185 kitab-kitab seperti ini pada dasarnya jauh dari substansi tafsir, dan
tidak layak disebut tafsir bagi kaum Muslim. Inilah secara umum gambaran tentang gaya penafsiran para
ahli tafsir. Adapun model tafsir yang berkembang di kalangan ummat Islam, bisa dikembalikan kepada sumber penafsiran yang menjadi
rujukan mereka, bisa diklasifikasikan menjadi dua: tafsîr bi al-manqûl
aw al-ma’tsûr dan tafsîr bi ar-ra’y[i].
3.1. Tafsir Bi al-Ma’tsûr
Model tafsir bi al-Ma’tsûr ini adalah seluruh kitab tafsir yang
disusun dengan menggunakan sumber manqûl atau riwayat, baik al-
Qur’an, as-Sunnah, pandangan sahabat maupun Isrâ’îliyyât. Model
tafsir seperti ini, contohnya seperti tafsir al-Qur’an al-‘Adlîm, yang
ditulis oleh Ibn Jarîr at-Thabari, tafsir al-Muharrir al-Wajîz, karya
Ibn ‘Athiyyah, tafsir al-Qur’ân al-‘Adlîm yang ditulis oleh Ibn Katsîr,
tafsir ad-Durr al-Mantsûr, karya
as-Suyûthi. 3.2. Tafsir
Bi ar-Ra’y[i]
Model tafsir bi ar-Ra’y[i] ini adalah seluruh kitab tafsir yang
disusun dengan menggunakan sumber kebahasaan atau dirayah.
Model tafsir seperti ini, contohnya seperti tafsir al-Kasysyâf, yang
ditulis oleh az-Zamakhsyari, tafsir Mafâtîh al-Ghayb, karya
Fajkhruddîn ar-Râzi, tafsir al-Bahr al-Muhîth yang ditulis oleh Abû Hayyân.
3.3. Tafsir Bi al-Isyârah
Model tafsir bi al-Isyârah ini adalah seluruh kitab tafsir yang
disusun dengan tidak menggunakan salah satu dari kedua sumber di atas, baik riwayat maupun dirayah
. Karena itu, sesungguhnya tafsir seperti ini tidak bisa dimasukkan sebagai tafsir. Sumber utama tafsir
ini adalah kontemplasi, atau apa yang dikenal dengan makna batin al- Qur’an, yang ditemukan ketika membacanya. Model tafsir seperti ini,
contohnya seperti tafsir an-Naysâbûri, yang ditulis oleh
an- Naysâbûri, tafsir Futûhât al-Makkiyah, karya Ibn ‘Arabi, tafsir al-
Alûsi yang ditulis oleh Syihâbuddîn al-Alûsi.
186 4. Metode Baku Tafsir al-Qur’an
Dengan melihat gaya penafsiran dan model tafsir di atas tampak bahwa ada ragam tafsir dengan gaya dan bentuknya. Namun,
harus difahami bahwa semuanya tadi berkaitan dengan uslûb tafsîr,
yang dikembangkan oleh masing-masing ahli tafsir. Adapun berkaitan dengan metode yang seharusnya ditempuh oleh ahli tafsir,
sehingga mendapatkan tafsir ideal sebagaimana yang berkembang pada zaman Rasul dan para sahabat, bisa dirumuskan sebagai
berikut:
4.1. Dari Aspek Kebahasaan