyimpanan 2 minggu, masih berada di bawah SNI bakso ikan yang distandarkan, yaitu 5 x 10 4 kolonig BSN 2006 a . Hal ini diduga karena adanya pengaruh kitosan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba selama penyimpanan suhu dingin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan memperpanjang umur simpan bakso ikan. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Nurfianti 2007 yang melaporkan bahwa bakso ikan kurisi yang dicoating dengan kitosan 0,1 dan disimpan selama 10 hari pada suhu dingin, mempunyai jumlah koloni yang lebih sedikit 2,65x10 4 kolonig daripada bakso ikan kurisi tanpa kitosan 1,57x10 5 kolonig. Kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesis yang masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai bahan pengawet adalah, kitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesis protein Hadwiger dan Adams 1978; Hadwiger dan Loschke 1981 dalam Hardjito 2006. Simpson 1997 dalam Suptijah 2006 juga menyebutkan bahwa aktivitas antimikroba pada kitosan disebabkan adanya gugus hidroksida pada kitosan, yang menyebabkan kitosan dapat berikatan dengan komponen-komponen fosfolipida yang terkandung pada membran sel mikroba. Pengikatan komponen fosfolipida oleh kitosan menyebabkan permeabilitas membran meningkat sehingga tekanan osmotik cairan di dalam sel mikroba akan meningkat. Akibatnya akan terjadi pergerakan cairan dari dalam sel ke luar sel dan hal ini akan menyebabkan sel mengalami lisis. Seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan maka jumlah koloni bakteri yang terdapat pada seluruh bakso ikan semakin meningkat. Pada penyimpanan suhu dingin selama 3 minggu, jumlah koloni bakteri bakso ikan dengan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 7,95x10 5 dan 2,62x10 5 kolonig, yaitu di atas nilai SNI bakso 5 x 10 4 kolonig. Berdasarkan fenomena yang ada, setelah 3 minggu penyimpanan pada suhu dingin, kitosan 0,1 dalam bakso ikan sudah tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Tetapi aktivitas kitosan 0,1 pada bakso ikan dalam menekan laju pembentukan histidin menjadi histamin, yaitu dengan menghambat kerja enzim dekarboksilase, masih memiliki aktivitas yang kuat. Oleh karena itu dalam penelitian ini, kitosan lebih efektif dalam menekan pembentukan histamin pada bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin daripada menekan laju pertumbuhan mikroba.

4.8 Uji Organoleptik Perbandingan Pasangan