Karagenan Kitosan TINJAUAN PUSTAKA

ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Kemasan ditutup menggunakan alat penutup sealer. Tahap selanjutnya adalah penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah BSN 2006 b . Penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan menggunakan suhu dingin maupun suhu beku. Penyimpanan bakso ikan pada suhu dingin dapat dilakukan dalam ruang pendingin refrigerator pada suhu 0 - 5 o C. Penyimpanan produk pada suhu rendah dimaksudkan untuk menghambat aktivitas mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga dapat mencegah kemunduran mutu atau memperlambat proses pembusukan Ilyas 1983.

2.9 Karagenan

Karagenan adalah getah rumput laut yang diekstrak dari spesies tertentu Rhodophyceae alga merah. Karagenan dapat dibagi atas tiga fraksi utama yaitu, kappa , iota dan lamda karagenan. Sumber karagenan untuk daerah tropis adalah Eucheuma cottonii yang menghasilkan kappa karagenan dan Eucheuma spinosum yang menghasilkan iota karagenan Winarno 1990. Karagenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Penggunaan karagenan 1 dalam 1 kg adonan bakso dapat meningkatkan kekenyalan bakso Hardjito 2006. Menurut Keeton 2001, penggunaan karagenan dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur dan kekenyalan produk. Karagenan dapat meningkatkan daya ikat air, memperbaiki daya iris produk akhir, meningkatkan juiceness serta melindungi produk dari efek pembekuan dan thawing. Karagenan dapat dicampurkan bersama daging, larutan garam, tepung dan bahan tambahan pangan lainnya ke dalam alat pencampur mixer atau blender. Umumnya karagenan digunakan pada konsentrasi kurang dari 1. Karagenan mampu melakukan interaksi dengan makromolekul yang bermuatan misalnya protein, sehingga mampu mempengaruhi peningkatan viskositas, pembentuk gel, pengendapan dan stabilisasi. Karagenan mempunyai peranan yang sangat penting dan dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai pembentuk gel, bahan pengental, pengikat, pengemulsi dan lain-lain. Karagenan telah banyak diaplikasikan untuk industri kosmetik, obat-obatan dan pada industri pangan. Produk-produk karagenan umumnya cocok bereaksi dan berfungsi baik dengan pati, gula dan gum, sehingga banyak diaplikasikan untuk produk pangan seperti digunakan sebagai penstabil pada berbagai produk olahan susu dan daging Winarno 1990; Imeson 2000.

2.10 Kitosan

Kitosan C 6 H 11 NO 4 n adalah produk deasetilasi dari kitin, yang telah mengalami penghilangan gugus asetil -COCH 3 . Kitosan merupakan polimer alami, dengan struktur molekul mirip dengan selulosa serat pada sayuran dan buah-buahan. Perbedaan struktur molekul kitosan dan selulosa terletak pada gugus hidroksil OH C-2 selulosa yang digantikan gugus amina NH 2 kitosan Sandford dan Hutching 1987. Struktur molekul kitosan dapat dilihat pada Gambar 4. Kitosan merupakan turunan kitin dengan rumus N-asetil D-glukosamin, yang tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dengan cepat dalam asam organik encer seperti asam format, asam asetat, asam sitrat dan asam mineral lain Bastaman 1989. Pelarut kitosan yang baik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2-1. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1-2 Knorr 1982. Gambar 4 Struktur molekul kitosan Sandford dan Hutching 1987 Kitosan mengandung gugus amina dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berbeda dengan polisakarida lainnya. Bubuk kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat berfungsi sebagai antibakteri yang bersifat bakteriostatik. Efek hambatan pertumbuhan bakteri karena adanya proses deasetilasi yang baik. Makin banyak gugus asetil -CHCO 3 yang hilang dari polimer kitin pada saat ekstraksi, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan dan semakin kuat juga ikatan gugus aminanya Ornum 1992. Menurut Sandford dan Hutching 1987, gugus amina NH 2 yang dimiliki oleh kitosan inilah yang memberikan banyak kegunaan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi asam, gugus amina bebas dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina kationik NH 3 + . Kation akan bereaksi dengan anion polimer membentuk kompleks elektrolit. Gugus amina yang bersifat kationik dan bermuatan positif dari kitosan ini akan mampu mengikat membran sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga metabolisme bakteri terhambat dan bakteri tidak tumbuh lagi Pelczar dan Chan 1988. Mekanisme aksi antibakterial kitosan melibatkan cross-lingkage antara polikationik kitosan dan anion pada permukaan bakteri, yaitu mengubah permeabilitas membran. Pada bakteri Staphylococcus aureus dan Enterobacteri aerogenosa , kitosan dapat berikatan dengan protein membran sel diantaranya glutamat yang merupakan komponen membran sel bakteri dan juga dapat berikatan dengan fosfolipida membran terutama fosfatidil kolin, sehingga menyebabkan permeabilitas membran sel meningkat, dan akan memberikan jalan bagi cairan sel untuk keluar dan berpotensi menyebabkan lisis Simpson 1997 dalam Suptijah 2006. Berbagai hipotesis yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah kitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesis protein Hadwiger dan Adams 1978; Hadwiger dan Loschke 1981 dalam Hardjito 2006. Adanya aktivitas antibakteri pada kitosan maka berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet alami yang aman. Berdasarkan hasil penelitian Maulana 2007, kitosan pada konsentrasi 0,1 menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang cukup baik, yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2007. Pelaksanaan penelitian berlangsung di beberapa laboratorium yaitu Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan pada Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan BPP2HP Jakarta untuk kegiatan preparasi bahan baku dan pembuatan surimi, Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan dan Unit Produksi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk kegiatan pembuatan bakso ikan, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk analisis Total Volatile Base TVB dan Total Plate Count TPC, Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian untuk analisis proksimat, Protein Larut Garam PLG, Water Holding Capacity WHC, derajat putih, kekuatan gel dan pH. Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan pada Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan Jakarta untuk analisis histamin, dan Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk uji lipat, uji gigit serta uji organoleptik bakso ikan. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk pembuatan surimi dan bakso ikan, serta bahan-bahan untuk analisis karakteristik surimi dan bakso ikan. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi adalah ikan layang segar, tetelan daging kakap merah segar dan beku, garam “Refina”, es curai dan natrium bikarbonat. Bahan-bahan untuk pembuatan bakso ikan adalah tepung tapioka “Gunung Agung”, garam “Refina”, gula, bawang merah, bawang putih, merica bubuk, karagenan dan larutan kitosan. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis karakteristik surimi dan bakso ikan meliputi bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat, TVB, pH, protein larut garam, TPC dan histamin.