Latihan Menanggapi Cara Pembacaan Puisi

123 Seni Itu Indah

B. Menanggapi Pembacaan Cerpen

Kamu telah mempelajari cara pembacaan puisi. Selanjutnya, kamu diajak menguasai kompetensi untuk menanggapi cara pembacaan cerita pendek yang disajikan berikut. Pada saat mempelajari Pelajaran 2, kamu telah diajak menceritakan kembali cerita anak yang dibaca, bukan? Unsur-unsur yang diperlukan saat menceritakan kembali antara lain intonasi, pelafalan, dan mimik wajah.

1. Unsur-Unsur dalam Pembacaan Cerpen

Pada pertemuan ini kamu diajak membacakan kembali cerpen dengan lugas dan menanggapi cara pembacaannya. Intonasi dalam pembacaan sebuah cerita, khususnya cerita pendek, hendaknya diperjelas agar pendengar dapat membedakan suasana yang terjadi dalam cerita tersebut. Misalnya, saat suasana gembira hendaknya menggunakan intonasi yang bernuansa riang, kuat, dan tinggi. Begitu juga saat suasana haru, sedih, lucu, dan sebagainya, hendaknya disesuaikan intonasinya. Selain itu, segi lafal juga harus jelas pengucapannya. Hal ini karena lafal sebuah kata atau kalimat menentukan makna kata atau kalimat tersebut. Apabila pengucapan lafal tidak jelas, akan berdampak pada pendengar. Misalnya, kurang dapat memahami isi cerita karena tidak dapat membedakan makna kata atau kalimat yang diucapkan. Unsur terakhir adalah mimik atau ekspresi wajah. Hal ini perlu dimunculkan dengan tujuan untuk menimbulkan ketertarikan pendengar terhadap cerita pendek yang dibacakan tersebut.

2. Membaca Kutipan Cerpen

Bacalah kutipan cerpen di bawah ini dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat Bunyi Lonceng “Anak-anak, hari ini kita akan belajar mengarang,” kata Bu Siska, guru Bahasa Indonesia kami mengawali pelajarannya. “Langkah pertama dalam mengarang adalah kita harus mencari ide, kemudian menentukan temanya. Selanjutnya, kita buat kerangka karangannya.” Bu Siska tampak mencoretkan spidol ke papan tulis. Anak-anak memerhatikan dengan saksama. Di akhir penjelasannya, Bu Siska mengeluarkan sesuatu, uang sepuluh ribu Anak-anak jadi penasaran. “Nah, anak-anak, Ibu menugaskan kalian untuk membuat sebuah karangan. Karangan itu dikumpulkan minggu depan. Ibu akan memilih satu karangan 124 Kompetensi Berbahasa Indonesia SMPMTs VII yang terbaik dan memberikan uang ini kepada sang pengarang. Jadi, buatlah karangan sebagus-bagusnya. Carilah ide dan tentukan temanya mulai dari sekarang.” Mendengar penugasan dan hadiah uang, anak-anak jadi ramai. “Mau mengarang tentang apa, ya?” keluh mereka. Bu Siska tersenyum. “Ibu bisa memberi bocoran beberapa tema. Kalian bisa menulis mengenai persahabatan, keindahan alam, keluarga, atau misteri.” Tepat di akhir kalimat, bel berbunyi. Bu Siska pun keluar kelas, seketika suasana makin ramai. “Wah, mau buat cerita apa, ya?” keluh Alex. Dia memang tidak pandai mengarang. Kalau mendapat tugas mengarang, dia pasti pusing tujuh keliling. Alvin yang sedari tadi diam di bangkunya, akhirnya berdiri sambil tersenyum. “Teman-teman, jadi kalian mau mengarang apa? Kalau aku sih sudah dapat temanya. Aku mau mengarang cerita misteri,” jelasnya mantap. “Misteri?” Alex, Beni, dan Rio berkomentar bersamaan. Alvin mengangguk senang. “Dan bicara soal misteri, di dekat rumahku ada tanah lapang yang seraaaaammmm banget setiap malam. Aku sering mendengar bunyi lonceng dari arah lapangan itu. Padahal aku tidak melihat siapa-siapa.” “Ah, pasti ada orang yang sengaja membunyikannya,” kata Alex yang terkenal sebagai pemberani. “Atau mungkin itu bunyi dari lonceng yang dipasang di pintu rumah, lalu tertiup angin. Jadi bunyi deh,” timpal Rio. Alvin menggeleng. “Aku sudah memeriksa di sekeliling rumah dan tidak menemukan lonceng. Aku juga sudah bertanya kepada tetangga. Mereka juga tidak punya lonceng. Ehm... begini saja. Bagaimana kalau hari ini kalian menginap di rumahku dan membuktikan sendiri kebenaran ceritaku?” “Aku mau” seru Alex bersemangat. Dia memang suka hal-hal yang bersifat menguji nyali, kemudian dia pun melirik ke arah Beni dan Rio yang