as-Sunnah Pandangan Sahabat Isra’iliyyah

180 Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat.. Q.s. al-Fâtihah: 6. yang kemudian ditafsirkan dengan firman Allah: ] َﻪ ﱠﻠﻟﺍ ِﻊ ِﻄُﻳ ْﻦ َﻣَﻭ ُﻪ ﱠﻠﻟﺍ َﻢ َﻌْﻧَﺃ َﻦﻳِﺬ ﱠﻟﺍ َﻊ َﻣ َﻚ ِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ َﻝﻮ ُﺳﱠﺮﻟﺍَﻭ َﻦﻴِﺤِﻟﺎ ﱠﺼﻟﺍَﻭ ِءﺍَﺪَﻬ ﱡﺸﻟﺍَﻭ َﻦﻴِﻘﻳﱢﺪ ﱢﺼﻟﺍَﻭ َﻦﻴ ﱢﻴِﺒﱠﻨﻟﺍ َﻦ ِﻣ ْﻢِﻬْﻴ َﻠَﻋ ﺎًﻘﻴِﻓَﺭ َﻚِﺌَﻟﻭُﺃ َﻦُﺴَﺣَﻭ [ Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik- baiknya. Q.s. an-Nisâ’: 69. Surat al-Fâtihah: 6, telah menjelaskan maksud as-shirâth al-mustaqîm jalan yang lurus, yang dijelaskan dengan: shirâth al-ladzîna an’amta ‘alayhim jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat. Hanya siapa orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah itu? Ini masih perlu penjelasan, termasuk bagaimana supaya jalan mereka bisa dirambah? Maka, surat an-Nisâ’: 69 menjelaskan, bahwa mereka adalah: para Nabi, orang yang jujur, syuhada’, dan orang-orang shalih. Mana indikasi yang menunjukkan, bahwa ayat ini merupakan tafsir surat al- Fâtihah: 6 di atas? Indikasi itu ada pada frasa: al-ladzîna an’ama- Llâh[u] ‘alayhim. Siapa mereka, dan bagaimana caranya? Mereka adalah siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dimana ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya juga merupakan jalan lurus itu. Demikian juga jika kita menemukan teks umum, mutlak, mujmal dan lain-lain, maka bisa ditafsirkan dengan merujuk teks-teks khusus, muqayyad dan mubayyan yang berfungsi sebagai takhshîsh, taqyîd dan bayân teks-teks tersebut. Ini seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.

2.2. as-Sunnah

181 Karena tidak semua nas al-Qur’an dijelaskan oleh al-Qur’an, maka keberadaan as-Sunnah menjadi sangat penting sebagai sumber kedua, setelah al-Qur’an, untuk menjelaskan maksud yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Misalnya, lafadz: as-shalât dalam firman Allah SWT: ] َﺓﻼﱠﺼﻟﺍ ﺍﻮُﻤﻴِﻗَﺃَﻭ [ Dan dirikanlah shalat. Q.s. al-Baqarah: 43. Lafadz tersebut merupakan lafadz mujmal, yang membutuhkan penjelasan, sementara penjelasannya tidak dinyatakan dalam al- Qur’an, melainkan dalam as-Sunnah. Ketika hendak menjelaskannya, Rasul naik di atas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda: ﻲﱢﻠَﺻُﺃ ْﻲِﻧْﻮُﻤُﺘْﻳَﺃَﺭ ﺎَﻤَﻛ ﺍْﻮﱡﻠَﺻَﻭ Dan shalatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku sedang shalat H.r. al-Bukhâri dari Mâlik. Dari hadits tersebut diperoleh penjelasan yang detail dan sistematis mengenai realitas shalat yang diperintahkan oleh Allah dalam al- Qur’an tadi.

2.3. Pandangan Sahabat

Selain al-Qur’an dan as-Sunnah, pandangan sahabat juga merupakan salah satu rujukan yang penting untuk dirujuk dalam menafsirkan al-Qur’an. Karena merekalah orang yang tahu konteks turunnya ayat, tempat, waktu dan kepada siapa ayat tersebut diturunkan? Dalam hal ini, bisa dicontohkan firman Allah SWT: ] ﺎَﻬْﻨِﻣ َﺮَﻬَﻇ ﺎَﻣ ﻻِﺇ ﱠﻦُﻬَﺘَﻨﻳِﺯ َﻦﻳِﺪْﺒُﻳ ﻻَﻭ [ 182 Dan hendaknya mereka tidak menampakkan kecantikannya, kecuali apa yang boleh nampak darinya. Q.s. an-Nûr: 31. Frase: mâ dlahara minhâ tersebut dijelaskan oleh Ibn ‘Abbâs: َﻭ ﺎَﻫﺎﱠﻔَﻛَﻭ ﺎَﻬُﻬْﺟَﻭ ُﻢِﺗﺎَﺨْﻟﺍ Wajahnya, kedua telapak tangannya dan cincin. 8

2.4. Isra’iliyyah

Yang dimaksud dengan Isrâ’îliyyah adalah, menurut Muhammad bin Muhammad Abû Syahbah, adalah pengetahuan yang bersumber dari Bani Israel, kitab dan pengetahuan mereka, atau dongeng dan kebohongan mereka. 9 Namun, yang lebih tepat, sebagaimana yang dikemukakan oleh ‘Ali al-Hasan, bahwa Isrâ’îliyyah ini lebih spesifik menunjukkan corak keyahudian, sebab waktu itu aspek keyahudian tersebut sangat kental, sehingga banyak terjadi penukilan dari mereka. Karena, waktu itu jumlah mereka juga banyak, dan tradisi mereka juga menonjol, ketimbang orang Kristen. Mereka juga bergaul dengan kaum Muslim. 10 Dalam konteks Isrâ’îliyyah ini bisa dibagi menjadi tiga: 1. Isrâ’îliyyah yang sesuai dengan syariat Islam; 2. Isrâ’îliyyah yang bertentangan dengan syariat Islam; 3. Isrâ’îliyyah yang didiamkan oleh syariat Islam. Mengenai contoh penggunaan Isrâ’îliyyah untuk menafsirkan al-Qur’an, bisa dilihat dalam tafsir at-Thabari, ketika menjelaskan firman Allah: ] َﻥﻮُﻟِﺪْﻌَﻳ ِﻪِﺑَﻭ ﱢﻖَﺤْﻟﺎِﺑ َﻥﻭُﺪْﻬَﻳ ٌﺔﱠﻣُﺃ ﻰَﺳﻮُﻣ ِﻡْﻮَﻗ ْﻦِﻣَﻭ [ 8 Lihat, as­Suyûthi, ad­Durr al­Mantsûr, Dâr al­Fikr, Beirut, 1993, juz VI, hal. 180. 9 Abû Syahbah, al­Isrâ’îliyyât wa al­Mawdhû’ât fi Kutub at­Tafsîr, Makbatab as­Sunnah, Kaero, cet. IV, 1408, hal. 13­14. 10 ‘Ali al­Hasan, Op. Cit., hal. 227. 183 Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk kepada manusia dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan. Q.s. al-A’râf: 159. dengan menyatakan: Telah sampai kepadaku, bahwa Bani Israel, ketika mereka membunuh Nabi-nabi mereka dan mengingkarinya, jumlah mereka ada 12 kabilah. Satu di antara kalibah itu telah menyatakan berlepas diri dari apa yang mereka perbuat. Mereka keberatan dan memohon kepada Allah –‘Azza wa jalla--- agar menceraiberaikan mereka. Allah kemudian membuka nafkah untuk mereka di bumi, lalu mereka berjalan hingga keluar dari belakang Cina. Mereka di sana sebagai orang yang lurus dan muslim, menghadap kiblat kita. 11

2.5. Sumber Kebahasaan