Teknik Bercerita dan Jenis Alat Peraga

66 Kompetensi Berbahasa Indonesia SMPMTs VII Kegiatan bercerita telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan sudah mendarah daging dalam masyarakat. Bahkan, para ibu pun bercerita kepada putra-putrinya sebagai pengantar tidur. Semasa kecil dahulu, pernahkah ibumu bercerita saat kamu akan tidur? Biasanya, jenis cerita yang menjadi bahan untuk bercerita adalah dongeng, namun dapat juga bercerita tentang pengalaman kehidupan. Untuk dapat bercerita dengan baik, hendaknya mengetahui urutan cerita alur. Alur merupakan salah satu unsur intrinsik dalam cerita. Alur adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab- akibat. Selain itu, kamu juga harus dapat bercerita dengan menggunakan artikulasi yang tepat, jeda, lafal, dan intonasi yang jelas, serta mimik dan ekspresi yang mendukung. Unsur-unsur tersebut telah kamu pelajari saat mempelajari Pelajaran 2, bukan? Ingatlah kembali hal-hal yang berkaitan dengan itu, agar kamu dapat bercerita dengan baik.

2. Membaca Dongeng untuk Bercerita

Pada pembelajaran ini, kamu diajak untuk membaca dongeng tentang fabel. Selanjutnya, kamu diminta dapat bercerita isi fabel tersebut di depan kelas dan teman yang lain memberikan tanggapan. Gunakan alat peraga yang kamu miliki dan sesuai dengan isi cerita Tikus Pemakan Kucing Dahulu kala, di sebuah perpustakaan yang penuh buku, hiduplah Tikus Tua. Ia tinggal di balik buku-buku di pojok perpustakaan dan tidak pernah keluar. Suatu hari, Tikus Tua mengunjungi Tikus Muda, saudaranya. Tikus Muda tinggal di sebuah gedung dan belum pernah juga keluar dari tempat itu. “Kamu pasti belum pernah melihat dunia luar” kata Tikus Tua kepada saudaranya ketika ia tiba di gudang. “Aku yakin kamu juga tidak bisa membaca” “Wah, kau bisa baca, ya?” tanya Tikus Muda sambil melihat Tikus Tua dengan kagum. “Apakah minggu ini kamu pernah makan daging kucing?” tanya Tikus Tua sambil mengelus janggutnya dengan bangga. Hal-hal yang harus diperhatikan agar cerita menjadi lebih menarik. 1. Melibatkan pendengar saat bercerita. 2. Penyampaian cerita dengan jelas agar pendengar paham isinya. 3. Pendengar dapat mengambil makna dan hikmah dari cerita yang disampaikan. 67 Pengalaman sebagai Guru Terbaik “Apa? Astaga, tidak mungkin Tidak pernah ada kejadian seperti itu di gudang ini. Di sini, kucing-kucinglah yang memakan tikus” “Itu karena kamu bodoh dan mau saja ditakut-takuti kucing. Selama hidupku, sudah banyak sekali kucing yang aku makan,” bual Tikus Tua lagi. “Ya ampun Ayo, cerita saudaraku, bagaimana rasa daging kucing? “Mmm, bagaimana ya rasanya? Ya... seperti rasa kertas. Ada aroma tintanya. Tapi... itu sih nggak seberapa. Apa kamu pernah merasakan daging serigala?” “Serigala?” Waduh, mana mungkin. Serigala tidak pernah masuk ke gudang ini,” seru Tikus Muda. Tikus-tikus kecil di gudang itu mulai keluar dan ikut mendengar percakapan mereka. “Wah, wah.... Aku sih, baru saja kemarin malam menyantap seekor serigala. Ia bahkan tidak sempat melolong waktu kumakan” cerita Tikus Tua sombong. Tikus-tikus kecil di gudang itu berdecak kagum. Mereka menarik napas dan memuji, “Itu hebat sekali. Bagaimana rasa serigala itu?” “Ya... seperti rasa serigala pada umumnyalah. Rasanya seperti kertas. Tapi aku lebih suka rasa kuda nil” Tikus-tikus gudang makin melongo. “Kuda nil? Apa itu? Ayo, cerita dong Kami belum pernah melihat kuda nil seumur hidup. Apa rasanya seperti keju cheddar? Atau keju krem? “Rasanya seperti kertas. Ada sedikit aroma tinta. Oh ya, apa kalian pernah menggigit gajah atau putri-putri cantik berbaju indah seperti yang ada di buku dongeng?” Tikus Tua makin menyombongkan diri. Tikus-tikus kecil terbelalak kagum dan tidak bisa berkata apa-apa. Tapi tiba-tiba seekor kucing liar masuk ke gudang itu. Ia mengintai dari balik lemari tua yang rusak. Ia mengeong menakutkan dan melotot ke arah tikus-tikus itu. Ini adalah kucing sungguhan dengan sungut dan cakarnya yang tajam. Aromanya tidak seperti kertas dan tinta.