156
Kompetensi Berbahasa Indonesia SMPMTs VII
3. Latihan
Coba kerjakan latihan berikut di rumah secara mandiri
1. Carilah puisi yang dimuat di media cetak yang terbit di kotamu dengan tema “perjuangan hidup”
2. Guntinglah puisi tersebut dan tempelkan pada selembar kertas folio 3. Jangan lupa cantumkan sumbernya
4. Sertakan analisismu terhadap isi puisi tersebut dan tunjukkan kondisi kehidupan saat ini yang dapat mencerminkan isi puisi tersebut
5. Pada pertemuan mendatang, gurumu akan menunjuk beberapa siswa untuk membacakan hasilnya di depan kelas.
6. Serahkan hasil tugasmu ini kepada guru untuk dinilai
B. Menjelaskan Kaitan Latar Cerpen dengan Realitas Sosial
Pada pembelajaran kali ini kamu diajak menemukan latar suatu cerpen, lalu mengaitkan dengan realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan saat
ini. Untuk itu, bacalah kutipan cerpen yang disajikan di bawah ini
1. Latar Suatu Cerpen
Bacalah kutipan cerpen ini dengan cermat Pelajari penjelasan yang berkaitan dengan latar suatu cerpen
Sama-Sama Berjuang
Oleh: Widya Suwarna Ika sedang mengepel lantai, namun pikirannya melayang-layang. Baru
seminggu ia tinggal di Jakarta dan rasanya ia tak tahan. Om Hari dan Tante Ester baik kepadanya. Kawan-kawan di sekolah juga baik. Namun, ia selalu
rindu untuk kembali ke desa di pantai Utara Pulau Jawa. Ia teringat rumahnya, halamannya yang luas, pohon petai, pohon pisang, kandang-kandang ayam,
air sumur yang sejuk, dan suasana akrab dengan tetangga. Namun, ayah Ika yang semula bekerja di tambak udang kini tidak memiliki pekerjaan lagi.
Tambak tempatnya bekerja sudah dijarah. Pemiliknya belum mau lagi menanam benih udang. Ika terpaksa dititipkan pada Tante Ester, adik ayah di
Jakarta. Om Hari dan Tante Ester bekerja, jadi mereka sanggup membiayai Ika. Bila ayah Ika sudah mendapat pekerjaan, Ika akan kembali ke desa.
Di rumah gedung berpagar tinggi Ika merasa sepi dan terasing. Baru saja ia selesai mencuci kain pel, bel pintu sudah berbunyi, “Ning, nong” Ika berlari
ke depan sambil membawa kunci gembok. Aaah, kalau di desanya, pintu rumah tak perlu digembok.
157
Hidup Penuh Perjuangan
“Selamat sore, Tante” sapa Ika sambil membukakan pintu. “Sore. Bagaimana PR-mu? Sudah dibuat?” tanya Tante Ester. Ia membawa tas kerja
dan tas plastik. “Sudah, Tante. Ika baru selesai mengepel lantai” jawab Ika. Tante Ester
masuk ke dalam dan Ika kembali menggembok pintu. Di meja makan, Tante Ester mengeluarkan sebuah kotak. “Makanlah, ada roti enak. Setelah itu, tolong
antar dua potong roti ke rumah nomor 25 Blok AB di jalan belakang rumah kita. Di situ tinggal Oma Nani dan pembantunya” kata Tante.
“Terima kasih, Tante. Biar Ika antar roti ini dulu untuk Oma Nani. Makan rotinya nanti saja” kata Ika sambil memisahkan dua potong roti untuk Oma
Nani. “Nomor 25, nomor 25” gumam Ika sambil mencari rumah Oma Nani. Ia berbelok ke kiri. Tangan kanannya memegang kunci gembok. Ika masih
merasa aneh, ke mana-mana harus membawa kunci gembok. Rumah nomor 25 kecil, halamannya kurang terawat. Ika menekan bel dan kemudian muncul
seorang wanita. Ia pembantu Oma Nani. “Mbak, saya Ika, keponakan Bu Ester. Ini ada roti untuk Oma Nani dari Bu Ester” kata Ika dari balik pagar.
“Ooh, masuklah. Oma Nani senang kalau ada tamu” Wanita itu membuka kunci gembok dan mengajak Ika masuk. Di ruang tamu, ada seorang
nenek berambut putih keriting sedang duduk di kursi roda. Wajahnya tampak sedih. “Oma, ini Ika, keponakan Bu Ester. Ada roti untuk Oma dari Bu Ester”
lapor Mbak tadi. Oma Nani tersenyum. Ada kilatan kegembiraan di matanya dan sedikit kecerian di wajahnya, namun kemudian redup kembali. Oma Nani
menghela napas. “Sampaikan terima kasih Oma pada tantemu. Masih ada yang mau memperhatikan Oma, orang tua yang tidak berguna ini” kata Oma
Nani. Kemudian Oma Nani minta Ika bercerita tentang keluarganya. “Oma kenal ayahmu. Dulu Oma juga tinggal di desamu” kata Oma Nani. Oma
Nani menanyakan kali tempat orang-orang mencuci baju, Kakek Kiman pembuat dandang tembaga, masakan pepes udang yang dulu digemarinya,
dan sebagainya. Selama bercakap, berkali-kali Ika melihat kegembiraan di wajah Oma Nani. Namun kegembiraan itu lalu redup kembali disertai helaan