Contoh Cerita Rakyat Bercerita dengan Urutan yang Baik
29
Aktif dan Kreatif
Seperti ramalan banyak orang, Domia tumbuh menjadi gadis jelita. Banyak pria yang melamarnya. Namun, Domia menolak sebab ia terikat nazar ibunya
pada Jubata. Domia ditakdirkan menjadi pelayan Tuhan atau imam wanita. Seorang imam tak boleh menikah. Tak seorang pun bisa membatalkan nazarnya,
kecuali Jubata sendiri yang mencabutnya. Meskipun demikian, Domia jatuh cinta kepada pemuda bernama Ikot Rinding. Pemuda itu pun mencintai Domia.
Namun, Ikot Rinding heran karena Domia tak mau menikah dengannya.
Suatu hari yang panas, pergilah Ikot Rinding memancing. Karena tak ada seekor ikan pun yang didapatnya, ia pun pergi ke hulu sungai. Di tengah
jalan, Ikot Rinding terhenti. Ia melihat Domia sedang mencuci pakaian. Pemuda itu langsung menghampiri gadis pujaan hatinya.
“Domia, mengapa kau tak mau menjadi istriku?” tanya Ikot Rinding. Mendengar pertanyaan itu, Domia terkejut. Gadis cantik itu akhirnya
berterus terang. Ia bercerita tentang nazar ibunya pada Jubata ketika melahirkannya. Betapa sedih hati Ikot Rinding mendengar cerita itu. Ia tahu,
nazar pada Jubata hanya bisa dibatalkan oleh Jubata sendiri, tetapi ... ke mana ia harus mencari Jubata?
Demi cintanya pada Domia, Ikot Rinding pun mengembara. Setelah enam hari mengembara, sampailah ia di Bukit Sungkung. Ikot Rinding beristirahat
dan tertidur pulas di bawah pohon rindang. Begitu bangun, hari sudah pagi, berarti ini hari ketujuh pengembaraannya mencari Jubata.
Ketika akan melangkah pergi, Ikot Rinding terkejut. Ia melihat sebuah sumpit tergeletak di tanah. Ikot Rinding segera memungutnya dan meneruskan
pengembaraannya. Ketika melintasi sebongkah batu, ia tiba-tiba teringat pada nasihat ibunya, “Jangan sekali-kali mengambil barang orang lain tanpa izin.
Seketika Ikot Rinding berbalik dan meletakkan sumpit itu ke tempat semula.
Ikot pun meneruskan perjalanannya mencari Jubata. Badannya lelah. Ia merasa lapar dan dahaga. Akan tetapi, begitu ingat Domia, ia bersemangat
kembali. Tiba-tiba terdengar suara desisan. Sekelebat melintas seekor ular tedung. Ia terhenti di depan Ikot Rinding. Lidahnya kecil panjang bercabang.
Badannya yang tadi melingkar, ditegakkan. Ikot Rinding sadar, ia harus waspada. Tangan kanannya kini meraih ranting. Diputar-putar ranting itu,
dengan cepat tangan kirinya menyambar si ular tedung. Ular itu rupanya terpedaya oleh gerak tipunya. Dilemparkannya ular tedung itu ke tepi jurang.
Usai peristiwa itu, terdengar langkah kaki. Rupanya ada orang yang menonton perkelahian Ikot Rinding melawan ular tedung. Semula Ikot Rinding
curiga. Namun, wajahpemuda itu tampak ramah. “Aku Salampandai, putra bungsu raja hutan di sini,” ujarnya.
Salampandai bercerita sudah dua hari ini ia berburu. Namun, tak berhasil menangkap apa pun. Ini gara-gara senjatanya hilang. Ia juga bercerita bahwa
ayahnya menyuruhnya berlatih menyumpit. Sekarang Ikot Rinding tahu siapa pemilik sumpit yang ditemukannya
tadi. Ia mengajak Salampandai ke tempat sumpit itu. Benda itu masih ada di sana. Karena gembira, Salampandai mengundang Ikot Rinding bermalam di
rumahnya. Ia ingin mengenalkan sahabat barunya kepada keluarganya. Bahkan, ia pun ingin menjadikan Ikot Rinding saudara angkatnya, walau ia
sudah mempunyai enam orang kakak.
30
Kompetensi Berbahasa Indonesia SMPMTs VII
Sejak saat itu, Ikot Rinding diizinkan tinggal di istana. Raja dan ratu sangat menyayanginya seperti anak kandung sendiri. Salampandai dan Ikot
Rinding pun selalu bersama ke mana pun mereka pergi. Suatu hari raja berpesan kepada Ikot Rinding dan keenam putranya saat mereka akan pergi
berburu, “Jaga si bungsu baik-baik” Ikot Rinding pun mengangguk, tetapi keenam saudara kandung Salampandai tak menjawab. Mereka tak menyukai
Ikot Rinding. Mereka merasa ratu dan raja hanya memerhatikan si Bungsu dan Ikot Rinding. Mereka lalu membuat rencana mencelakakan salah satu
dari Ikot Rinding atau si Bungsu. Mereka mengajak si Bungsu dan Ikot Rindang ke hutan
Setibanya di hutan, mereka harus berpencar. Salampandai mendapat tempat yang jauh agak mendaki dan Ikot Rinding ke tempat yang menurun.
Keenam kakak Salampandai sengaja memisahkan mereka berdua. Namun, ketika keenam orang itu sudah pergi, diam-diam Ikot Rinding membuntuti
Salampandai. Ia tahu keenam orang itu sengaja menyuruh Salampandai ke tempat yang berbahaya.
“Berhenti Jangan lewat gua itu” teriak Ikot Rinding pada si Bungsu. Ikot Rinding tahu, di gua itu hidup sekawanan kalong. Gigi dan cakar hewan-
hewan itu sangat tajam. “Salampandai, tiarap” teriak Ikot Rinding saat melihat gumpalan hitam keluar dari mulut gua. Akan tetapi, terlambat. Si
Bungsu kini dalam kepungan kelelawar.
Dengan tangkas, Ikot Rinding mecabut mandau. Ia menebas ke segala arah. Satu per satu binatang gua itu dikalahkannya. Kini tinggal raja kelelawar yang
bertubuh besar. Kali ini Ikot Rinding menggunakan sumpitnya. “Fuuhhhh” Hanya sekali tiupan, robohlah si raja kelelawar. Si Bungsu pun selamat.
Keduanya lalu pulang. Salampandai menceritakan peristiwa pada ayahnya. Raja sangat takjub mendengarkan cerita ketangkasan Ikot Rinding.
ia sangat bahagia karena putra kesayangannya selamat. “Mintalah apa saja yang kau inginkan,” ujarnya kepada Ikot Rinding.
“Hari ini juga akan segera kupenuhi.” Pada saat itu Ikot Rinding baru sadar. Ayah Salampandai ternyata adalah
Jubata itu sendiri. Inilah saat yang diimpikannya. Meski agak ragu, Ikot Rinding pun berkata, “Aku memohon bukan untuk diriku, tetapi untuk orang lain. Sudilah
kiranya Raja membebaskan Domia dari nazar ibunya, Darahitam.” Jubata ingat. Tujuh belas tahun yang lalu, seorang ibu bernama Darahitam
kesulitan bersalin. Karena putus asa, Darahitam bernazar dan kini Ikot Rinding meminta agar nazar itu dilepaskannya. Jubata yang bijaksana mengerti. Berbuat
baik jauh lebih penting daripada memegang keteguhan sebuah sumpah. “Permohonanmu kukabulkan,” ujarnya.
“Apakah tandanya?” tanya Ikot Rinding. Melihat keraguan putra angkatnya, Raja masuk ke kamarnya. Begitu
keluar, tangannya memegang setangkai anggrek hitam, yang hanya tumbuh di halaman istana Jubata.
“Inilah tandanya,” sabda Jubata. Anggrek itu lalu diserahkannya kepada Ikot Rinding. “Begitu Domia menerima sendiri dari uluran tanganmu, bunga
ini segera berubah warna. Itulah pertanda bahwa nazar ibunya telah kulepaskan.”
31
Aktif dan Kreatif
Usai menerima anggrek hitam itu, Ikot Rinding bergegas meninggalkan istana. Ia telah sangat rindu pada Domia. Perjalanan panjang ditempuhnya
tanpa rasa lelah. Tak terasa, tibalah ia di kampung Tebelianmangkang. Anggrek hitam diserahkannya kepada Domia. Tanpa banyak bicara,
Domia menurut ketika diminta memejamkan matanya. Ketika membuka kelopak matanya, dia melihat anggrek hitam telah berubah warna jadi putih
bersih. Indah berseri bagai anggrek bulan. Domia terlepas dari nazar ibunya. Akhirnya, Ikot Rinding dan Domia hidup bahagia sampai mereka tua.
Sumber:
Bobo
, No. 10XXVIII