Sab’ah Ahruf bukan Qirâ’ât Sab’ah

66 artinya bahwa al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa penduduk dari kabilah-kabilah Arab yang berbeda, dimana al-Qur’an memang diturunkan dalam bahasa mereka. Inilah pandangan yang paling tepat, meski tidak perlu dibatasi bahwa tujuh dialek bahasa kabilah tersebut adalah: Quraisy, Hudhayl, Tsaqîf, Hawâzin, Kinânah, Tamîm dan Yaman; atau Quraisy, Hudhayl, Hawâzin, Tamîm, Rabî’ah dan Sa’ad bin Bakar. Yang jelas, bahwa ketujuh dialek tersebut adalah dialek yang ketika itu memang sangat populer di tengah-tengah orang Arab, sementara mereka tidak pernah mendeskripsikan yang mana. Ini merupakan pendapat ‘Alî al- Hasan. Berbeda dengan Muhammad Husayn ‘Abdullâh, yang menetapkan ketujuh dialek tersebut. 29

3.3. Sab’ah Ahruf bukan Qirâ’ât Sab’ah

Al-Qaththân menyatakan, bahwa ada sekelompok ulama’ yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Sab’ah Ahruf adalah Qirâ’ât Sab’ah. 30 Pendapat ini jelas salah salah. Pertama, secara terminologis sebutan dan konotasi Qirâ’ât Sab’ah ini baru dikenal pada akhir abad ke-2 H. Kedua, Qirâ’ât Sab’ah adalah tujuh bacaan mutawatir yang dinisbatkan kepada tujuh qâri’, yaitu: 1. Abdullâh bin Katsîr w. 120 H - Madinah 2. Nâfi’ bin ‘Abdurrahmân w. 169 H - Madinah 3. Ibn ‘Amir w. 118 H - Syam 4. ‘Ashim bin Abî an-Nujud w. 127 H - Kufah 5. Hamzah bin Habîb az-Zayyâd w. 156 H – Kufah 6. al-Kisâ’i w. 189 H - Kufah 7. Abu ‘Amr w. 154 H - Kufah Secara terminologis, sebutan dan konotasi Qirâ’ât Sab’ah adalah tujuh perbedaan lafadz wahyu yang dinyatakan dalam huruf, cara membacanya, seperti ringan dan beratnya, dan lain-lain. Ini jelas berbeda dengan Sab’ah Ahruf yang terdapat dalam al-Qur’an. 29 ‘Ali al­Hasan, ibid, hal. 94­95; Muhammad Husayn ‘Abdullâh, Studi Dasar­dasar Pemikiran Islam, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, cet. I, 2002, hal. 44. 30 al­Qaththân, Op. Cit., hal. 162. 67 3.4. Sanggahan atas Pendapat at-Thabari Mengenai Hilangnya Sab’ah Ahruf dalam al-Qur’an Dalam kitabnya, Jâmi’ al-Bayân, Ibn Jarîr at-Thabari menyatakan: Saat ini tidak ada bacaan yang tersisa pada kaum Muslimin, kecuali satu harf dialek, yang telah dipilihkan untuk mereka oleh imam mereka yang benar-benar menginginkan kebaikan serta memberikan nasihat kebaikan, bukan keenam dialek yang lain. 31 Pendapat ini telah menuai banyak kritik dari para ulama’ klasik maupun kontemporer. Az-Zarqâni, misalnya, dalam Manâhil al- ‘Irfân, telah membahasnya panjang lebar untuk membantah, bahwa yang tersisa dalam al-Qur’an hanya satu dialek, sementara enam yang lainnya telah hilang. 32 Hal yang sama juga dilakukan oleh Ahmad von Denffer, dengan menyatakan, bahwa al-Qur’an yang ada saat ini meliputi ketujuh dialek di atas. Alasannya, karena: 1. tidak pernah terjadi perubahan apapun pada al-Qur’an. 2. naskah al-Qur’an saat ini telah ditulis dengan berpedoman pada testimoni sahabat, baik lisan maupun tulisan dan bisa dikembalikan langsung kepada Nabi saw. 3. al-Qur’an itu sendiri telah dijaga oleh Allah SWT. 33

4. Sebab-Sebab Diturunkannya al-Qur’an As-Suyûthi, mengutip pendapat al-Ja’bari, menyatakan