Karakteristik Kimia HASIL DAN PEMBAHASAN 1

beku ataupun segar dan surimi layang segar tidak berbeda nyata terhadap nilai rata- rata uji gigit bakso ikan Lampiran 25. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa surimi A mempunyai nilai rata-rata uji gigit yang lebih rendah 3,6 daripada surimi B 3,9. Hal ini berkaitan dengan bahan baku yang berasal dari daging tetelan kakap merah beku sudah mengalami denaturasi protein selama proses pembekuan terutama denaturasi protein miofibril, sehingga mempunyai kemampuan pembentukan gel yang rendah. Berdasarkan hasil analisis karakteristik surimi dan bakso ikan yang terdiri dari analisis fisik, kimia dan organoleptik, maka campuran surimi daging tetelan kakap merah segar dan surimi layang segar B mempunyai karakteristik atau mutu yang lebih baik dibandingkan dengan surimi dan bakso dari campuran surimi daging tetelan kakap merah beku dan surimi layang segar A. Oleh karena itu, pada penelitian tahap keempat, bahan baku daging tetelan kakap merah yang digunakan adalah daging tetelan kakap merah dalam bentuk segar.

4.5 Karakteristik Kimia

Pada penelitian tahap keempat dilakukan analisis karakteristik kimia bakso ikan dengan penambahan kitosan selama penyimpanan suhu dingin 0-4 o C yang meliputi analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar histamin, derajat keasaman pH dan Water Holding Capacity WHC. 1 Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Kandungan air dalam bahan makanan sangat menentukan kesegaran bahan makanan tersebut, karena kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w , yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya Winarno 1997. Semakin tinggi a w suatu bahan pangan semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut Syarief dan Halid 1992. Selama penyimpanan, kandungan air dalam bahan pangan dapat berubah akibat perbedaan kelembaban dengan lingkungan. Apabila bahan pangan disimpan pada tempat yang lebih lembab, maka bahan pangan tersebut akan menyerap air. Sebaliknya, bila disimpan pada ruang yang lebih kering, maka akan menguapkan sebagian airnya Syarief dan Halid 1992. Nilai kadar air bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin disajikan pada Gambar 13. 70,49 69,61 68,67 73,18 69,27 70,11 70,98 68,26 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 1 2 3 Lama penyimpanan minggu N il a i kadar ai r Kitosan 0 Kitosan 0,1 Gambar 13 Histogram nilai kadar air bakso selama penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai kadar air bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 73,18 dan 68,26, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 70,49 dan 70,98. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hubungan pengaruh penambahan kitosan dan lama penyimpanan pada suhu dingin serta interaksi keduanya terhadap nilai kadar air bakso ikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata Lampiran 26. Kadar air bakso ikan dengan penambahan kitosan 0,1 tidak berbeda dengan kadar air bakso ikan yang tidak ditambahkan kitosan. Dengan demikian, penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan tidak mempengaruhi kadar air bakso ikan yang dihasilkan. Kadar air bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 maupun 0,1 tidak berubah secara nyata selama penyimpanan, hal ini diduga karena bakso ikan dikemas menggunakan plastik polyethylene yang relatif bersifat kedap air dan uap air Syarief et al . 1988, sehingga tidak terjadi dehidrasi air bebas dari permukaan bakso ikan ke udara. Menurut Syarief dan Halid 1992 kadar air dalam bahan pangan sangat berhubungan dengan tingkat ketahanan produk terhadap kerusakan akibat aktivitas enzim, aktivitas mikroba, aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan, dan reaksi- reaksi non-enzimatis yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik, penampakan, tekstur, cita rasa serta nilai gizinya. 2 Kadar abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Unsur mineral atau zat anorganik yang terdapat dalam bahan pangan berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik yang terdapat dalam bahan pangan akan terbakar tetapi zat anorganik lainnya tidak terbakar, karena itulah disebut abu Winarno 1997. Nilai kadar abu bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 14. 1,36 1,67 1,45 1,77 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Lama penyimpanan minggu N ilai kad a r ab u Kitosan 0 Kitosan 0,1 Gambar 14 Histogram nilai kadar abu bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai kadar abu bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 1,36 dan 1,45, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 1,67 dan 1,77. Secara umum penambahan kitosan dan lama penyimpanan suhu dingin cenderung meningkatkan nilai kadar abu bakso ikan. Hal ini diduga karena sifat kitosan yang memiliki kemampuan untuk menarik ion-ion logam yang tergolong mineral. Selain itu diduga akibat adanya kandungan mineral pada kitosan yang berupa CaCO 3 dan Ca 3 PO 4 2 yang tidak larut dalam air Knorr 1982; Suptijah et al. 1992. 3 Kadar protein Kadar protein dalam bahan pangan menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Tujuan memproduksi bakso ikan salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, khususnya dari hasil perikanan. Salah satu kriteria mutu bakso ikan adalah kandungan proteinnya. Bakso ikan yang bermutu baik memiliki kandungan protein yang tinggi, karena protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh, selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur tubuh Winarno 1997. Nilai kadar protein bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 15. 11,37 11,36 11,76 11,96 2 4 6 8 10 12 14 3 Lama penyimpanan minggu N il a i k a da r pr ot e in Kitosan 0 Kitosan 0,1 Gambar 15 Histogram nilai kadar protein bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai kadar protein bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 11,37 dan 11,76, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 11,36 dan 11,76. Penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan cenderung meningkatkan kadar proteinnya. Hal ini diduga oleh adanya unsur nitrogen N dalam gugus amina kitosan yang ikut terhitung sebagai kadar N total yang digunakan untuk menentukan kadar protein produk bakso ikan tersebut. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Ornum 1992 bahwa kitosan mengandung gugus amina NH 2 dalam rantai karbonnya. Secara keseluruhan kadar protein produk setiap perlakuan cenderung tidak mengalami perubahan setelah penyimpanan suhu dingin, diduga karena tidak terjadinya perubahan kadar air yang signifikan selama penyimpanan suhu dingin sampai 3 minggu. Hal ini berkaitan dengan adanya karagenan sebesar 1 pada setiap perlakuan bakso ikan, sehingga mampu untuk menahan air yang lepas dari struktur tiga dimensi protein bakso ikan. Karagenan mempunyai gugus sulfat bermuatan negatif dan bersifat hidrofilik , sehingga dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya Moirano 1977. 4 Kadar lemak Lemak merupakan salah satu unsur yang penting dalam bahan pangan, karena lemak berfungsi untuk memperbaiki bentuk dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan pangan. Selain itu lemak berperan sangat penting bagi gizi dan kesehatan tubuh, terutama karena merupakan sumber energi dan sumber vitamin A, D, E dan K Winarno 1997. Kerusakan lemak pada bahan pangan dapat mengakibatkan bau yang tengik, dan rasa yang tidak enak, sehingga mutu dan nilai gizinya turun Ketaren 1986. Nilai kadar lemak bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 16. 0,37 0,19 0,26 0,18 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 3 Lama penyimpanan minggu N il a i kad ar l e m a k Kitosan 0 Kitosan 0,1 Gambar 16 Histogram nilai kadar lemak bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai kadar lemak bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 0,37 dan 0,26, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 0,19 dan 0,18. Secara umum penambahan kitosan dan penyimpanan suhu dingin cenderung menurunkan nilai kadar lemak bakso ikan. Kadar lemak bakso ikan menurun dengan penambahan kitosan 0,1. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Apriadi 2004 yang menyebutkan bahwa nilai kadar lemak menurun seiring dengan penambahan konsentrasi kitosan pada produk gel surimi ikan nila. Hal ini disebabkan karena adanya gugus amina pada kitosan yang dapat mengurangi dan mengikat molekul asam lemak Brady dan Holum 1993 dalam Apriadi 2004. Secara keseluruhan nilai kadar lemak bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 cenderung mengalami penurunan setelah penyimpanan suhu dingin sampai 3 minggu. Hal ini diduga karena adanya aktivitas bakteri yang memproduksi enzim lipolitik yang mampu menguraikan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam lemak dan gliserol Ketaren 1986. 5 Kadar histamin Histamin adalah senyawa yang terdapat didalam daging ikan yang dapat menyebabkan keracunan. Histamin dihasilkan dari perombakan histidin oleh enzim histidin dekarboksilase yang dihasilkan oleh bakteri dekarboksilase. Pembentukan histamin dipengaruhi faktor waktu, suhu, jenis dan banyaknya bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan Sims 1992. Pertumbuhan bakteri pembentuk histamin berlangsung lebih cepat pada temperatur yang tinggi 21,1 o C daripada temperatur rendah 7,2 o C. Batas suhu pertumbuhan bakteri pembentuk histamin pada tubuh ikan yaitu 4,4 o C, sedangkan pada suhu penyimpanan 0 o C hanya sedikit pembentukan histamin FDA 2001. Kimata 1961 menyebutkan bahwa histamin yang terbentuk melalui aktivitas mikroba lebih banyak dibandingkan melalui autolisis. Menurut Taylor dan Alasalvar 2002 histamin yang telah dihasilkan bersifat tahan panas, walaupun ikan telah dimasak, dikalengkan atau dipanaskan sebelum dikonsumsi, histamin yang ada tidak dapat dihancurkan atau dihilangkan. Nilai kadar histamin bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 17. 1,35 10,45 1,76 4,28 2 4 6 8 10 12 3 Lam a penyim panan m inggu N ila i h is ta m in m g k g Kitosan 0 Kitosan 0,1 Gambar 17 Histogram nilai histamin bakso ikan pada awal dan akhir penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai kadar histamin bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 1,35 dan 1,76 mgkg, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 10,45 dan 4,28 mgkg. Secara umum kadar histamin pada bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 pada awal atau sebelum penyimpanan suhu dingin cenderung tetap dan relatif sangat kecil sekali yaitu 1,35 dan 1,76 mgkg. Adanya kandungan histamin dari kedua perlakuan bakso pada awal penyimpanan suhu dingin, diduga sudah terbentuk pada saat penanganan bahan baku ikan dan proses pengolahan surimi sampai menjadi produk bakso. Namun kadarnya masih sangat kecil yaitu 1,35 dan 1,76 mgkg. Secara keseluruhan nilai kadar histamin bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 cenderung mengalami peningkatan setelah penyimpanan suhu dingin, berturut turut 10,45 dan 4,28 mgkg. Bakso ikan tanpa penambahan kitosan mengalami peningkatan kadar histamin yang lebih tinggi daripada bakso ikan dengan kitosan 0,1 setelah 3 minggu penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini diduga karena kitosan memiliki aktivitas antibakteri dengan melakukan penghambatan kerja enzim, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme dan matinya sel Pelczar dan Chan 1988. Dalam hal ini adalah menghambat aktivitas enzim dekarboksilase yang dihasilkan oleh bakteri dekarboksilase pembentuk histamin seperti Morgonellla morganii, Klebsiella pneumaniae dan Hafnia alvei Gingerich et al. 2005. Dengan terhambatnya aktivitas enzim dekarboksilase tersebut, maka laju pembentukan histidin bebas menjadi histamin pada bakso ikan dapat ditekan pembentukannya selama penyimpanan suhu dingin. Secara keseluruhan kadar histamin yang terdapat dalam bakso ikan setelah penyimpanan 3 minggu pada suhu dingin masih berada dalam batas yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Batas kandungan histamin yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration adalah 50 mgkg sebagai kadar yang berbahaya bagi kesehatan manusia FDA 2001. 6 Derajat keasaman pH Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan gel bakso ikan. Menurut Suzuki 1981 pH berpengaruh terhadap kelarutan dari protein miofibril. Pada kisaran pH 6,0 sampai 7,0 merupakan kisaran pH yang optimal bagi kelarutan protein miofibril, dan aktomiosin yang berperan dalam pembentukkan gel lebih stabil pada pH 7,0. Pada pH yang yang rendah yaitu 5,5 akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein miofibril, sehingga kekuatan gel produk gel ikan menjadi lebih rendah atau turun. Honikel 1987 dalam Jin et al. 2007 melaporkan bahwa nilai pH mempunyai efek yang besar pada sifat fisika seperti Water Holding Capacity WHC, tenderness keempukan dan warna daging. Nilai derajat keasaman pH bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 18. 6,66 6,74 6,85 6,43 6,61 6,72 6,75 6,54 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 Lama penyimpanan minggu N il a i der a ja t kea sam an p H Kitosan 0 Kitosan 0,1 c bc b a Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf superscript yang berbeda a,b,c menunjukkan berbeda nyata p0,05, untuk faktor lama penyimpanan Gambar 18 Histogram nilai derajat keasaman pH bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin Pada awal penyimpanan nilai pH bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 berturut-turut sebesar 6,85 dan 6,75, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 6,43 dan 6,54. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada suhu dingin berpengaruh nyata terhadap pH bakso ikan, sedangkan penambahan kitosan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata Lampiran 27. Penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan tidak berbeda terhadap nilai pH bakso ikan yang tidak ditambahkan kitosan, sehingga penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan tidak mempengaruhi nilai pH bakso ikan yang dihasilkan. Dari hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai pH seluruh perlakuan bakso ikan pada penyimpanan suhu dingin 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 2 dan 3 minggu. Lama penyimpanan suhu dingin selama 1 minggu berbeda nyata dengan 3 minggu. Lama penyimpanan suhu dingin 2 minggu berbeda nyata dengan 0 dan 3 minggu, sedangkan lama penyimpanan suhu dingin 3 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 0, 1 dan 2 minggu Lampiran 27. Nilai pH bakso ikan selama 3 minggu penyimpanan pada suhu dingin masih berada pada kisaran pH 6,0 sampai 7,0. Pada kisaran pH tersebut, aktomiosin yang berperan dalam pembentukan gel relatif stabil dan tidak terdenaturasi, sehingga dapat menghasilkan bakso ikan yang memiliki kekuatan gel yang tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Suzuki 1981 yang menyatakan bahwa kisaran pH 6,0 sampai 7,0 merupakan kisaran pH yang optimal bagi kelarutan protein miofibril, dan aktomiosin yang berperan dalam pembentukkan gel akan relatif lebih stabil. Secara umum nilai pH untuk semua perlakuan bakso selama penyimpanan suhu dingin mengalami penurunan, diduga karena adanya hemoglobin dan mioglobin yang masih tersisa dalam surimi. Hemoglobin dan mioglobin ini akan berperan sebagai prooksidan lemak Okada 1990, dan akan mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak tak jenuh pada bakso selama penyimpanan suhu dingin sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH pada bakso ikan Ketaren 1986. 7 Water holding capacity WHC Water Holding Capacity WHC atau daya mengikat air merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap mutu bakso ikan, seperti tekstur, warna dan sifat sensoris. Menurut Zayas 1997 daya mengikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ada dalam bahan maupun yang ditambahkan selama proses pengolahan, atau kemampuan struktur bahan untuk menahan air bebas dari struktur tiga dimensi protein. Nilai WHC bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin disajikan pada Gambar 19. 72,03 77,89 83,91 59,44 84,96 79,98 71,51 69,97 20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 Lama penyimpanan minggu N ila i W H C Kitosan 0 Kitosan 0,1 b b ab a Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf superscript yang berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05, untuk faktor lama penyimpanan Gambar 19 Histogram nilai WHC bakso ikan selama penyimpanan suhu dingin Nilai WHC bakso ikan dengan penambahan kitosan 0 dan 0,1 pada awal penyimpanan berturut-turut sebesar 77,89 dan 84,96, sedangkan pada akhir penyimpanan 3 minggu berturut-turut sebesar 59,44 dan 69,97. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai WHC bakso ikan dipengaruhi secara nyata oleh lamanya penyimpanan pada suhu dingin, sedangkan penambahan kitosan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata Lampiran 28. Penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan tidak berbeda terhadap nilai WHC bakso ikan yang tidak ditambahkan kitosan, atau penambahan kitosan 0,1 pada bakso ikan tidak mempengaruhi nilai WHC bakso ikan yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai WHC seluruh perlakuan bakso ikan pada lama penyimpanan suhu dingin 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 3 minggu. Penyimpanan suhu dingin 1 minggu berbeda nyata dengan 3 minggu. Penyimpanan suhu dingin 3 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan suhu dingin 0 dan 1 minggu Lampiran 28. Secara keseluruhan nilai WHC untuk semua perlakuan bakso ikan pada penyimpanan suhu dingin 0 sampai 2 minggu tidak terjadi perubahan yang signifikan. Tetapi setelah 3 minggu penyimpanan pada suhu dingin, nilai WHC bakso ikan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan air yang terikat dalam protein bahan masih terikat kuat sampai 2 minggu penyimpanan suhu dingin dan jumlah air bebas yang dikeluarkan dari bahan sangat kecil sehingga daya mengikat air atau WHC yang terdapat dalam bakso ikan relatif tidak berubah. Hal ini berkaitan dengan adanya karagenan dalam adonan bakso, yang mempunyai gugus sulfat bermuatan negatif dan bersifat hidrofilik, sehingga dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya, dan dapat menahan keluarnya air bebas dari dalam bahan Moirano 1977. Pada lama penyimpanan 3 minggu pada suhu dingin, nilai WHC bakso sudah mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena nilai pH bakso juga menurun setelah lama penyimpanan 3 minggu Gambar 18. Honikel 1987 dalam Jin et al. 2007 melaporkan bahwa nilai pH mempunyai efek yang besar pada Water Holding Capacity WHC. Penurunan nilai pH dan WHC bakso ikan setelah lama penyimpanan 3 minggu akan berpengaruh terhadap penurunan nilai kekuatan gel bakso Gambar 20. Wahyuni 1992 menyatakan bahwa daya mengikat air atau WHC sangat berpengaruh pada kemampuan protein untuk membentuk gel. Menurut Zayas 1997 jaringan tiga dimensi pada protein miofibril menyediakan sebuah tempat terbuka bagi air yang terikat. Penurunan terhadap jumlah air terikat akan menghasilkan penyusutan tempat antara jaringan miofibril, sehingga kemampuan pembentukan gel menjadi menurun. Adanya penurunan nilai WHC dalam bahan pangan berarti terjadi peningkatan jumlah air yang terbebaskan atau jumlah air bebas Hermanianto et al. 1999. Dengan meningkatnya jumlah air bebas dalam bahan pangan, merupakan media bagi pertumbuhan mikroba, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhannya Syarief dan Halid 1992. Hal ini dibuktikan bahwa bakso ikan pada lama penyimpanan suhu dingin 3 minggu, jumlah koloni bakterinya sudah melebihi SNI bakso ikan yaitu di atas 5 x 10 4 BSN 2006 a .

4.6 Karakteristik Fisik : Kekuatan Gel