Konotasi Syari Definisi al-Quran Konotasi Harfiah

6 Atsar dari Ibn Abbas ini menjelaskan dengan nyata konotasi harfiah tersebut. Disebut demikian, karena al-Quran adalah bacaan yang dibaca dengan lisan, sebagaimana disebut juga dengan istilah Kitâb, karena dibukukan dengan menggunakan pena. Penyebutan dengan kedua istilah ini merupakan bentuk penyebutan sesuatu mengikuti konotasi realitas yang ada padanya. 2 As-Syâfii berpendapat, dan pendapat ini kemudian dikuatkan oleh as-Suyûthi, bahwa al-Qurân adalah nama yang tidak diambil dari pecahan kata manapun ghayr musytaqq. Ini adalah nama untuk kitab Allah, sebagaimana kitab-kitab samawi yang lain. 3

1.2. Konotasi Syari

Para ulama ushul dan kalam telah mendefinisikan al-Quran dengan definisi yang beragam. Namun, definisi yang terbaik dan berkualitas adalah: Al-Quran adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika membacanya. 4 Batasan: kalam Allah yang berupa mukjizat telah menafikan selain kalam Allah, seperti kata-kata manusia, jin, malaikat, nabi atau rasul. Karena itu, hadits Qudsi ataupun hadits Nabawi tidak termasuk di dalamnya. Batasan: diturunkan kepada Muhammad saw. telah mengeluarkan apa saja yang dikatakan sebagai al-Quran, namun tidak mutawatir, seperti bacaan-bacaan Syadz, yang tidak Mutawâtir, yang telah diriwayatkan bahwa bacaan tersebut merupakan al-Quran, namun ternyata diriwayatkan secara Ahâd, maka bacaan tersebut 2 Muhammad Abdullâh Darrâz, an­Naba al­Adhîm, Dâr al­Qalam, Kuwait, hal. 12. 3 As­Suyûthi, al­Itqân, Dâr al­Fikr, Beirut, t.t., juz I, hal. 51. 4 Ali al­Hasan, al­Manâr, Dâr al­Fikr al­Arabi, Beirut, cet. I, 1998, hal. 11. 7 tidak bisa dianggap sebagai al-Quran. Misalnya, bacaan Ibn Masûd terhadap firman Allah SWT.: ] ٍﻡﺎﱠﻳَﺃ ِﺔَﺛﻼَﺛ ُﻡﺎَﻴِﺼَﻓ ْﺪِﺠَﻳ ْﻢَﻟ ْﻦَﻤَﻓ [ Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Q.s. al-Mâidah: 89 yang beliau tambahkan dengan: Mutatâbiât berturut-turut, 5 atau bacaan beliau terhadap firman Allah: ] ﺎًﺌْﻴَﺷ ُﻪْﻨِﻣ ﺍﻭُﺬُﺧْﺄَﺗ َﻼَﻓ ﺍًﺭﺎَﻄْﻨِﻗ ﱠﻦُﻫﺍَﺪْﺣِﺇ ْﻢُﺘْﻴَﺗﺍَءَﻭ [ Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Q.s. al-Nisâ: 20 yang juga beliau tambahkan dengan: Min Dzahab[in] dari emas, setelah lafadz: Qinthâr[an] harta yang banyak, 6 atau bacaan Ibn Abbâs terhadap firman Allah SWT. ] ْﻢُﻜﱢﺑَﺭ ْﻦِﻣ ًﻼْﻀَﻓ ﺍﻮُﻐَﺘْﺒَﺗ ْﻥَﺃ ٌﺡﺎَﻨُﺟ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﺲْﻴَﻟ [ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia rezki hasil perniagaan dari Tuhanmu. Q.s. al-Baqarah: 198 yang beliau tambahkan dengan: Fî Mawâsim al-Hajj pada musim- musim haji, 7 ataupun bacaan terhadap firman Allah SWT. ] ﺎَﻤُﻬَﻳِﺪْﻳَﺃ ﺍﻮُﻌَﻄْﻗﺎَﻓ ُﺔَﻗِﺭﺎﱠﺴﻟﺍَﻭ ُﻕِﺭﺎﱠﺴﻟﺍَﻭ [ 5 As­Suyûthi, al­Itqân, juz I, hal. 6 Ibn Katsîr, Tafsîr al­Qurân al­Adhîm, Dâr al­Fikr, Beirut, t.t., juz I, hal. 467. 7 As­Suyûthi, al­Itqân, juz I, hal. 83. 8 Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya. Q.s. al-Mâidah: 38 yang mengganti: aydiyahumâ tangan-tangan keduanya, dengan: aymânahumâ bagian [tangan atau kaki] kanan keduanya. 8 Jadi penggantian, penambahan atau yang sejenis dari bacaan-bacaan tersebut tidak layak disebut al-Quran, bahkan disebut hadits Nabawi juga tidak boleh, karena bacaan-bacaan tersebut telah dinisbatkan kepada pembacanya. Maka, ia tidak lebih dari sekedar tafsir, atau pandangan bagi orang yang menetapkannya. Mengenai batasan terakhir: dinilai beribadah ketika membacanya telah mengeluarkan hadits Qudsi, meski ia dinisbatkan kepada Allah. Sebab, membacanya tidak bernilai ibadah, sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian .

2. Beda al-Quran dengan Hadits dan Hadits Qudsi