179 kebohongan dan dusta atas nama Allah. Maka, dalam konteks ini,
disamping mustahil, juga dilarang. Namun, jika konteks terjemah tersebut merupakan terjemah
maknawiah, atau terjemah tafsir, tidak ragu lagi hukumnya boleh, bahkan bisa menjadi wajib jika al-Qur’an tidak mungkin disampaikan
kecuali dengan terjemahan ini, berdasarkan kaidah:
ٌﺐِﺟﺍَﻭ َﻮُﻬَﻓ ِﻪِﺑ ﱠﻻِﺇ ُﺐِﺟﺍَﻮْﻟﺍ ﱡﻢِﺘَﻳ َﻻَﺎﻣ
Sesuatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.
7
2. Sumber Tafsir al-Qur’an
Yang dimaksud dengan sumber tafsir al-Qur’an ini adalah referensi yang dijadikan rujukan oleh para mufasir dalam
menafsirkan al-Qur’an, seperti al-Qur’an, as-Sunnah, pandagan ulama’ salaf dan lain-lain. Ini berbeda dengan pandangan hidup atau
tendensi kemazhaban yang dimilikinya.
2.1. al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber terbaik dan paling sahih untuk menafsirkan al-Qur’an. Karena itu, jika kita hendak mengetahui
makna ayat, maka pertama kali hendaknya kita mencari makna yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an itu sendiri. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa teks al-Qur’an kadang berbentuk Mujmal dalam satu kasus, lalu dijelaskan, baik secara terpisah maupun
tidak, dengan nas al-Qur’an. Sebagai contoh, jika kita hendak menafsirkan satu ayat al-
Qur’an, maka kita harus mengumpulkan ayat-ayat yang mempunyai lafadz dan makna yang sama, seperti:
]
َﻢﻴِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟﺍ َﻁﺍَﺮﱢﺼﻟﺍ ﺎَﻧِﺪْﻫﺍ 6
ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺖْﻤَﻌْﻧَﺃ َﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ َﻁﺍَﺮِﺻ
[
7
‘Ali alHasan, Op. Cit., hal. 20102.
180 Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau
beri nikmat.. Q.s. al-Fâtihah: 6.
yang kemudian ditafsirkan dengan firman Allah: ]
َﻪ ﱠﻠﻟﺍ ِﻊ ِﻄُﻳ ْﻦ َﻣَﻭ ُﻪ ﱠﻠﻟﺍ َﻢ َﻌْﻧَﺃ َﻦﻳِﺬ ﱠﻟﺍ َﻊ َﻣ َﻚ ِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ َﻝﻮ ُﺳﱠﺮﻟﺍَﻭ
َﻦﻴِﺤِﻟﺎ ﱠﺼﻟﺍَﻭ ِءﺍَﺪَﻬ ﱡﺸﻟﺍَﻭ َﻦﻴِﻘﻳﱢﺪ ﱢﺼﻟﺍَﻭ َﻦﻴ ﱢﻴِﺒﱠﻨﻟﺍ َﻦ ِﻣ ْﻢِﻬْﻴ َﻠَﻋ ﺎًﻘﻴِﻓَﺭ َﻚِﺌَﻟﻭُﺃ َﻦُﺴَﺣَﻭ
[ Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul Nya, mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid
dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik- baiknya.
Q.s. an-Nisâ’: 69.
Surat al-Fâtihah: 6, telah menjelaskan maksud as-shirâth al-mustaqîm
jalan yang lurus, yang dijelaskan dengan: shirâth al-ladzîna an’amta
‘alayhim jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat. Hanya siapa orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah itu? Ini masih perlu
penjelasan, termasuk bagaimana supaya jalan mereka bisa dirambah? Maka, surat an-Nisâ’: 69 menjelaskan, bahwa mereka adalah: para
Nabi, orang yang jujur, syuhada’, dan orang-orang shalih. Mana indikasi yang menunjukkan, bahwa ayat ini merupakan tafsir surat al-
Fâtihah: 6 di atas? Indikasi itu ada pada frasa: al-ladzîna an’ama-
Llâh[u] ‘alayhim. Siapa mereka, dan bagaimana caranya? Mereka adalah siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dimana
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya juga merupakan jalan lurus itu. Demikian juga jika kita menemukan teks umum, mutlak,
mujmal dan lain-lain, maka bisa ditafsirkan dengan merujuk teks-teks khusus,
muqayyad dan mubayyan yang berfungsi sebagai takhshîsh, taqyîd dan bayân teks-teks tersebut. Ini seperti yang telah dijelaskan
dalam bab sebelumnya.
2.2. as-Sunnah