Analisa Data Keterbatasan Penelitian Simpulan

G. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif ini setelah mendapatkan data yang sudah terkumpul selanjutnya dideskripsikan berdasarkan pelaksanaan pengendalian kebisingan berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan perusahaan tahun 2012. Selanjutnya dari hasil pengumpulan data tersebut apabila kondisi sesuai dengan indikator maka diberikan keterangan “sesuai”, dan keterangan “tidak sesuai” diberikan apabila kondisi data dilapangan tidak sesuai dengan indikator. Kegiatan analisa ini untuk menentukan apakah suatu program terlaksana sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan dan apakah diterapkan secara efektif untuk mencapai tujuan dari program pengendalian kebisingan. BAB V HASIL

A. Implementasi Pengendalian Kebisingan

Sebagai perusahaan yang telah berkomitmen untuk menjaga kesehatan dan keselamatan karyawan serta lingkungan kerja. PT.Pindad Persero Bandung telah mengeluarkan kebijakan dalam surat keputusan Nomor : Skep29PBDIV2012 tentang instruksi pengendalian kebisingan. Keputusan yang dikeluarkan menggantikan surat keputusan yang dikeluarkan pada tahun 2010 tentang pengendalian kebisingan Nomor : Skep54PBDIX2010. PT.Pindad Persero Bandung adalah suatu perusahaan yang telah mengeluarkan kebijakan mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja K3, pengendalian kebisingan telah ada sebagai salah satu program dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun pengendalian kebisingan yang dilakukannya survei kebisingan, pemeriksaan audiometri, Alat Pelindung Telinga APT, pengendalian teknis dan administratif dan pelaporan. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan diketahui pada tabel 5.1 bahwa tingkat kebisingan melebihi nilai ambang batas NAB. Tingkat kebisingan yang ada ini didapatkan dari proses kerja dengan mesin utama dengan kebisingan tinggi. Mesin yang digunakan tersebut digunakan untuk mencetak bahan baku besi dan baja menjadi bentuk sesuai dengan disain yang ditentukan. Kemudian kebisingan tersebut juga dihasilkan dari pemotongan dari bahan cetakan tersebut menjadi bagian yang utuh. Oleh Berikut disampaikan hasil penelitian pada masing-masing elemen pengendalian kebisingan di PT. Pindad Persero Bandung.

1. Survei Kebisingan

Pekerja yang terpajan kebisingan yang ditimbulkan dari proses mesin yang bekerja diperlukan survei pajanan bising. Identifikasi seluruh pekerja dan lingkungan dengan kebisingan tinggi haruslah direncanakan dan dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan dalam hal ini melakukan tahapan survei kebisingan yang kegiatannya antara lain identifikasi sumber bising, melakukan pengukuran sumber bising, hasil pengukuran bising dan evaluasi hasil pengukuran bising. Hasil wawancara dengan informan dan telaah dokumen perusahaan menunjukkan kecendrungan hasil pengukuran kebisingan yang cukup tinggi dapat diidentifikasi dan mengoptimalkan pelaksanaan pengendalian kebisingan.

a. Identifikasi kebisingan

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa pengukuran kebisingan dilakukan dalam dua tahun sekali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sumber kebisingan yang disebabkan dari mesin di area kerja. Namun dalam mengidentifikasi kebisingan yang ada perusahaan belum melakukan disemua area kerja. Hal ini dapat di lihat dari pernyataan informan sebagai berikut. Informan 1 “Baik, jadi begini ya dek, kita telah melakukan pengukuran bising di area yang ditentukan, kami belum dapat melakukan pengukuran bising disemua area, dikarenakan dalam pengukuran itu kami menggunakan jasa luar, dikarenakan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pengukuran... ” Pernyataan penanggung jawab Program pengendalian kebisingan didukung dari pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala operator bagian unit tempa dan cor II. Informan 2 “...untuk melakukannya, namun titik pengukuran yang dilakukan kita yang menunjukkan mana yang harus di ukur” Informan 4 “...namun titik pengukuran yang dilakukan perusahaan yang menunjukkan mana yang harus di ukur ...” Sejalan pernyataan informan, dari dokumen terdapat form dokumen identifikasi pengukuran kebisingan pada saat perubahan proses produksi yang dapat dilihat pada lampiran 6.1. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat terlihat bahwa identifikasi kebisingan belum dilakukan secara menyeluruh area kerja.

b. Melakukan pengukuran bising

Pengukuran bising dalam perencanaan PT.Pindad telah dilakukan setahun dua kali pengukuran, sedangkan pada pengukuran dosis pajanan individu pekerja belum dilakukan. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan penelitian. Informan 1 “jadwal pengukuran bising kita lakukan setahun dua sekali, dan kami telah membuat jadwal pengukuran bising dalam setahun, pada tahun 2014 ini kami menjadwalkan pada bulan Mei dan Oktober..” “…dikarenakan dalam pengukuran itu kami menggunakan jasa luar, dikarenakan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pengukuran…” Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala operator bagian unit tempa dan cor II Informan 2 “kegiatan pengukuran dalam setahun dua kali pengukuran, kita jadwalkan kok” Informan 4 “kegiatan pengukuran yah, pernah sih dilakukan dalam setahun dua kali pengukuran” Sejalan dengan pernyataan informan mengenai pengukuran bising, dokumen perusahaan terkait dengan hasil pengukuran yang dilakukan pada tahun 2014 pengukuran dilakukan setahun dua kali, ini disebabkan pada tahun ini pengeluaran perusahaan tidak sedikit dikarenakan menggunakan jasa pihak luar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya hasil pengukuran kebisingan pada bulan Mei dan Oktober 2014 pada tabel 5.1. Mengenai dokumen jadwal pengukuran bising dalam hal ini sudah terdapat dokumen tersebut. Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa pengukuran bising yang dilakukan perusahaan setahun dua kali pengukuran pada lingkungan kerja sudah dapat terlaksana namun tidak melakukan pengukuran bising individu.

c. Terdapat hasil pengukuran kebisingan

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa hasil pengukuran bising di lingkungan telah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “...hasil pengukuran itu telah kita buat,nanti kita akan taruh di setiap area yang telah di ukur..” “…hasil pengukuran itu telah kita buat,nanti kita akan taruh di setiap area yang telah di ukur, kita kasih hasilnya kepada setiap kepala operator unit…” Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala operator bagian unit tempa dan cor II. Informan 2 “ada kok didokumentasikan dan kita juga ikut menemani saat pengukuran itu” Informan 4 “kalau pendokumentasian ada kok didokumentasikan hasil pengukurannya” “saya dapat hasil pengukuran bising itu nanti dek dari kepala departemen, ya sampai sekarang seperti adek liat di tempa dan cor II ini belum ada di tempelkan kalau bising disini berapa” Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat terlihat bahwa hasil pengukuran bising telah dilakukan oleh perusahaan. Dari telaah dokumen perusahaan hasil pengukuran tersebut tergambarkan pada tabel berikut. Tebel 5.1 Pengukuran bising PT. Pindad Persero Bandung Devisi Tempa dan Cor I dan II pada Bulan Mei dan Oktober 2014 Bulan Devisi Lokasi Hasil Pengukuran dBA NAB dBA Keterangan Oktober Tempa dan cor I Furan 100 dBA 85 dBA Melebihi NAB Finishing shoot blasting 90,4 dBA Melebihi NAB Tempa dan cor II Steel scarp 61.5 dBA 85 dBA Sesuai NAB Melting area 98 dBA Melebihi NAB Sand Moulding area 97 dBA Melebihi NAB Blasting Area 87,6 dBA Melebihi NAB Ferting area 97 dBA Melebihi NAB Finishing 97 dBA Melebihi NAB Lanjutan tabel 5.1 Bulan Devisi Lokasi Hasil Pengukuran dBA NAB dBA Keterangan Mei Tempa dan cor I Furan 100 dBA 85 dBA Tidak memenuhi standart Finishing shoot blasting 90,2 dBA Melebihi NAB Tempa dan cor II Steel scarp 61 dBA 85 dBA Sesuai NAB Melting area 90 dBA Melebihi NAB Sand Moulding area 97 dBA Melebihi NAB Blasting Area 87 dBA Melebihi NAB Ferting area 95 dBA Melebihi NAB Finishing 95 dBA Melebihi NAB Sumber : Data skunder hasil pengukuran kebisingan di PT.Pindad Persero Bandung Sejalan dengan pernyataan informan dan dokumen perusahaan, pengukuran bising yang dilakukan perusahaan masih sebatas pengukuran bising lingkungan kerja, belum terdapat pengukuran bising individu pekerja. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “pengukuran yang kita lakukan sebatas area kerja, belum ada kita lakukan pengukuran secara individu dengan bising yang diterima pekerja itu” Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala bagian unit tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “kalau pengukuran yang dilakukan secara personal pekerja belum ada, belum sampai kesana pengukurannya” Informan 4 “kalau “pengukuran yang dilakukan secara satu persatu pekerja belum ada, belum” Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa pengukuran bising yang dilakukan masih sebatas pengukuran bising lingkungan kerja, belum dilakukannya pengukuran bising individu pekerja.

d. Evaluasi Hasil Pengukuran Bising

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan telah dilakukan dan dapat dilihat pada tabel 5.1. berdasarkan identifikasi sumber bising dan pengukuran bising di area kerja bahwa perusahaan melakukan evaluasi terhadap hasil yang didapatkan. Apabila hasil pengukuran yang dilakukan melebihi NAB maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kebisingan yang ditimbulkan. Dalam hal ini perusahaan dalam surat keputusannya melakukan evaluasi terhadap kebisingan tersebut, evaluasi tersebut dapat dilihat pada dokumen 6.1 yang terlampir. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “kemudian pengukuran itu akan ada tindakan koreksi dari pihak k3lh dek” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator bagian unit tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 dari pengukuran yang kita lakukan selanjutnya akan kita lakukan koreksi dari hasil bising tersebut” Informan 4 dari hasil tersebut kita akan melakukan koreksi apakah harus dilakukan tindak lanjut dari kebisingan itu dek” Sejalan dengan pernyataan informan diatas, dokumen perusahaan yang menunjukkan bahwa hasil pengukuran bising yang dilakukan kemudian dilakukan koreksi terhadap hasil kebisingan tersebut dan telah dikomunikasikan sebatas pada distribusi hasil pengukuran ke departemen, akan tetapi belum adanya pembuatan safety sign dari hasil pengukuran bising kepada pekerja di area yang terpajan bising. Dari pernyataan- pernyataan informan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan telah dikomunikasikan kepada pihak terkait, namun masih sebatas pendistribusian hasil pengukuran kebisingan, akan tetapi belum adanya pembuatan safety sign dari hasil pengukuran bising kepada pekerja di area yang terpajan bising. Dari hasil telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan terdapat indikator dengan menggunakan standar acuan yang dikeluarkan perusahaan dalam elemen survei kebisingan yang dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5.2 Indikator Survei Kebisingan No Indikator Survei Kebisingan menurut NIOSH 1999 Implementasi Kesesuaian 1 Identifikasi kebisingan Sudah dilakukan identifikasi bising, namun pelaksanannya surah semua area kerja dilakukan identifikasi bising. sesuai 2 Melakukan pengukuran bising Pengukuran dilakukan dua kali dalam setahun, namun sudah terdapat dokumen jadwal pelaksanaan pengukuran bising akan tetapi belum pada pengkuran bising individu pekerja Belum Sesuai 3 Hasil pengukuran kebisingan Sudah terdapat hasil pengukuran kebisingan lingkungan kerja, akan tetapi belum dilakukan pembuatan safety sign mengenai kebisingan ditempat kerja. Belum Sesuai 4 Evaluasi hasil pengukuran bising Evaluasi hasil pengukuran bising dilakukan perusahaan yang dapat dilihat dari lembar tindakan korektif pada lampiran 6. Akan tetapi akan tetapi belum dilakukan pembuatan safety sign mengenai kebisingan ditempat kerja. Belum Sesuai Berdasarkan tabel indikator survei kebisingan beberapa indikator yang belum sesuai adalah identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising dan hasil pengukuran kebisingan, evaluasi hasil pengukuran bising,. 2. Pengendalian Teknis Bising Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat tergambarkan bahwa pengendalian kebisingan PT.Pindad Persero dilakukan melalui tahapan eliminasi menghilangkan sumber bising, substitusi mengganti sumber bising dengan sesuatu yang tidak bising asal fungsinya sama, engineering control pengendalian mesin dan pengendalian administratif. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut.

a. Eliminasi Menghilangkan sumber bising

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa setiap unit dengan proses kerja menggunakan mesin yang bising, komperesi mesin yang menyebabkan bising tinggi tidak bisa dihilangkan dikarenakan mesin tersebut adalah alat utama dalam proses kerja yang dilakukan, dan kemudian melakukan proses kerja dilakukan dengan pukulan yang lebih rendah kebisingannya. Namum dalam proses setiap unit terdapat proses kerja manual dengan pukulan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “yah perlu adek tahu disini ada pekerjaan yang dilakukan mesin, nah disitu kebsiingan yang cukup tinggi, dengan dentuman itu, ada juga yang pekerjaannya secara manual dek, nanti kita liat ya” “...mesin-mesin yang digunakan disini bising dan mesin ini sudah lama jadi tidak ada penggantian mesin apalagi menghilangkan mesin itu, ” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut. Informan 2 “…dalam proses produksi di setiap unit menggunakan mesin dan ada yang manual dengan pukulan, mesin yang bising kami melakukan perawatan dan membuat peredam bising…” Sejalan dengan pernyataan informan, dari dokumen perusahaan tidak terdapat dokumen terkait dengan upaya mengilangkan mesin yang berpotensi bising tinggi tersebut, dikarenakan mesin tersebut merupakan alat utama dalam proses kerja yang dilakukan. berdasarkan proses produksi dari komperesi tersebutlah dilakukan pekerjaan dengan pukulan, hal ini dikarenakan pekerjaan diperusahaan tidak terlepas dari kompresi mesin yang potensi bising tinggi dan pukulan secara manual. Hasil observasi yang dilakukan bahwa mesin yang bergerak menimbulkan bising tidak dapat di hilangkan, namun ada juga yang menggunakan manual seperti menggunakan pukulan yang bisa dilihat dari lampiran gambar 5.6. Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan observasi penelitian diketahui bahwa proses kerja dari mesin yang bising tidak bisa dihilangkan dikarenakan komperesi mesin yang menyebabkan bising tinggi tersebut merupakan alat utama dalam melakukan pekerjaan, namun demikian dalam proses pekerjaannya terdapat pekerjaan dengan pukulan yang lebih rendah kebisingannya. b. Substitusi penggantian mesin berpotensi bising tinggi Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat tergambarkan bahwa mengganti mesin dengan potensi bising tinggi tidak dapat dilakukan oleh perusahan. Namun diadakan upaya untuk meredam bising yang ditimbulkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “…mesin-mesin yang digunakan disini bising dan mesin ini sudah lama jadi tidak ada penggantian mesin, dari perusahaan hanya mengadakan upaya membuat peredam untuk mesin tersebut agar bising bisa terkendali…” Berdasarkan pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan kepala tempa dan cor II, sebagai berikut. Informan 4 “mesin yang kita gunakan di sini selama saya bekerja disini belum ada penggantian mesin, terus mesin lama kan biasanya bising, nah kita buat peredam mesin dek, seperti ini” Hasil observasi yang dilakukan bahwa mesin-mesin yang digunakan tidak membuat disain atau memproduksimengganti mesin baru dengan standar bising yang rendah, namun dilakukan pemeliharaan mesin sebagaimana bisa dilihat pada lampiran gambar 5.5. Dari pernyataan informan, hasil observasi dan telaah dokumen perusahaan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada penggantian mesin yang dilakukan perusahaan

c. Engineering control pengendalian mesin

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat tergambarkan bahwa engineering control dilakukan diantaranya dengan perawatan mesin maintenance dan peralatan kerja yang dilakukan secara rutin oleh petugas yang telah ditunjuk oleh kepala unit, baik dalam pemeliharaan mesin, mengganti dan mengencangkan bagian mesin serta member pelumas. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “…kalau pengendalian teknik yang kita kalukan begini dek, setiap mesin yang bekerja itu kita rawat, mesin itu dikontrol, dan ada jadwal pengecekanya juga …” “…nah, pengecekan itu bisa adek liat di jadwal rutin kami yang sudah dibuat namanya pemeliharaan mesin priodik…” Dari pernyataan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala tempa dan cor II, sebagai berikut. Informan 2 “semua mesin kita jaga dan kita kontrol, nanti bisa dilihat di jadwal pemeliharaannya” Informan 4 “semua mesin kita jaga dan kita kontrol, nanti bisa dilihat dikantor ya dek di jadwal pemeliharaannya Sejalan dengan pernyataan informan adapun dokumen terkait dengan jadwal perawatan mesin dapat dilihat pada lampiran gambar 5.3.Hasil observasi terkait dengan pemeliharaan mesin yang dilakukan adalah menggantimenggencangkan bagian mesin yang longgar, dan memberi pelumas dapat dilihat pada lampiran gambar 5.4. Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan mesin sudah dilakukan yaitu dengan mengencangkan, memberi pelumas dan sudah memiliki jadwal dan work order sebagai pedoman pemantauan dan pemeriksaan mesin. Sejalan dengan melakuan perawatan mesin, engineering control dalam mengurangi bising yang ditimbulkan mesin unit tidak menggunakan lantai berpegas dan dinding yang menyerap suarakedap suara. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “…dalam mengurangi bising yang ditimbulkan mesin, kami tidak menggunakan lantai berpegas dan dinding yang menyerap suara, namun kami melakukan perawatan dan meredam pukulan dari mesin terebut dengan menggunakan karet dibagian mesin…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 4 “nah, begini dek kita nanti liat di lapangan kita ada bentuk pengendalian untuk bising bisa berkurang, kita kasih karet ditengah-tengah antara besi-besi yang beradu” Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen terkait pengendalian bising bisa dilihat dalam kebijakan pengendalian kebisingan. Hasil observasi terkait dengan mengurangi bising yang dilakukan adalah dengan menggunakan peredam karet diantara besi yang saling berbenturan dapat dilihat pada gambar berikut. Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengendalian teknik sudah dilakukan dalam mengurangi bising yang ditimbulkan.

d. Pengendalian administratif

Berdasarkan hasil observasi, telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan pengendalian pengendalian administratif yang dilakukan diantaranya: 1 Adanya tempat istirahat bagi pekerja Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa Perusahaan menyediakan tempat istirahat bagai pekerja setelah bekerja di tempat bising. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “…tempat istirahat mah sudah ada yah, sekalian kantin makan siang, lokasinya cukup jauh dari bising…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan Staf K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “kalau pengendalian administratif kita sudah lakukan, upaya kita melakukan shift kerja, istrirahat cukup dan jauh dari lokasi kerja, dan melakukan penempelan sign di setiap produksi kita” Informan 4 “tempat istirahat sudah ada dan cukup diberikan perusahaan, dari jam 11.30 sampai 12.30 WIB, dan tempat istirahat kita juga bagus, jauh dari bising” Berdasarkan hasil observsi yang dilakukan diketehui bahwa tempat untuk berisitrahat bagi pekerja ada dan lokasinya cukup jauh dari tempat produksi. Maka dari pernyataan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tempat istirahat pekerja sudah ada dan lokasinya cukup jauh dari tempat produksi. 2 Terdapat tanda peringatan bising Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa hanya safety signtanda-tanda keselamatan memakai Alat Pelindung Diri APD pada area kerja yang memiliki potensi bising tinggi, belum terdapat mapping kebisingan di area tersebut. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “tanda-tanda peringatan bising sudah ada, tapi masih belum di tempelkan dek, hehe… kita akan tempel nanti kok dek,” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan Staf K3LH sebagai berikut. informan 2 ”iya, sudah kita buat sign yang ada termasuk kebisingan, namun upaya ini masih dalam pembuatan, belum ada kita tempelkan di area kerja” Hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa belum terdapat tanda kebisingan di area kerja seperti pada lampiran gambar 5.8. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi penelitian dapat di tarik kesimpulan bahwa sudah tardapat signtanda peringatan terkait anjuran memakai APD, namun belum terdapat sign kebisingan seperti di area tersebut berapa kebisingannya belum ada ditempelkan. 3 Terdapat rotasi kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa sudah terdapat rotasi kerjashift kerja bagi pekerja dengan kebisingan tinggi. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “kalau pengengendalian administratif mah kayak pekerja kita ada sift kerja, ada tanda peringatan kayak yang tertempel disana, harus pake helm, sarung tangan yah disitulah” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan Staf K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “…kita melakukan shift kerja, istrirahat cukup dan jauh dari lokasi kerja, dan melakukan penempelan sign di setiap produksi kita” Informan 4 “pengendalian administratif bisa adek liat, kita ada sift kerja, kemudian disini kita pasang tanda tanda kalau wajib apd” Hasil observasi tergambarkan bahwa di area kerja sudah dilakukan shift dengan menempelkan jadwal rotasi kerja. Hal ini dapat dilihat pada lampiran gambar 5.9. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan shift sudah dilakukan dan dibuat jadwal. Lebih lanjut akan dibuat tabel indikator elemen pengendalian kebisingan sebagai berikut. Tabel 5.5 Indikator Elemen Pengendalian Kebisingan No Indikator perusahaa Implementasi kesesuaian 1 Eliminasi menghilangkan sumber bising Tidak menghilangkan sumber bising yang ditimbulkan mesin, dikarenakan itu mesin utama dalam proses pekerjaan. Sesuai 2 Substitusi mengganti sumber bising dengan yang tidak bising asal fungsinya sama Penggantian mesin tidak dilakukan perusahaan. Namun perusahaan menggunakan peredam dari karet untuk mengurangi bising yang ditimbulkan. Sesuai 3 Engineering control mengatur mesin Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja Sesuai Pengendalian administratif a. Adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja di tempat bising Terdapat tempat istirahat bagi pekerja yang cukup terjangkau dan jauh dari bising. Sesuai b Terdapat tanda- tanda peringatan pada area kerja bising Belum terdapat tanda peringatan di unit produksi dengan intensitas bising ≥85 dBA. Belum sesuai c Terdapat rotasishift kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA. Sudah terdapat rotasishift kerja yang dilakukan. Sesuai Berdasarkan indikator pada elemen pengendalian kebisingan terdapat indikator yang sesuai yaitu Eliminasi, substitusi, engineering control, tempat istirahat dan shift kerja. Adapun indikator yang belum sesuai adalah tanda peringatan di area kerja bising.

3. Alat pelindung telinga

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa pada elemen Alat Pelindung Telinga APT pekerja dapat dilihat sebagai berikut.

a. Penggunaan APT

Penggunaan APT merupakan alat yang dapat memberikan perllindungan dari potensi bising. Berikut akan dibahas mengenai penggunaan APT sebagai berikut. 1 Kecocokan Alat Pelindung Telinga APT Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa aspek kecocokan Alat Pelindung Telinga yang digunakan belum sesuai pada pekerja dengan kebisingan di setiap unit. Dari Hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan perusahaan bahwa tingkat kebisingan yang diterima cukup tinggi pada tabel 5.1. Observasi di area kerja menggambarkan pemakaian APT pada pekerja adalah Jenis plug yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR Noise Reduction Rating atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB.Berikut dapat dilihat pada lampiran gambar 5.10 pekerja dengan penggunaan APT. Jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja pada gambar dilampiran adalah salah satu pada bagian finishing shoot dengan tingkat kebisingan 90.4 dBA. Pemakaian APT tersebut seharusnya dipakai oleh pekerja. Tingkat kebisingan yang demikian serta lingkungan kerja yang cukup panas, penggunaan APT yang cocok sangat dibutuhkan bagi pekerja. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “untuk kecocokan alat pelindung telinga yang dipakai kami menggunakan earplug dan ada yang dikasih earmuff…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan Staf K3LH sebagai berikut. Informan 2 “..mengenai cocok apa tidaknya ya pekerja akan memberikan keluhan ke kita dek, alat pelindung telinga yang dipakai kami menggunakan earplug dan ada yang dikasih earmuff…” Berdasarkan pernyataan informan dan hasil observasi yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kecocokan APT pada pekerja belum terlaksana, hal ini dikarenakan pekerja sudah terbiasa dengan bising yang diterima di area kerja. 2 Kenyamanan APT Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa aspek kenyamanan dalam pemakaian APT pekerja masih banyak yang tidak menggunakan karena merasa terganggu memakainya.Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 ”kalau soal nyaman atau tidak dalam memakai APT mah, pekerja akan melapor kalau ada yang kurang nyaman, atau rusak gitu dek” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 4 “…kalau saya memakai earplug atau earmuff saya merasa terganggu dan tidak nyaman, saya sudah terbiasa tidak menggunakannya...” Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di ketahui bahwa pekerja masih terdapat yang tidak memakai APT seperti pada lampiran gambar 5.11. Melihat lingkungan sekitar pekerja yang tidak hanya terpajan oleh bising, lingkungan sekitar juga berdebu dan panas.Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kenyamanan dalam pemakaian APT masih belum terlaksana. 3 Jenis Alat Pelindung Telinga APT Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa jenis APT yang di sediakan PT. Pindad berupa penyumbat telinga ear plug dan penutup telinga ear muff. Jenis plug yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR Noise Reduction Rating atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB. Bila dilihat dengan keadaan lingkungan yang bising dansekitar pekerja yang berdebu dan panas, maka jenis APT yang digunakan dapat disesuaikan dengan lingkungan dan tingkat kebisingan yang diterima pekerja. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “semua pekerja telah kita berikan earplug untuk bekerja di kebisingan ≥85 dBA” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “kita sih pakai earplug sama earmuff, ya kalau pekerja dengan bising tinggi kita kasih earmuff yang ketutup semua telinga, kalau yang biasa kebisingannya earplug cukup dek” Informan 4 “…earplug dan earmuff sudah disediakan oleh perusahaan bagi semua pekerja…” Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan bahwa APT sudah tersedia bagi pekerja namun masih belum dipakai oleh pekerja itu sendiri yang bisa dilihat pada lampiran gambar 5.12. Sejalan dengan itu, dokumen dalam penyediaan APT masih belum ada. Berdasarkan pernyataan, observasi dan dokumen perusahaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa tersedianya APT sudah dilakukan perusahaan, namun tidak di indahkan oleh pekerja dengan memakai APT tersebut.

4. Tersedianya APT pekerja dengan bising ≥ 85 dBA.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa tersedia APT untuk semua pekerja de ngan kebisingan ≥85 dBA. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…semua pekerja telah kita berikan earplug untuk bekerja di kebisingan ≥85 dBA...” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “bagi pekerja kita sudah kasih dan kalau mereka apalagi yang bising area kerjanya” Informan 4 “earplug dan earmuff sudah disediakan oleh perusahaan bagi semua pekerja” Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa APT yang tersedia pada pekerja belum secara keseluruhan ada dan dipakai oleh pekerja. Berdasarkan pernyataan informan dapat ditarik kesimpulan bahwa APT sudah disediakan oleh perusahaan, namun dalam hal ini pekerja masih saja ada yang tidak memakai APT dengan kebisingan ≥85 dBA.

5. Penggunaan APT pada bising ≥85 dBA.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa APT yang disediakan perusahaan masih belum dipakai pada saat proses kerja dengan bi sing ≥85 dBA. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “kalau ada pekerja yang tidak memakai nanti akan kena saat safety patrol dan audit” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “ya memang kadang susah memberikan pengertian sama pekerja buat memakai APT, ya paling tidak disaat audit kita akan suruh lagi buat pemakaian APD lengkap. Informan 4 “memakai earplug atau earmuff saya merasa terganggu dan tidak nyaman, saya sudah terbiasa tidak menggunakannya, kalau menggunakan sedang ada audit internal atau eksternal perusahaan” Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemakaian APT belum secara keseluruhan dipakai oleh pekerja yang dapat dilihat pada lampiran gambar 5.11. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa APT yang disediakan belum digunakan oleh pekerja yang beke rja dengan bising ≥85 dBA.

B. Penggantian APT

Indikator perlindungan telinga berikut yaitu penggantian APT sebagai berikut. 1 Pemeriksaan periodik APT. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, kerusakan dan penggantian bila diperlukan masih belum dilakukan. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “kalau penggantian itu setiap tahun kita ganti APT nya, terus kalau ada permintaan dari kepala departemen minta penggantian ya kita ganti” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 ya kita sudah kasih tau buat dijaga, tapi masih ada yang kadang hilang gitu, ya kita siapkan stok APTnya untuk mengganti yang hilang itu” Informan 4 “…pemeriksaan APT secara priodik belum dilakukan, earplug yang rusak dan perlu diganti itu pekerja yang memberitahu kepada pihak kepala unit agar menggantinya…” Dokumen yang menunjukkan bahwa adanya dilakukan bentuk pemeriksaan APT secara periodik tidak terdapat diperusahaan. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan APT secara periodik belum dilakukan, adapun APT yang sudah rusak dan perlu diganti pekerja akan memberitahu kepada pihak K3LH melalui kepala departemen. 2 Monitoring dampak pemakaian APT Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat tergambarkan bahwa masih belum terlaksana monitoring dampak pemakaian APT, dan terdapat keluhan terhadap pekerja dalam pemakaian APT. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “pengawasan kita lakukan, pas jadwal safety patrol. Kita paling ingatkan pekerja yang kadang tidak memakai earplug atau earmuff nya” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 4 “…belum ada kita memonitoring dampak dari pemakaian APT, baik keluhan pekerja, paling pekerja yang ingin mengganti earplug akan member tahu kepada kepala unit agar diganti dan jarang biasanya pekerja melaporkan adanya keluhan dari pemakaian APT…” Monitoring yang dilakukan dalam safety patrol tersebut sebatas memeriksa pekerja secara luar memakai atau tidak memakai APT dalam bekerja. Sejalan dengan itu dokumen monitoring dampak dari pemakaian APT tidak tersedia. Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa belum dilakukan monitoring adanya dampak dari pemakaian APT tersebut.

3. Pengawasan dalam penggunaan APT

Berdasarkan hasil wawancara dapat tergambarkan bahwa pengawasan terhadap penggunaan APT masih sudah terlaksana. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…ohh pasti kita awasi pekerja, kanada safety patrol dek, kita cek pekerja yang belum patuh akan pemakaian alat pelindung diri..” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “ohh pasti kita awasi pekerja, ka nada safety patrol dek, kita cek pekerja yang belum patuh akan pemakaian alat pelindung, padahal itu mah buat dirinya sendiri atuh” Informan 4 “…kebanyakan pekerja memakai pada saat akan ada penilaian dari K3LH yang dilakukan perusahaan…” Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen dalam melakukan safety patrol juga tersedia seperti pada lampiran 5. Dengan demikian bahwa dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap pengawasan pemakaian APT pada pekerja sudah terlaksana, namun terlihat bahwa banyak pekerja tidak memakai alat pelindung telinga. Lebih lanjut akan dibuat tabel indikator elemen Alat Pelindung Telinga APT. Tabel 5.6 Indikator Alat Pelindung Telinga APT No Indikator Alat Pelindung Telinga APT menurut NIOSH 1999 Implementasi Kesesu aian A PENGGUNAAN APT 1 Kecocokan : alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat. Melihat kecocokan APT yang diterima pekerja bahwa belum terdapat kecocokan pemakaian APT bagi perlindungan telinga pekerja dengan baik. Belum Sesuai 2 Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai. APT dirasakan mengganggu pekerja dalam melakukan aktifitas. Belum sesuai 3 Jenis alat pelindung telinga :  Sumbat telinga earplugsinsert deviceaural insert protector  Tutup telinga earmuffprotectiave capscircumaural protector  Helmetenclosure APT yang dipakai adalah jenis sumbat telinga earplugsdan tutup telinga earmuff. Sesuai 4 Tersedianya APT untuk semua yang bekerja dengan bising ≥85 dBA. Tersedianya APT bagi semua pekerja yang terdapat bising ≥ 85dB. Sesuai 5 APT yang disediakan oleh perusahaan digunakan oleh pekerja saat terpajan dengan bising ≥85 dBA. APT bagi sebagian pekerja tidak memakai APT yang memiliki pajanan bising ≥85 dBA. Belum sesuai Tabel 5.6 lanjutan No Indikator Alat Pelindung Telinga APT menurut NIOSH 1999 Implementasi Kesesuaian B PENGGANTIAN APT 1 Pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, cacatsempurna, pergantian bila diperlukan. Dalam hal pemakaian dan penggantian belum dilakukan secara priodik. Belum sesuai 2 Monitoring dampak pemakaian APT iritasi atau infeksi pada telinga pekerja Tidak terlaksananya monitoring dampak pemakaian APT terhadap pekerja dan pekerja mengeluh dalam memakai APT.. Belum sesuai 3 Perusahaan melakukan pengawasan dalam penggunaan APT. Pengawasan penggunaan APT sudah dilakukan dengan Safety Patrololeh K3LH Sesuai Berdasarkan tabel indikator APT tersebut, terdapat indikator yang telah sesuai yaitu jenis APT earplug, earmuff, dan tersedianya APT untuk pekerja dengan bising ≥85 dBA. Terdapat beberapa indikator yang belum sesuai diantaranya kecocokan APT, kenyamanan APT, penyuluhan APT, pemeriksaan APT secara periodik, monitoring dampak pemakaian APT, APT yang disediakan saat perpapar bising ≥85 dBA, dan pengawasan dalam penggunaan APT.

4. Pemeriksaan audiometri

Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa pemeriksaan kesehatan pendengaran telinga pekerja dilakukan melalui medical chek up pemeriksaan berkala audiometri yang dilakukan perusahaan sudah terlaksana dua tahun sekali. Akan tetapi pemeriksaan audiometri masih sebatas pekerja yang ditentukan. namun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dari indikator berikut.

a. Pemeriksaan audiometri yang dilakukan Pre-Employment

Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa pemeriksaan audiometri yang dilakukan Pre- Employment tidak dilakukan. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…pemeriksaan audiometri pre-employment belum dilakukan, pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical check up saat ditetapkan sebagai karyawan…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “pemeriksaan audiometri pre-employment belum dilakukan, pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical check up saat ditetapkan sebagai karyawan, yah paling pas saat melamar kan kita ajukan surat kesehatan pr ibadi dek” Informan 4 “pemeriksaan audiometri pre-employment belum dilakukan, pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical check up setelah jadi karyawan dek, mungkin kan biayanya mahal yah,…” Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen yang menunjukkan bahwa adanya pemeriksaan pre-employment audiometritidak ada, pekerja hanya melakukan pemeriksaan kesehatan pada saat bekerja. Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan dan dokumen perusahaan bahwa pemeriksaan pre-employment audiometri belum dilakukan.

b. Penempatan karyawan ke tempat bising

Pemeriksaan audiometri pada saat penempatan karyawan ke tempat bising ≥85 dBA dilakukan pada saat pekerja sudah menjadi karyawan, yaitu pemeriksaan dalam dua tahun sekali. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…pemeriksaan audiometri dilakukan dua tahun sekali baik pekerja yang bekerja di area bising ≥85 dBA…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “ya, kalau pemeriksaan itu kita lakukan, dan sudah berjalan” Informan 4 “…pemeriksaan audiometri disini sudah ada, bapak pun pernah ikut kok dek…” Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen yang menunjukkan bahwa pemeriksaan audiometri pada pekerja ke tempat bising belum dilakukan, hal ini ditunjukkan tidak terdapat dokumen perusahaan terkait dengan pemeriksaan pada saat penempatan pekerja ketempat bising. Pemeriksaan audiometri yang dimaksudkan informan ke dua dan empat adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan dalam dua tahun sekali. Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan bahwa pemeriksaan audiometri pada pekerja saat penempatan ke area bising belum dilakukan. c. Pemeriksaan audiometri pada pekerja yang purna tugas Pemeriksaan audiometri pada pekerja yang purna tugas tidak dilakukan. Pekerja hanya menerima hasil tes terakhir pada jangka waktu pemeriksaan yang ditentukan perusahaan. Dokumentasi pemeriksaan audiometri pada pekerja yang purna tugas dilihat dari pemeriksaan medical checkup. Berikut akan ditampilkan hasil pemeriksaan kesehatan pekerja berdasarkan medical check up pada lampiran gambar 5.13. Berdasarkan hasil medical check up tersebut didukung oleh pernyataan dari informan penelitian sebagai berikut. Informan 1 “…pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan keluar dari perusahaan hanya dilakukan medical checkup didalamnya,..” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “…kalau pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan keluar kita dari perusahaan hanya dilakukan medical check up didalamnya, untuk melihat status kesehatan pekerja tersebut,..” Informan 4 “…kalau pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan keluar, bapak pernah Tanya sama temen bapak dia tes kesehatan yang biasanya, nah medical checkup namanya kalau gak salah bapak” Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahan di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan audiometri pekerja yang purna tugas belum dilakukan, pemeriksaan dilakukan secara umum dalam medical check up pekerja.

d. Data audiometri jelas, lengkap dan terjadwal dan terdapat tanggal

pelaksanaannya. Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan bahwa data audiometri jelas, lengkap, dan terdapat tanggal pelaksanaannya. Akan tetapi jadwal pelaksanan tes audiometri belum terjadwal. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “menganai waktu juga, kita sudah ada hasil data pemeriksaannya kok dek” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut. Informan 2 “ohh kalau data hasil audiometri tahun ini ada dek, nanti bisa dilihat yah” Sejalan dengan pernyataan informan, hasil audiometri dapat dilihat dari dokumen perusahan pada lampiran audiometri. Dokumen tersebut sudah terdapat data yang jelas mengenai hasil pengukuran audiometrinya, namun dokumen dalam penjadwalan pemeriksaan audiometri perusahaan belum membuat jadwal secara tertulis yang menjadi agenda dalam pemeriksaan audiometri. Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa hasil audiometri jelas, namun jadwal pemeriksaan audiometri belum dibuat oleh perusahaan yang dapat dilihat pada lampiran audiometri.

e. Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri

Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan bahwa Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri masih belum dilakukan perusahaan. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…kalau hasil dari tes audiometri belum sampai kita evaluasi bagaimana ini bisa terjadi pada pekerja,tindak lanjutnya pekerja kita pindahkan kebagian yang tidak bising…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut. Informan 2 “terkait tindak lanjut kita masih dalam proses dek, soalnya kita harus membuka data awal pemeriksaan, nah itu menjadi persoalan yang kita lagi kerjakan” Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen perusahaan terkait dengan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri belum dilakukan perusahaan. Maka dari pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa tindak lanjut perusahaan terkait dengan hasil audiometri belum dilakukan.

f. Perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data

Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan bahwa perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar masih belum terlaksana. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian. Informan 1 “…baseline data pemeriksaan audiometri masih ada, tapi kita sampai sekarang tidak tau dimana diletakkan, tapi ada kok…” “kalau perbandingan dari tahun ke tahun mengenai data pertama pekerja yang ikut tes sampai sekarang masih dalam rencana kita dek” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut. Informan 2 “…kita harus membuka data awal pemeriksaan, nah itu menjadi persoalan yang kita lagi kerjakan” Sejalan dengan pernyataan informan bahwa dokumen perusahaan terkait data awal pemeriksaaan audiometri tidak dapat ditunjukkan, hal ini diketahui bahwa data baseline pemeriksaan audiometric tidak terdapat pada pemeriksaan pre employmentyang merupakan baseline dari pemeriksaan audiometri. Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa data awal pemeriksaaan audiometri untuk identifikasi kesesuaian dengan standar belum dilakukan.

g. Pemberian hasil tes audiometri kepada pihak yang mengikuti tes

Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat tergambarkan bahwa Hasil tes audiometri diberikan kepada pihak yang mengikuti tes audiometri dan kepada pengawas. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut. Informan 1 “…kalau setiap tes audiometri selalu kita dokumentasikan yaitu dalam bentuk laporan, dimana setiap pekerja yang ikut tes akan mengetahui hasilnya dan akan diberikan kepada kepala departemen baru diberikan kepekerjanya, di laporan itu lengkap terdapat data jelas pekerja, tanggal pelaksanaan dan hasil audiometri nya…” Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepaka operator bagian tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “setiap kegiatan kita dokumentasikan kok, termasuk hasil tes audiometri ini, kita bikin laporan hasil tesnya, lalu K3LH akan menyampaikan kepada setiap kepala departemen untuk memberikan kepada pekerja yang mengikuti tes.” Informan 4 “ya kalau bapak ada tes begituan bapak ikut dek, ya hasilnya sudah ada tapi bagaimana tindak lanjutnya sampai sekarang belum diketahui” Sejalan dengan pernyataan informan bahwa dokumen perusahaan terkait dengan hasil tes audiometri diberikan kepada para pengawas pada lampiran 5, manajer dan pekerja sudah diberikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa komunikasi hasil tes audiometri yang dilakukan kepada pihak terkait sudah dilakukan. Tabel 5.7 Indikator Pemeriksaan Audiometri No Indikator Pemantauan Audiometri menurut NIOSH 1999 Implementasi Kesesuaian 1 Pre- employment Pemeriksaan audiometri belum dilaksanakan pada saat Pre-employment. Belum sesuai 2 Penempatan karyawan ke tempat bisingsetiap tahun, bila bising 85 dB pemeriksaan karyawan dilakukan setiap dua tahun sekali. Belum Sesuai 3 Saat pindah tugas keluar dari tempat bising saat pensiunpurna tugas Pemeriksaan saat pindah tugas keluar dari tempat bising dan saat pensiunpurna tugas belum dilakukan. Belum sesuai 4 Data jelas, tingkatsingkat, lengkap dan terjadwalterdapat tanggalnya pelaksanaannya Terdapat data pemeriksaan audiometri pekerja, namum jadwal belum dibuat secara tertulis. Sesuai 5 Adanya tindakan lebih lanjut dari dokumen audiometri Tindak lanjut dari hasil audiometri belum dilakukan. Belum sesuai 6 Adanya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi keseuaian NAB dengan standar Belum ada perbandingan hasil tes sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar. Belum sesuai 7 Hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada para pengawas dan manajer dan begitupula engan pekerja sendiri. Bahwa hasil tes audiometri dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan. Sesuai Berdasarkan indikator pemantauan audiometri bahwa terdapat indikator yang sudah sesuai yaitu adanya data jelas dan hasil audiometri dikomunikasikan kepada pihak terkait. Adapun indikator yang belum sesuai yaitu audiometri pre employment, penempatan karyawan ke tempat bising bila bising 85 dBA, pemeriksaan saat purna tugas, tindak lanjut dari hasil audiometri, perbandingan hasil audiometri dengan baseline data.

5. Pencatatan dan pelaporan

Elemen pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan terdapat beberapa indikator yang sudah terlaksana dan masih ada yang belum terlaksana. Hasil telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan di dapatkan bahwa dari Monitoring hearing hazard, engineering and administratif controls, personal hearing protective, program evaluation, hearing loss prevention audit sudah terlaksana, namun pada pencatatan dan pelaporan audiometri masih belum terlaksana. Hal ini disebabkan tidak tertata rapi dokumen hasil pemeriksaan audiometri yang dilakukan dari pertama dilakukan tes terhadap pekerja sampai pemeriksaan audiometri terakhir. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian. Informan 1 “semua yang dilakukan di dicatat dan dilaporkan kebagian top manajemen, kemudian kepala departemen K3LH akan mengecek laporan tersebut sebelum diberikan kepada top menajement…” Dari pernyataan penanggung jawab program HLPP didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepada operator bagian tempa dan cor II sebagai berikut. Informan 2 “…kalau mengenai pencatatan hasil tes audiometri dari awal pemeriksaan saya tidak tahu kemana diletakkan, pada saat itu bukan saya yang menanganinya, yaa lagi pula kita kan sudah beberapa kali pindah gedung disini, mungkin masih ada tapi saya sudah tidak tahu dimana diletakkan…” Informan 4 “memang semua akan kita catat dan laporkan, karena itu sebagai acuan kami untuk atasan, ya semua lah kita catat dan laporkan dek” Sejalan dengan pernyataan informan ketehui bahwa dari hasil telaah dokumen perusahaan di ketahui bahwa dokumen terkait dengan hasil pencatatan dan pelaporan yang sudah terdapat dalam lampiran gambar 5.14 sampai 5.17. Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan pencatatan dan pelaporan dalam Monitoring hearing hazard, engineering and administratif controls, personal hearing protective, namun dalam pencatatan hasil audiometric, program evaluation, hearing loss prevention audit, masih perlu perbaikan dalam pencatatan dan penyimpanan data tersebut. Berikut akan dibuat tabel indikator dalam elemen pencacatan dan pelaporan sebagai berikut. Tabel 5.8 Indikator Pencacatan Dan Pelaporan No Indikator Pencacatan Dan Pelaporan menurut NIOSH 1999 Implementasi Kesesuaian Pelaporan Hasil Tindakan Departemen K3LH 1 Monitoring hearing hazards Pencatatan pemantauan bising sudah terlaksana. Sesuai 2 Engineering and administratif controls pencatatan sudah terlaksana, terdapat pencatatan pengendalian teknis dan administratif. Sesuai 3 Audiometric Pencacatan dan penyimpanan hasil tes audiometri belum terlaksana dengan baik. Belum Sesuai 4 Personal hearing protective, Pencacatan penggunaan APT pada safety patrol. Sesuai Berdasarkan indikator elemen pencatatan dan pelaporan bahwa terdapat indikator yang sesuai yaitu, pencatatan Monitoring hearing hazards, Engineering and administratif controls, Personal hearing protective, Indikator yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometric. 106 BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan penelitian ini, terlebih dahulu penulis menyampaikan keterbatasan dari penelitian adalah keterbatasan dalam data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang terdapat diperusahaan dan dokumen-dokumen terkait penelitian ini yang tidak tersedianya semua dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Diantaranya dokumen dokumen pemeriksaan APT, lembaran korektif pengendalian APT.

B. Implementasi Pengendalian Kebisingan

Secara umum PT. Pindad Persero Bandung dalam melindungi pekerja dari gangguan kesehatan kerja telah mengupayakan program-program untuk menciptakan zero accident. PT. Pindad Persero Bandung telah mengeluarkan komitmen dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3. Implementasi dari komitmen tersebut perusahaan secara sepesifik telah mengeluarkan surat keputusan Nomor : Skep29PBDIV2012 mengenai program pengendalian kebisingan di PT.Pindad Persero Bandung. Keputusan yang dikeluarkan ini adalah pembaharuan dari surat keputusan tahun 2010 nomor : Skep54PBDIX2010. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah memberikan kebijakan untuk lebih meningkatkan dan efektifitas dari program pengendalian kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan diketahui bahwa tingkat kebisingan diperusahaan melebihi NAB. Menurut Royster 1990 dalam Hutabarat 2012 pengendalian kebisingan ini merupakan suatu program yang tujuan utamanya adalah untuk mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap timbulnya kehilangan daya dengar akibat terpajan kebisingan yang melebihi NAB yang ditetapkan yaitu 85 dBA selama melakukan 8 jam. Tenaga kerja berhak dalam menerima perlindungan dari bahaya yang terdapat di tempat kerja. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi tahun 2011 bahwa dalam rangka perlindungan tenaga kerja terhadap risiko-risiko bahaya akibat pemaparan faktor fisika dan kimia, sekaligus meningkatkan derajat kesehatan pekerja di tempat kerja. Potensi bahaya yang ditimbulkan dari perusahaan diantaranya adalah kebisingan yang berasal dari mesin yang bekerja seperti mesin pres besi dan baja. Potensi bahaya kebisingan yang ditimbulkan dari proses kerja dengan alat maupun secara manual akan memberikan dampak negatif kepada pekerja, diantaranya dapat menghilangkan daya dengar dari pekerja. Dengan demikian potensi kebisingan yang ada semestinya dikendalikan dan dicegah agar penyakit akibat kerja dari kebisingan tersebut tidak dialami oleh pekerja. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2006 bahwa telah ditetapkan upaya strategi nasional dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Secara umum pelaksanaan elemen-elemen instruksi pengendalian bising yang terdapat di PT. Pindad adalah elemen survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, alat pelindung telinga APT, pemantauan audiometri, pencatatan dan pelaporan. Maka dari itu dengan tingkat kebisingan yang rata-rata melebihi NAB 85 dBA pada tabel 5.1. Kebisingan ini didapatkan dari proses kerja dengan mesin utama dengan kebisingan tinggi. Mesin yang digunakan tersebut digunakan untuk mencetak bahan baku besi dan baja menjadi bentuk sesuai dengan disain yang ditentukan. Kemudian kebisingan tersebut juga dihasilkan dari pemotongan dari bahan cetakan tersebut menjadi bagian yang utuh. Berdasarkan fakta dilapangan bahwa elemen survei kebisingan terdiri dari beberapa indikator diantaranya identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising, hasil pengukuran bising, evaluasi hasil pengukuran bising. Indikator identifikasi kebisingan sudah dilakukan, namun pelaksanaan survei kebisingan ini belum belum dilakukan disemua area kerja bising, dikhawatirkan terdapat area dengan kebisingan tinggi belum teridentifikasi berapa tingkat kebisingannya. Indikator melakukan pengukuran kebisingan telah dilakukan namun, pengukuran kebisingan dilakukan pada area kerja belum terdapat pengukuran individu yang terpajan bising. Indikator evaluasi hasil pengukuran bising telah dilakukan, hal ini dapat dilihat dari dokumen lembar tindakan korektif pada lampiran 6 didalam instruksi kerja pengendalian bising perusahaan. Namun, belum dilakukan pembuatan safety sign seberapa besar tingkat kebisingan disuatu area kerja bising. Elemen selanjutnya adalah pengendalian teknis dan administratif yang terdiri dari indikator pengendalian teknis yaitu eliminasi, substitusi, engineering control, sedangkan indikator pengendalian administratif yaitu adanya tempat istirahat, adanya tanda peringatan pada area bising, terdapat shift kerja. Pelaksanaan indikator eliminasi tidak dilakukan dikarenakan mesin yang berpotensi kebisingan adalah alat utama dari proses kerja. Kemudian indikator substitusi bahwa penggantian mesin dengan kebisingan tinggi tidak dapat diganti dikarenakan mesin yang digunakan sudah dari pertama dan tidak pernah melakukan penggantian mesin yang digunakan diperusahaan. Elemen selanjutnya adalah pengendalian administratif pada indikator adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja ditempat bising. Kemudian indikator selanjutnya tanda-tanda peringatan di area bising. Tanda-tanda peringatan yang terdapat di area bising sebatas instruksi penggunaan alat pelindung diri, namun belum terdapat seberapa besar tingkat kebisingan di area tersebut. Indikator selanjutnya shift kerja yang dilaksanakan perusahaan dapat dilihat dari dokumen penggantian shift kerja pada lampiran 5.6. Elemen selanjutnya adalah APT yang terdiri dari penggunaan dan penggantian APT. Penggunaan APT terdiri dari beberapa indikator yaitu kecocokan, kenyamanan, jenis APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja. Penggantian APT terdiri dari beberapa indikator yaitu pemeriksaan APT, monitoring dampak dan pengawasan penggunaan APT. Fakta dilapangan diketahui bahwa belum terdapat kecocokan APT yang digunakan pekerja. Indikator kenyamanan APT yang digunakan masih belum sesuai dan pekerja merasa terganggu dalam melakukan pekerjaan. Indikator jenis APT telah terdapat diperusahan. Indikator tersedianya APT diperusahaan sudah disediakan perusahaan untuk semua pekerja dengan bising ≥ 85 dBA. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pada pengendalian administratif dengan indikator pemeriksaan APT secara periodik dalam hal pemakaian, cacatsempurnya APT dan pergantian bila diperlukan belum dilakukan. Namun pergantian dari APT yang dilakukan perusahaan dalam jangka satu tahun sekali. Pergantian ini belum didasari pada pemantauan secara periodik, namun pergantian tersebut dilakukan atas dasar pekerja yang melaporkan kepada pihak K3LH bahwa APT yang digunakan tidak layak pakai. Kemudian indikator pengawasan telah dilakukan, hal ini dapat dilihat dari dokumen safety patrol yang dilakukan perusahaan. Fakta dilapangan pada elemen pemeriksaan audiometri dilakukan dalam dua tahun sekali dengan data jelas, lengkap, namun belum terdapat jadwal secara tertulis. Kemudian fakta dilapangan pada indikator pencatatan dan pelaporan bahwa pencatatan yang belum dilakukan secara lengkap adalah audiometri yaitu pada pencatatan pre-employment, program evaluasi dan audit program. Secara umum regulasi yang dikeluarkan oleh NIOSH tentang Hearing Loss Prevention Program HLPP menyebutkan bahwa dalam mencegah dan mengendalikan terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terdapat beberapa elemen pengendalian, seperti survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, tes audiometri, alat pelindung telinga, pendidikan dan motivasi, pencatatan dan pelaporan, evaluasi program dan audit program. Sementara itu pelaksanaan program pengendalian kebisingan yang dilakukan perusahaan melalui surat keputusan Nomor : Skep29PBDIV2012, bahwa elemen pengendalian kebisingan adalah survey kebisingan yang kegiatannya meliputi identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising, hasil pengukuran bising dan evaluasi hasil pengukuran bising. Elemen pengendalian kebisingan yang kedua adalah pengendalian kebisingan yang kegiatannya meliputi eliminasi, substitusi, engineering control dan control administratif. Elemen yang ketiga adalah Alat Pelindung Telinga APT, elemen yang keempat adalah pemeriksaan audiometri dan elemen yang terakhir pelaporan. Berdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh NIOSH terhadap elemen pengendalian kebisingan yang dilaksanakan perusahaan terdapat kekurangan pada elemen pendidikan dan pelatihan, evaluasi progran serta audit program. Elemen pendidikan dan motivasi merupakan salah satu upaya dalam memberikan pengetahuan kesehatan telinga pekerja dan mencegah terjadinya gangguan dengar pekerja. Hal ini seharusnya dapat dilakukan penyuluhan, dikarenakan penyuluhan dan pendidikan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dalam melindungi pendengaran dan memotivasi untuk berperan secara aktif dalam program tersebut Tana, 1998. Pendidikan elemen pendidikan dan motivasi bila tidak dilaksanakan akan memberikan dampak kepada pengetahuan pekerja kemudian berpengaruh terhadap pekerja dalam melindungi pekerja dari bahaya bising di area kerja. Menurut NIOSH 1999 bahwa pendidikan dan motivsi HLPP merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pekerja mengenai bising dan efek yang ditimbulkan serta bagaimana cara mencegah terjadinya gangguan akibat bising. Oleh karena itu disarankan untuk pencapaian program pengendalian kebisingan sebaiknya perusahaan menambahkan elemen pendidikan dan motivasi kedalam instruksi program pengendalian kebisingan. Sementara itu menurut NIOSH 1999 pada elemen evaluasi program merupakan kegiatan mengevaluasi dari serangkaian program HLPP yang bertujuan untuk mengevaluasi hasil program yang telah dilaksanakan. Apabila evaluasi tersebut belum dilaksanakan maka tidak dapat mengevaluasi keberhasilan dan keefektifan pelaksanaan program pengendalian kebisingan, kemudian sebagai saran dalam membuat program yang akan datang. Menurut Fajar 2011 evaluasi program dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari pelaksanaan semua komponen program HLPP. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 bahwa sasaran dari evaluasi program ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil-hasil program dalam HLPP yaitu review program dari sisi pelaksanaan hasil pengukuran kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, hasil tes audiometri dan pencatatannya yang dibandingkan dengan baseline, dan penggunaan APT. Elemen selanjutnya audit program menurut NIOSH 1999 adalah kegiatan audit dari pelaksanaan program HLPP dan merupakan kunci untuk melihat kesuksesan HLPP. Menurut Roestam, 2004 bahwa program audit yang dilakukan harus terus menerus untuk menilai efektivitas HLPP Jika dari hasil evaluasi dan audit diketahui bahwa terdapat banyak kekurangan, petugas harus menganalisa kembali, mengubah pengendalian yang telah dilaksanakan serta memperketat pengawasan dan pelaksanaan program. Demikian seterusnya sehingga tercapai perbaikan yang berkesinambungan. Oleh karena itu disarankan untuk pencapaian program pengendalian kebisingan dimasukkan ketiga elemen pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program yang belum terdapat dalam surat keputusan yang dikeluarkan perusahaan. Adapun implementasi elemen dari program pengendalian bising yang dilaksanakan berdasarkan surat keputusan perusahaan Nomor : Skep29PBDIV2012 yaitu survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, alat pelindung telinga APT, audiometri dan pencatatan pelaporan akan dibahas sebagai berikut.

1. Survei Kebisingan

Survei kebisingan merupakan elemen pertama dalam pengendalian kebisingan Berger, 2003. Pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dilakukan untuk mengidentifikasi area yang memiliki tingkat kebisingan di atas NAB. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian menjadi dasar dalam penentuan tindakan pengendalian yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan surat keputusan perusahaan bahwa kegiatan survei kebisingan meliputi identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran kebisingan, hasil pengukuran bising, dan evaluasi hasil pengendalian bising. Identifikasi sumber bising merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi sumber penyebab kebisingan di area kerja. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PT Pindad telah melakukan identifikasi kebisingan, namun dari wawancara yang dilakukan bahwa identifikasi kebisingan belum semua area kerja dilakukan, hal ini dikarenakan keterbatasan dana untuk mengidentifikasi pengukuran kebisingan yang pengukuran tersebut menggunakan jasa dari luar perusahaan. Oleh karena itu perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan secara rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki potensi bising. Berdasarkan tabel 5.1 hasil pengukuran kebisingan pada area tempa dan cor I dan II dibulan mei dan oktober. Diketahui bahwa terdapat dua titik pengukuran di area tempa dan cor I yaitu furan, finishing shoot blasting. Titik pengukuran pada tempa dan cor II terdapat enam titik pengukuran diantaranya steel scarp, melting area, sand moulding area, blasting area, ferting area dan finishing. Sementara itu tidak terdapat area pengukuran bising yang tidak dilakukan pengukuran. Namun, yang belum dilakukan perusahaan adalah membuat map dari area pengukuran. Pada kegiatan survei kebisingan selanjutnya adalah melakukan pengukuran bising . Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan pada tabel 5.1 bahwa area tempa dan cor I dengan titik pengukuran furan dengan kebisingan 100 dBA dan hasil pengukuran di tempa dan cor II dengan kebisingan 60 dBA. Jadi, terdapat perbedaan kebisingan antara tempa cor I dengan bising tinggi sedangkan tempa cor II dengan kebisingan rendah. Hal ini, agar memudahkan untuk melakukan program pengendalian bising dibutuhkan noise mapping. Pengukuran kebisingan dilakukan oleh bagian K3LH setahun dua kali pengukuran bising di area yang terdapat sumber bising. Pengukuran bising lingkungan yang terjadwalkan pada bulan Mei dan Oktober 2014 telah terlaksana. Pengukuran terakhir yang dilaksanakan PT. Pindad pada bulan oktober 2014 yang bisa dilihat pada tabel 5.1. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan pengukuran kebisingan secara rutin dan terjadwal disetiap sumber bising. Dokumen jadwal pengukuran bising sudah terdapat, hal ini diperlukan penjadwalan untuk memantau kebisingan manakala ada perubahan dari kebisingan di area kerja. Menurut NIOSH 1999 mengenai menentukan survei kebisingan adalah satunya adalah melakukan pengukuran secara rutin dan terjadwal. Sementara itu perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan secara rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki potensi bising namun pengukuran kebisingan belum dilakukan pada individu pekerja yang dalam melakukan pekerjaannya terpajan oleh bising. Pengukuran potensi bising individu yang diterima pekerja dilakukan bertujuan untuk mengetahui berapa besar potensi kebisingan yang diterima pekerja selama bekerja. Apabila pengukuran kebingan individu pekerja tidak dipantau dan diukur seberapa besar pajanan bising yang diterima, maka akan tidak dapat diketahui berapa dosis pajanan bising yang diterima pekerja. Menurut McTague et al 2013 pekerja yang memonitoring pajanan kebisingannya setiap hari mampu mengurangi pajanan yang diterima. Pemantauan kebisingan secara kontinyu melalui noise dosimeter dapat memberikan indikasi bagi safety officer untuk segera mengambil tindakan intervensi Michael, Tougaw, Wilkinson, 2011. Intervensi bisa dalam bentuk warning untuk menggunakan APT lebih baik lagi keesokan harinya. Sehingga disarankan bagi perusahaan untuk melakukan pengukuran kebisingan secara personal khususnya pada pekerja dengan mobilitas yang tinggi Indikator selanjutnya dalam survei kebisingan adalah tedapat hasil pengukuran bising. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan PT.Pindad diperoleh nilai-nilai tingkat bising di beberapa titik pengukuran, namun belum terdapat noise mapping kontur pada lokasi dengan bising tinggi yang merupakan salah satu indikator dalam survey kebisingan NIOSH 1999. Hal ini dikarenakan penyusunan noise mapping masih dalam perencanaan. Hasil pengukuran yang telah dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising. Noise Mapping menggambarkan lantai kerja dimana dapat diketahui pembagian lokasi berdasarkan tingkat kebisingan dari area kerjanya. Hutabarat 2012 menyatakan bahwa dari survei bising yang dilakukan dapat dibuat gambar Noise Map sehingga diketahui pada area mana saja yang diperlukan pengendalian untuk mengurangi tingkat bising. Sedangkan menurut OSHA perusahaan wajib untuk memberikan notifikasi kepada setiap pekerjanya yang terpajan kebisingan lebih dari NAB berdasarkan hasil survey kebisingan. Hal ini diperkuat oleh McReynoolds 2005 yang menyebutkan bahwa hasil pengukuran harus di simpan dengan baik serta pekerja wajib diberitahu pajanan kebisingan yang diterima pekerja. Sehingga saran bagi perusahaan adalah dengan memberikan sign berupa noise mapping guna meningkatkan kesadaran pekerja mengenai bahaya kebisingan. Hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap bahaya kebisingan yang memapar mereka di tempat kerja. Kesadaran pekerja terhadap bahaya kebisingan dan konsekuensi negatif yang dapat ditimbulkan dapat mendorong pekerja untuk berperilaku selamat menggunakan APT. Hal ini sejalan dengan penelitian Fernández, Quintana, Chavarría, Ballesteros, 2009 yang mengatakan bahwa pekerja menolak memakai APT karena mereka tidak menyadari bahaya yang dihadapi sehingga aspek kesehatan dan keselamatan pun diabaikan. Indikator selanjutnya adalah evaluasi hasil pengukuran kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada tabel 5.1, diketahui bahwa masih ada area kerja yang tingkat kebisingan tinggi melebihi nilai ambang batasnya. Oleh karena itu disediakan sign di area kerja dengan kebisingan tinggi. Evalusi yang dilakukan di perusahaan berupa koreksi terhadap hasil pengukuran yang dilakukan kemudian hasil koreksi tersebut dikomunikasikan kepada pihak terkait. Hasil pengukuran dilakukan sebatas pendistribusian kepada kepala departemen, namun belum adanya pemasangan hasil pengukuran di area kerja kebisingan. Menurut NIOSH 1999 bahwa hasil pengukuran yang dilakukan di evaluasi dan dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan, termasuk supervisor dan pengawas serta pemberian sign di area dengan kebisingan tinggi. PT. Pindad telah melakukan pengukuran bising namun belum membuat tanda keselamatan mengenai tingkat bising di atas 85 dBA pada area dengan pajanan kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan hingga terjadinya kehilangan pendengaran. Hal ini berdasarkan dari hasil observasi lapangan ditemukan bahwa tanda keselamatan tesebut belum terpasang di area kerja disetiap unit tentang anjuran pemakaian alat pelindung telinga APT bagi pekerja, belum terdapat tanda bahwa di area bising dan berapa tingkat kebisingannya. Oleh karena itu disarankan untuk segera memberikan sign tingkat kebisingan di area kerja. Hasil pengukuran tersebut berguna untuk mengetahui seberapa besar tingkat bising di area kerja tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Tana 1998 bahwa dengan dilakukan pengukuran bising area kerja, hasil pengukuran tersebut berguna untuk menilai besar pajanan bising pada tenaga kerja di area kerja. Sejalan dengan itu menurut Pujiriani 2008 bahwa ringkasan tertulis hasil survei kebisingan harus disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepada kepala departemen terkait. Sementara hasil pengukuran dari setiap unit area kerja harus diberitahukan kepada pekerja pada saat pelatihan dan juga diinformasikan melalui papan pengumuman atau di area kerja. Menurut NIOSH 1999 dalam program pengendalian kebisingan bahwa pelaksanaan survey kebisingan tidak hanya mencakup pada keempat indikator indentifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising, hasil pengukuran kebisingan, evaluasi hasil pengukuran kebisingan. Namun terdapat terdapat indikator lain yaitu pengukuran kebisingan dilakukan saat adanya perubahan proses produksi, tersedianya noise mapping, adanya penetapan pekerja pada pajanan 0.5-1, penggolongan pekerja dalam perioritas APT, tenaga pengukur yang bersertifikasi dan penggunaan alat pengukuran yang terkalibrasi. Pelaksanaan survey kebisingan perusahaan yang tidak terdapat menurut NIOSH 1999 adalah pengukuran kebisingan saat adanya perubahan proses produksi . Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PT Pindad tidak mengalami perubahan proses produksi. Oleh karena itu perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan secara rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki potensi bising. Untuk itu perusahaan perlu melengkapi instruksi pengendalian bising dengan menambahkan kapan saja pengukurankebisingan harus dilakukan termasuk didalamnya ketika terjadi perubahan proses. Indikator selanjutnya adalah noise mapping yaitu gambaran secara umum mengenai hasil pengukuran kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan PT.Pindad diperoleh nilai-nilai tingkat bising di beberapa titik pengukuran, namun belum terdapat noise mappingkontur pada lokasi dengan bising tinggi. Hal ini dikarenakan penyusunan noise mapping masih dalam perencanaan. Hasil pengukuran yang telah dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising. Noise Mapping menggambarkan lantai kerja dimana dapat diketahui pembagian lokasi berdasarkan tingkat kebisingan dari area kerjanya. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 dalam Pujiriani 2008 bahwa dari hasil survei kebisingan dapat memeberikan gambaran kebisingan noise mapping pada seluruh area kerja. Sejalan dengan itu Hutabarat 2012 menyatakan bahwa dari survei bising yang dilakukan dapat dibuat gambar Noise Map sehingga diketahui pada area mana saja yang diperlukan pengendalian dan perioritas dalam pemakaian APT untuk mengurangi tingkat bising. Ringkasan hasil survei kebisingan harus disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepala departemen terkait. Sementara hasil dari pengukuran kebisingan ditempelkan tanda keselamatan yang berisi tentang nilai tingkat bising di area tersebut serta penggunaan APT. Indikator selanjutnya adalah yaitu penetapan pekerja pada dosis pajanan 0.5-1. Menurut NIOSH 1999 bahwa dalam menentukan survei kebisingan salah satunya adalah dengan adanya penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan 0.5-1. Pengukuran kebisingan yang dilakukan oleh PT.Pindad hanya sebatas pengukuran area kerja. Sehingga penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan 0.5-1 belum terlaksana. Dengan demikian PT.Pindad sebaiknya melakukan pengukuran pajanan bising secara personal. Indikator selanjutnya adalah penggolongan pekerja dalam APT. Menurut Hutabarat 2012 bahwa ketentuan dalam penetapan pekerja yang terpajan bising sesuai dengan tingkat kebisingan disesuaikan dengan Alat Pelindung Telinga APT yang dapat mengurangi bising secara efektif. Penggolongan pekerja dalam perioritas APT dapat ditentukan setalah adanya niose mapping dan penetapan pekerja yang terpajan kebisingan dengan dosis pajanan 0.5-1 yang berkaitan dengan indikator sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prioritas pemakaian APT pada pekerja didasari pada pengalaman pekerja. Hal ini dikarenakan pekerja yang memakai APT bila bising dirasa tinggi ada yang memakai dua alat pelindung telinga. Penggolongan pekerja dalam perioritas pemakaian APT dapat membantu pekerja mencegah bising yang ditimbulkan di area kerja. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggolongan APT ini dapat disesuaikan dengan tingkat kebisingan dan kondisi lingkungan kerja. Maka tindak lanjut yang harus dilakukan adalah penggolongan pekerja dalam pemakaian APT. Menurut NIOSH 1999 bahwa salah satu indikator dalam survei kebisingan adalah penggolongan pekerja dalam hal prioritas Alat Pelindung Telinga APT. Sejalan dengan itu menurut Tana 1998 menyatakan bahwa dari hasil pengukuran bising dapat diketahui bagaimana tindak lanjut yang dilakukan dalam mengurangi bising tersebut, diantaranya menetapkan tempat-tempat dimana alat pelindung telinga diperlukan. Indikator selanjutnya adalah tenaga pengukur yang telah bersertifikasi. Berdasarkan pernyataan informan bahwa tenaga pengukur yang melakukan pengukuran kebisingantelah bersertifikat dan berkompeten dibidangnya yaitu pengukuran yang dilakukan dengan bekerjasama dengan balai K3 Bandung. Menurut NIOSH 1999 dalam pelaksanaan survei bising alat pengukur kebisingan telah terkalibrasi dan tenaga pengukur telah bersertifikasi. Sertifikat yang menunjukkan bahwa petugas sudah tersertifikasi tidak dapat diperlihatkan untuk kepentingan peneliti. Sebaiknya perusahaan hendaknya melampirkan sertifikat tenaga pengukur dalam melakukan pengukuran tersebut. Hal ini sejalan dengan Tana 1998 bahwa pengukuran bising yang dilakukan oleh ahli teknik yang berpengalaman dan ahli kesehatan dan keselamatan kerja. Indikator yang selanjutnya yaitu pengukuran yang dilakukan dengan alat yang telah terkalibrasi . Tergambarkan bahwa penggunaan Instrumen dalam kebisingan yang terkalibrasi, namun kelengkapan dokumen yang menunjukkan alat terkalibrasi tidak dapat diperlihatkan oleh peneliti. Kondisi di perusahaan bahwa alat pengukuran bising digunakan dari pihak yang telah berkompeten dengan alat yang sudah terkalibrasi. Terdapat beberapa alat pengukuran kebisingan, antara lain sound survei meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain Hutabarat, 2012. Dengan alat yang telah terkalibrasi dan tenaga pengukur yang bersertifikasi maka hasil pengukuran kebisingan akan secara valid dapat diketahui seberapa besar tingkat kebisingan di area tersebut.Sejalan dengan kelengkapan dokumen dalam kalibrasi alat pengukuran disarankan untuk disertakan. Menurut NIOSH 1999 dalam pelaksanaan survei bising harus menggunakan alat pengukur kebisingan telah terkalibrasi dan tenaga pengukur telah bersertifikasi. Dengan demikian pelaksanaan Survei Bising telah dilakukan sebagai tahap pertama untuk mengetahui dan mengidentifikasi adanya bahaya bising. Terdapat beberapa indikator yang sudah sesuai diantaranya elemininasi, substitusi, engineering control, adanya tempat istirahat dan shift kerja. Kemudian terdapat indikator yang belum terdapat di NIOSH 1999 yaitu pengukuran kebisingan saat ada perubahan proses produksi, noise mapping, penetapan pekerja pada dosis pajanan 0,5-1, penggolongan kerja dalam APT, tenaga pengukur yang bersertifikat, kalibrasi alat pengukuran bising. Maka dari itu dapat diberikan saran untuk melakukan pengukuran kebisingan secara personal khususnya pada pekerja dengan mobilitas yang tinggi, perlu dilakukan penjadwalan agar dapat memantau kebisingan manakala ada perubahan dari kebisingan di area kerja, hasil pengukuran yang telah dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising, untuk melakukan penetapan pekerja yang terpajan bising pada dosis pajanan 0.5-1, dilakukan penggolongan pekerja dalam pemakaian APT, dan segera memberikan sign tingkat kebisingan di area kerja.

2. Pengendalian teknis dan administratif bising

Pengendalian teknis dan administratif merupakan salah satu pengendalian yang dilakukan dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Pengendalian teknis dan administratif sudah dilakukan oleh perusahaan untuk menjalankan program pengendalian bising. Pengendalian teknis ini merupakan pengendalian bising yang efektif untuk dilakukan, akan tetapi ini merupakan langkah pengendalian yang paling mahal untuk dilakukan Hutabarat, 2012. PT. Pindad merupakan sebuah perusahaan yang proses kerjanya secara keseluruhan menggunakan mesin, namun ada juga pekerjaan dengan menggunakan secara manual. PT. Pindad banyak menggunakan mesin dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi, sehingga perusahaan melakukan rekayasa teknis pada mesin-mesin yang menimbulkan bising tersebut. Beberapa jenis pengendalian teknis yang dilakukan perusahaan ialah dengan perawatan mesin secara berkala, perbaikan mesin dan komponen mesin. Berdasarkan indikator pada elemen pengendalian kebisingan yang dilakukan perusahaan secara teknik dan administratif. Pengendalian teknik tersebut mencakup indikator elliminasi sumber bising, substitusi, engineering control. Sedangkan pengendalian administratif mencakup indikator adanya tempat istirahat bagi pekerja, terdapat tanda peringatan pada area bising dan terdapat shitrotasi kerja yang memiliki kebisingan 85 dBA. Terdapat indikator yang sesuai yaitu eliminasi menghilangkan sumber bising. Perusahaan tidak dapat menghilangkan sumber bising yang ditimbulkan dari mesin utama dalam proses pekerjaan. Indikator yang pertama dalam pengendalian teknik adalah eliminasi. Pada pengendalian teknis bising eliminasi merupakan suatu pengendalian kebisingan yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai perioritas utama Setyorini, 2010. Menurut NIOSH 1999 bahwa terdapat pengendalian teknis dengan menghilangkan sumber bising ≥ 85 dBA merupakan bentuk pengendalian yang utama. Hal ini dikarenakan dengan menghilangkan potensi kebisingan tersebut dapat memberikan efek positif bagi pekerja yang bekerja dengan kebisingan. Secara umum perusahaan memiliki mesin yang bekerja dengan potensi kebisingan tinggi. Maka dari itu perusahaan tidak bisa menghilangkan mesin tersebut hal ini dikarenakan bahwa mesin yang digunakan sudah dari awal ada, dan untuk penggantian mesin belum pernah dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggantian mesin membutuhkan banyak biaya. indikator yang selanjutnya yaitu substitusi mengganti mesin dengan potensi bising tinggi. Pengendalian substitusi ini dimaksudkan untuk mengganti bahan-bahan dan peralatan dengan kebisingan tinggi, sehingga pajanan bising selalu dalam batas yang aman yaitu 85 dBA Setyorini, 2010. Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT.Pindad memiliki proses kerja yang dilakukan dengan komperesi mesin dan dengan pukulan secara manual. Komperesi mesin tersebut tidak dapat dihilangkan dan kemudian diganti secara manual dengan pukulan. Menurut NIOSH 1999 bahwa salah satu indikator dalam pengendalian teknik kebisingan adalah mengubah proses kerja dengan mesin yang berpotensi bising tinggi. Dikarenakan proses kerja diperusahaan menggunakan mesin dan manual secara pukulan, maka indikator yang menunjukkan bahwa salah satu upaya mengurangi bising dari mesin dengan mengganti proses kerja secara manual tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan proses kerja yang dilakukan secara manual sudah termasuk salah satu bagian dalam proses tersebut. Indikator pada pengendalian teknik selanjutnya adalah engineering control. Engineering control merupakan tindakan untuk memodifikasi sumber bising agar tingkat kebisingan dapat diturunkan dari sebelumnya agar tidak melebihi NAB . Diantara cara untuk mengurangi kebisingan yang ditimbulkan meisn adalah menggunakan lantai berpegas, dinding dan langit-langit yang menyerap suara. Menurut Hutabarat 2012 bahwa apabila pengendalian bising pada sumber sura sulit dilakukan maka teknis berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau melapisi dinding, platfon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara. Upaya yang dilakukan selanjutnya dalam memodifikasi mesin dengan membuat peredam dari karet yang melapisi bagian mesin yang berbenturan. Pengendalian kebisingan pada engineering control yang dilakukan selanjutnya dengan adanya maintenance. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perawatan Maintenance yang dilakukan oleh PT. Pindad dari perawatan mesin dilakukan secara berkala dengan mengencangkan, memberi pelumas dan sudah terdapat jadwal perawatan mesin. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dengan tujuan utamanya untuk kelancaran produksi. Menurut NIOSH 1999 dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 dalam Pujiriani 2008 bahwa salah satu indikator dalam pengendalian teknis bising adalah melakukan pemeliharaan mesin dengan mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar dan memberi pelumas secara teratur. Sejalan dengan itu Benyamin 2005 dalam Kusumawati 2012 bentuk pencegahan dan pengendalian bising dapat dilakukan dengan melakukan pelumasan pada bagian mesin yang bergesekan. Selanjutnya dilakukan pengencangan bagian-bagian mesin yang mulai longgar, terutama bagian yang dihubungkan dengan sambungan baut. Menurut NIOSH 1999 terdapat tambahan elemen isolasi pekerja kedalam ruang kedap sura dan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. Indikator pengendalian teknis tersebut adalah mengisolasi operator dalam ruangan yang relatif kedap suara. Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad juga belum menyediakan ruang kerja yang kedap suara bagi pekerja. Namun ruang yang terdapat di area kerja tersebut teruntuk kepala unit dan staff, bukan terhadap pekerja yang berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bisingnya tinggi. Menurut Roestam 2004 bahwa salah satu upaya dalam pengendalian bising adalah melakukan isolasi operator dalam ruangan yang relatif kedap suara. Menurut NIOSH 1999 bahwa pengendalian teknis yang dilakukan diantaranya melakukan isolasi pekerja ke ruang kedap suara. Hal ini sejalan dengan Roestam, 2004 bahwa salah satu indikator dalam melakukan pengendalian kebisingan adalah dengan melakukan isolasi operator kedalam ruangan yang relatif kedap suara. Dengan demikian perusahaan belum melakukan isolasi kepada pekerja ke ruang kedap suara, dampak yang akan ditimbulkan bila pekerja tidak di isolasi kedalam ruang kedap suara akan terjadi pajanan bising yang tinggi kepada pekerja dan mengakibatkan penurunan atau gangguan pendengaran. Oleh karena itu disarankan untuk pencegahan yang dilakukan pekerja bila tidak disediakan ruang kedap suara adalah menggunakan APT saat berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bising tinggi. Selanjutnya adalah pengendalian administratif dengan indikator adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja ditempat bising. Perusahaan telah menyediakan tempat istirahat bagi pekerja yang jauh dari area bising. Dengan begitu pekerja setalah melakukan aktifitas dengan pajanan bising di area kerja dapat beristirahat tanpa adanya bising yang mengganggu. Menurut NIOSH 1999 bahwa pengendalian administratif yang dilakukan diantaranya adanya tempat istirahat pekerja setelah dari sumber bising. Indikator selanjutnya adalah terdapat tanda peringatan pada area kerja bising. Perusahaan dalam hal ini belum memberikan tanda peringatan terkait kebisingan di area kerja, Menurut NIOSH 1999 bahwa salah satu pengendalian administratif yang dilakukan adalah adanya tanda peringatan di area kerja bising ≥ 85 dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tanda-tanda peringatan yang terdapat di area kerja hanya kepada perioritas pemakaian alat pelindung kepala Helm, pemakaian sarung tangan, pemakaian masker, pemakaian ear plug dan ear muff . Belum terdapat tanda-tanda pe ringatan untuk area kerja dengan intensitas bising bising ≥ 85 dBA. Menurut Pujiriani 2008 bahwa tanda peringatan harus terpasang di area kerja terkait kebisingan tinggi di area kerja tersebut. Maka dari itu, untuk memberikan peringatan kepada pekerja yang bekerja di area kebisingan ≥ 85 dBA hendaknya dilengkapi dengan tanda peringatan di setiap area dengan kebisingan ≥ 85 dBA. Sehingga pekerja dapat memberikan perlindungan diri yang tepat dalam mengurangi penurunan pendengaran dari kebisingan yang ditimbulkan. Indikator selanjutnya yaitu shift rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA yang telah sesuai dengan indikator. Salah satu pengendalian kebisingan yang dilakukan perusahaan adalah dengan merotasi kerja dengan kebisingan ≥ 85 dBA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur jadwal pergantian shift bagi pekerja tersebut. Maka dari itu waktu kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja tidak melebihi Nilai Ambang Batas NAB. Menurut NIOSH 1999 bahwa pengendalian administratif yang dilakukan diantaranya adalah terdapat shift rotasi kerja di area bising. Sejalan dengan itu, menurut Hutabarat 2012 bahwa dalam pengendalian administratif dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima. Menurut Direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan, 2006 dalam Pujiriani, 2008 Adanya rotasi kerja yang dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan pendengaran pekerja. Menurut NIOSH 1999 bahwa pengendalian administratif dalam upaya pengendalian bising dengan rotasi pekerja dengan pajanan kebisingan ≥ 85 dBA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur rotasi pekerja. Oleh karena itu waktu kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja tidak melebihi Nilai Ambang Batas NAB. Menurut Direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan, 2006 dalam Pujiriani, 2008. Adanya rotasi kerja yang dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan pendengaran pekerja. Indikator selanjutnya menurut NIOSH 1999 adalah dengan melakukan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran . Berdasarkan hasil penelitian bahwa pekerja yang ditransfer dengan keluhan pendengaran belum dilakukan. Transfer pekerja yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan hasil medical check up yang dilakukan pekerja. Semestinya pekerja dengan keluhan pendengaran diakibatkan bising di area kerja dilakukan pemeriksaan audiometri. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 dalam Pujiriani 2008 bahwa transfer pekerja dilakukan apabila menurut hasil tes audiometri pekerja terlihat adanya penurunan ambang pendengaran. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pernyataan informan bahwa pekerja yang ditransfer ke bagian lain dilihat dari hasil medical check up. Hal ini Semestinya pekerja dengan keluhan pendengaran melakukan tes audiometri, agar mengetahui pekerja mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan dari bising di area kerja.Pernyataan ini didukung oleh Roestam 2004 bahwa diantara upaya yang dilakukan dalam pengendalian kebisingan adalah dengan dilakukannya transfer pekerja dengan keluhan pendengaran berdasarkan hasil tes audiometri pekerja. Oleh karena itu pekerja yang mengalami keluhan pendengaran segara melakukan pemeriksaan serta dapat di tindak lanjuti oleh perusahaan sesuai dengan hasil pemeriksaannya. Dengan demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi program pengendalian bising sebaiknya dapat dimasukkan kedalam instruksi kerja pengendalian bising perusahaan selanjutnya.

3. Alat pelindung telinga APT

Alat Pelindung Telinga APT merupakan alat yang dapat memberikan perlindungan dari potensi bising. Pelindung telinga dipakai di area kerja dengan potensi kebisingan tinggi, bahkan setelah pengendalian teknik dan administratif dilakukan Tana, 1998. Berdasarkan pelaksanaan elemen indikator APT terbagi atas penggunaan APT dan Penggantian APT. Penggunaan APT merupakan instruksi dalam pemakaian earplug earmuff bagi seseorang yang sedang berada di area kerja bising. Sedangkan penggantian APT merupakan instruksi untuk mengganti earplug earmuff bila rusak atau tidak aman digunakan. Diketahui bahwa indikator penggunaan APT diperusahaan hanya pada jenis alat pelindung telinga yang di instruksikan kepada pekerja untuk memakai di area bising. Berdasarkan hasil penelitian, APT yang disediakan di PT. Pindad berupa penyumbat telinga ear plug dan penutup telinga ear muff. Jenis plug yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR Noise Reduction Rating atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB. Menurut Anizar 2009 dalam Hutabarat 2012 bahwa earplug dapat mereduksi bising 25-30 dBA dengan NRR efektif 25, sedangkan earmuff dapat mereduksi bising 30-40 dBA dengan NRR efektif 50. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 dalam Pujiriani 2008 bahwa alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain,sumbat telinga earplug, alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga dapat mengurangi bising sampai 30 dBA,kemudian tutup telinga earmuff yaitu alat yang dapat menutupi seluruh telinga dan dapat mengurangi bising sebesar 40- 50 dBA, kemudian Helm enclosure APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35-50 dBA. Hal ini sejalan dengan Fajar 2011 bahwa penggunaan APT yaitu seperti ear plug, ear canal caps, dan ear muff untuk digunakan tenaga kerja dan memberikan pelatihan cara penggunaan yang baik dan efektif. Menurut Chairani 2004 bahwa berdasarkan tipe-tipe APT yang digunakan pekerja bahwa masing-masing tipe tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan dilihat dari aktivitas pekerja. Menurut NIOSH, 1999 bahwa terdapat beberapa jenis alat pelindung telinga yaitu sumbat telinga earplugs, tutup telinga earmuff, Helmetenclosure yang dapat mengurangi bising maksimum 35 dBA. Dengan demikian jenis APT yang terdapat di perusahaan dapat mereduksi kebisingan yang diterima pekerja. Indikator selanjutnya adalah penggantian APT yang terdapat pada instruksi pengendalian bising yang dilakukan perusahaan. Diketahui bahwa penggantian APT yang di instruksikan bila adanya pekerja yang melapor ke kepala departemen bahwa APT yang digunakan sudah tidak layak pakai. Namun pemeriksaan APT secara periodik belum dilakukan, sedangkan yang dilakukan sebatas pengawasan dalam penggunaan APT itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan APT secara periodik dalam hal pemakaian, cacattidak sempurna bahkan adanya pergantian bila diperlukan belum dilakukan. Peneliti tidak menemukan adanya dokumen terkait dengan pemeriksaan secara periodik dalam hal pemakaian, dan juga berdasarkan pernyataan informan bahwa pemeriksaan secara periodik tidak ada. Adapun pergantian yang dilakukan perusahaan setahun sekali. Menurut NIOSH 1999 bahwa pelaksanaan pengawasan APT diantaranya pemeriksaan APT secara priodik. Pengawasan secara periodik ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi dari APT yang digunakan oleh pekerja. Bila terdapat kerusakan atau sudah tidak layak dipakai maka akan penggantian oleh perusahaan. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan melakukan pengawasan secara periodik dalam hal dalam hal pemakaian, cacat tidak sempurna. Agar kemampuan reduksi APT dapat bekerja dengan baik untuk melindungi telinga pekerja dari bising tinggi. Menurut NIOSH 1999 dalam program pengendalian kebisingan bahwa elemen APT tidak hanya berdasarkan penggunaan dan penggantian APT, namun terdapat indikator lain yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian APT, dan pengawasan dalam penggunaan APT. Indikator yang pertama yaitu kecocokan APT. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kecocokan dalam pemakaian APT masih belum terlaksana. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 bahwa penggunaan APT dipengaruhi beberapa faktor agar pekerja memakai APT diantaranya adalah kecocokan APT yang dapat memberikan perlindungan apabila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat. Menurut Jhon J Standart dalam buku Fundamental of Industrial Hygiene 5 th Edition, APT merupakan penghalang akustik yang dapat mengurangi jumlah energi suara yang melewati lubang telinga menuju ke reseptor di dalam telinga. Standart 2002 mengatakan bahwa penggunaan APT yang tidak cocok dalam memberikan perlindungan telinga pekerja akan mengakibatkan APT tidak dapat bekerja secara maksimal dalam meredam bising yang ditimbulkan di area kerja. Indikator selanjutnya adalah kenyamanan APT. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kenyamanan dalam menggunakan APT pada pekerja masih belum terlaksana. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya pernyataan informan mengenai kenyamanan dalam pemakaian APT bahwa pekerja tidak memakai APT dikarenakan sudah terbiasa dengan pajanan bising saat bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan Syaff, kenyamanan akan timbul apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu hal Syaff, 2008. Sejalan dengan itu menurut NIOSH 1999 bahwa pelaksanaan APT diantaranya adalah kenyamanan dalam pemakaian APT. Hal ini sejalan dengan penelitian Sardewi 1998 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi program HLPP tidak efektif adalah sikap pekerja terhadap pemakaian Alat Pelindung Telinga APT. Oleh karena itu, kenyamanan APT pada pekerja hendaknya selain memperhatikan aspek dari kebisingan yang diterima, tetapi juga dari lingkungan kerja. Lingkungan kerja sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan APT oleh manajemen Brueck, 2009. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan bahwa lingkungan kerja di PT Pindad memiliki karakteristik berdebu dan suhu yang panas. Menurut Brueck 2009, kondisi lingkungan yang panas dan berdebu dapat membuat earmuff sulit digunakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pekerja. Hal ini dipertegas dari hasil observasi lapangan dimana banyak pekerja yang tidak menggunakan APT. Ketika menggunakan earmuff di lingkungan yang panas, keringat dapat berkumpul di sekitar liang telinga sehingga dapat menyebabkan iritasi di telinga. Kenyamanan sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan APT demi mendorong suksesnya pemakaian APT oleh pekerja NIOSH, 1998. Pekerja mempercayai APT yang terbaik adalah salah satu yang dapat memberikan kenyamanan sehingga mereka ingin menggunakannya sepanjang waktu selama bekerja di area yang bising Gerges, 1999. Dengan demikian kenyamanan APT semestinya dimasukkan kedalan instruksi pengendalian bising, karena apabila kenyamanan APT diabaikan akan berdampak terhadap pekerja yang semakin banyak tidak memakai APT di area kerja bising. Indikator selanjutnya mengenai ketersediaan APT bagi pekerja dengan pajanan bising ≥85 dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tersedianya APT bagi semua pekerja pekerja dengan bising ≥85 dBA yaitu sumbat telinga earplug dan tutup telinga earmuff. Sejalan dengan indikator sebelumnya dikatakan bahwa masing- masing APT memiliki tingkat mereduksi yang berbeda.Sumbat telinga earplug memiliki tingkat reduksi 21 dBA dan tutup telinga earmuff 32 dBA. Menurut NIOSH 1999 bahwa pelaksanaan APT diantaranya mencakup tersedianya APT bagi pekerja. Sejalan dengan itu menurut Hutabarat 2012 penggunaan APT dengan bekerja di kebisingan ≥85 dBA dapat melindungi pendengaran pekerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal 14 butir c dikatakan pengurus pengusaha diwajibkan mengadakan secara cuma-cuma semua Alat Pelindung Diri APD termasuk di dalamnya Alat Pelindung Telinga APT yang diwajibkan pada tenaga kerja dibawah pimpinannya. Hal ini juga serupa dalam PERMENAKERTRANS NO.8VII2010 dalam pasal 2 ayat 1 yang mengatakan pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerjaburuh ditempat kerja. Indikator yang selanjutnya melihat penggunaan APT oleh pekerja pada saat terpajan bising 85dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa APT telah disedikan oleh perusahaan namun belum digunakan oleh pekerja saat terpajan dengan bising ≥85 dBA. Semestinya pekerja dengan kebisingan ≥85 dBA menggunakan APT sebagai pelindung bagi pendengaran pekerja. Kesadaran pekerja dalam memakai APT yang telah disediakan oleh perusahaan masih kurang. Pekerja yang sudah terbiasa dengan pajanan bising yang diterima dianggap tidak menjadi masalah kalau tidak memakai APT. Hal ini sejalan pada penelitian Arini 2005, Iqbal 2014 bahwa rendahnya kesadaran pekerja tidak menggunakan APT. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan bahaya kebisingan yang diterima dengan tidak memakai APT masih kurang. Sebagaimana yang telah di atur dalam PERMENAKERTRANS No.08MENVII2010 pasal 6 ayat 1 dikatakan bahwa pekerjaburuh wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko. Jelaslah bahwa pekerja wajib memakai APD dalam hal ini potensi kebisingan tinggi dengan memakai APT memberikan risiko gangguan kesehatan pendengaran bagi pekerja. Indikator selanjutnya yang membahas mengenai monitoring dampak pemakaian iritasi atau infeksi . Berdasarkan hasil penelitian bahwa monitoring dampak pemakaian APT belum dilakukan. informasi dari sumber penelitian bahwa pengawasan yang dilakukan perusahaan sebatas pengawasan dalam hal pemakaian dari APT pekerja. Menurut NIOSH 1999 bahwa pelaksanaan APT mencakup diantaranya mencakup monitoring dampak dari pemakaian APT pekerja. Semestinya perusahaan melakukan pemantauan dampak dari pemakaian APT terhadap pekerja, sehingga dapat mengetahui pekerja yang mengalami gangguan dari pemakaian APT tersebut. mesin dan tingkat kebisingan serta lingkungan kerja untuk itu perlu dilakukan pemantauan dampak dari pemakaian APT tersebut. Indikator selanjutnya adalah pengawasan dalam penggunaan APT. Penggunaan APT sejauh ini dianggap cukup dalam mengatasi bahaya pajanan bising yang diterima pekerja.. Perusahaan telah memberikan kontrol terhadap pemakaian APT dengan menerbitkan safety patrol. Menurut NIOSH 1999 bahwa pelaksanaan APT diantaranya perusahaan melakukan pengawasan terhadap penggantian APT. Meskipun pekerja setuju bahwa menggunakan APT merupakan suatu keharusan, faktanya mayoritas pekerja tidak menggunakan APT pada saat bekerja. Hal ini mungkin saja terjadi bila pekerja hanya memakai APT sebatas akan adanya pengawasan tersebut. oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan APT sebaiknya perusahaan memperbaiki dan meningkatkan sistem pengawasan terkait penggunaan APT pada saat bekerja, dan untuk menumbuhkan motivasi, perusahaan dapat memberikan beberapa perlakukan seperti pemberian hukuman bagi pekerja yang tidak menggunakan APT pada saat bekerja dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang secara taat memakai APT pada saat bekerja dan tidak dikarenakan adanya pengawasan dari perusahaan. Dengan demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi APT diantaranya penggunaan dan penggantian APT, namun terdapat indikator lain yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian APT, dan pengawasan dalam penggunaan APT dapat dimasukkan kedalam instruksi pengendalian bising perusahaan.

4. Pemantauan audiometri

Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran kemampuan mendengar dengan pemeriksaan audiometer. Pemeriksaan audiometri sangat penting peranannya dalam menunjang deteksi dini gangguan pendengaran. Dalam industri, audiometri sebenarnya mutlak diperlukan terutama bagi pekerja yang terpajan bising. Menurut Harrington dan Gill dalam Herman 2003 menyebutkan beberapa keuntungan penerapan audiometri dalam industri, antara lain berupa adanya rekam medis baseline audiogram yang diperoleh pada waktu pekerja mulai memasuki lapangan kerja. Mengetahui situasi kondisi pendengaran dan upaya kebisingan lainnya, memperlihatkan pengaruh kebisingan pada pekerja dan menentukan secara dini kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran. Indikator yang pertama dalam pemeriksaan audiometri yaitu pemeriksaan pekerja baru pre employment. Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad telah melakukan pemeriksaan kesehatan awal bagi pekerjanya dalam medical check up, terutama pada saat penerimaan pekerja baru pre employment, namun belum termasuk di dalamnya pemeriksaan ketajaman pendengaran audiometric bagi pekerja yang berpotensi terpajan bising. Menurut NIOSH 1999 bahwa salah satu indikator dalam pemantauan audiometri adalah dengan pemeriksaan audiometri disaat pertama bekerja disuatu perusahaan. Sejalan dengan itumenurut Hutabarat 2012 bahwa pengukuran audiometri sebaiknya dilakukan pada saat penerimaan pekerja baru pre employment. Pengukuran awal tersebut berguna sebagai base-line untuk mengevaluasi terhadap pekerja yang terpajan bising. Demikian didukung oleh pernyataan Harrington dan Gill dalam Herman 2003 bahwa pemeriksaan audiometri merupakan data dasar yang dipakai sebagai pembanding terhadap hasil audiometri pada pemeriksaan berkala. Data ini sangat berguna untuk menilai adanya penurunan daya dengar atau menentukan terjadinya ketulian akibat kerja. Sejalan dengan itu menurut Fajar 2011 bahwa untuk dapat melindungi pekerja secara maksimal, pemeriksaan pendengaran harus dilakukan mulai dari calon pekerja baru pre employment. Oleh karena itu, pemeriksaan audiometri dibutuhkan bagi pekerja yang baru memasuki tempat kerja dengan potensi bising tinggi. Pemeriksaan awal ini bertujuan sebagai data awal mengenai kondisi pendengaran pekerja agar dapat memonitoring perkembangan dari kesehatan pendengaran pekerja. Hal ini sejalan menurut penelitian Adikusumo 1994 mengatakan bahwa monitoring audiometri pada tahap awal dapat membantu mengidentifikasi pekerja yang mengalami risiko kerusakan pendengaran tingkat awal, sehingga mereka dapat dimutasiditempatkan di luar tempat kerja yang bising. Pada pemeriksaan audiometri calon pekerja baru pre employment pemeriksaan ulang dilakukan setelah 9-12 bulan kemudian. Apabila tidak terdapat perubahan ambang batas pendengaran yang bermakna bila dibandingkan dengan hasil sebelumnya, pemeriksaan dilakukan dengan interval 1 tahun, kalau pajanan bising relatif rendah, maka pemeriksaan diperpanjang lebih dari 1 tahun Tana 1998. Indikator yang selanjutnya yaitu pemeriksaan audiometri pada pekerja ke tempat bising. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri pada saat penempatan karyawan ke tempat bising belum dilakukan. pemeriksaan audiometri hanya dilakukan secara berkala pada dua tahun sekali. Data terakhir tes audiometri yang dilakukan pada tahun 2013. Dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi di area kerja semestinya pengukuran dilakukan dilakukan setahun sekali. Menurut Herman 2003 bahwa pemeriksaan berkala dilakukan setiap satu tahun sekali atau enam bulan, bergantung dari tingkat intensitas kebisingan yang diterima. Hal ini sejalan menurut Harrington dan Gill dalam Herman bahwa keuntungan melakukan pemeriksaan audiometri dapat mengetahui situasi kondisi pendengaran pekerja. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri saat pindah tugas dari tempat bising atau saat pensiun belum dilakukan. Pekerja mengetahui status kesehatan saat pindah tugaspensiun melalui hasil medical check up yang dilakukan. Menurut NIOSH 1999 bahwa salah satu indikator pelaksanaan audiometri dilakukan pada saat keluar atau pindah dari tempat dengan kebisingan yang tinggi dengan kebisingan yang normal dan saat pensiunpurna tugas. Hal ini sejalan menurut OSHA 1983 dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2006 dalam Pujiriani 2008 bahwa salah satu indikator dalam pemeriksaan audiometri dilakukan pada saat pekerja keluar dari tempat kerja dengan potensi bising tinggi dan pada saat pensiun. Pengukuran pada saat pekerja pensiun ini dapat memperlihatkan pengaruh bising yang diterima pekerja selama bekerja diperusahaan tersebut dan mengetahui kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran dari bising yang ditimbulkan dari pekerjaannya Herman 2003. Berdasarkan hasil audiometri yang dilakukan saat keluarpurna tugas ini bertujuan untuk memberikan informasi dan penjelasan mengenai status kesehatan pendengaran pekerja Chairani, 2004. Fase pemeriksaan pasca kerja ini merupakan tahap hasil pengujian audiometri terhadap seorang pekerja yang sudah tidak lagi bekerja di tempat yang memiliki tingkat kebisingan melebihi NABpurna tugas Kusumawati, 2012.. Indikator yang selanjutnya mengenai data audiometri jelas, terdapat tanggal pelaksanaannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa data mengenai pemeriksaan audiometri sudah terlaksana, terdapat tanggal dan hasil pemeriksaannya dapat dilihat pada lampiran 6 hasil audiometri. Menurut NIOSH 1999 bahwa dalam pelaksanaan tes audiometri memiliki data yang jelas dan terdapat tanggal pelaksanaannya. Sejalan dengan itu menurut OSHA 1983 bahwa dalam tes audiometri yang dilakukan terdapat data jelas dan terdapat tanggal pelaksanaanya. Menurut Herman 2003 bahwa pemeriksaan audiometri dilakukan dengan melengkapi data yang lengkap seperti tanggal pelaksanaan dan data pemeriksaannya. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan audiometri tersebut dapat diambil tindak lanjut atau pengendalian dari pekerja yang mengalami gangguan dengar akibar bising di area kerja. Indikator selanjutnya mengenai tindak lanjut dari dokumen audiometri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tindakan lebih lanjut dari dokumen audiometri belum dilakukan. Jika terdapat kelainan atau gangguan dengar dari hasil pemeriksaan audiometri maka PT. Pindad wajib melakukan tindak lanjut jika ditemukan kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut terhadap kalainan atau gangguan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut NIOSH 1999 bahwa dari hasil pemeriksaan audiometri selanjutnya dilakukan tindak lanjut mengenai pekerja yang mengalami penurunangangguan pendengaran. Seiring dengan itu OSHA menyatakan bahwa hasil pemeriksaan audiometri pekerja harus ditindak lanjuti untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Tindak lanjut dari temuan berdasarkan pemeriksaan audiometri yang diakibatkan oleh kebisingan, harus disesuaikan dengan tingkat gangguan pendengaran yang di derita pekerja. Apabila tingkat keparahan gangguan pendengaran serius sebaiknya pekerja dipindahkan dari tempat kerja tersebut. Namun jika jenis gangguan pendengaran baru sebatas tinnitus, pengobatan ataupun tindak lanjut yang dilakukan adalah dengan istirahat di ruang khusus yang tenang dan terhindar dari kebisingan serta mengkonsumsi makanan yang cukup dan bergizi Kusumawati, 2012. Oleh karena itu semestinya perusahaan melakukan evaluasi terhadap hasil audiometri pekerja, sehingga dapat menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta, dapat memberikan pemindahan tugas dari tempat dengan potensi bising ke tempat yang lebih rendah potensi bisingnya. Indikator selanjutnya yang membahas mengenai perbandingan hasil pemeriksaan pekerja sebagai baseline data untuk mengidentifikasi kesesuaian NAB. Pemeriksaan audiometri berkala dilakukan untuk melihat adanya perubahan pada fungsi pendengaran. Penurunan atau bahkan kehilangan pendengaran dapat dilihat dari hasil analisis perbedaan audiogram data awal dibandingkan dengan audiogram pemeriksaan berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar belum dilakukan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam menindak lanjut hasil pemeriksaan audiometri. Menurut NIOSH 1999 bahwa dari pemeriksaan pre employment dilakukannya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar. Sejalan dengan itu menurut Herman 2003 bahwa dari hasil pemeriksaan audiometri pre employment dapat menjadi dasar sebagai pembanding dan berguna untuk menentukan terjadinya gangguan pendengaran akibat kerja. Dapat dikatakan bahwa adanya identifikasi dan tindak lanjut dari perbandingan hasil pemeriksaan pekerja baseline data tidak dapat memberikan gambaran kondisi pendengaran pekerja pada saat awal masuk dengan pemeriksaan pre-employment sampai pekerja keluarpurna tugas dari perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dalam hal ini harus melakukan pemeriksaan pre-employment untuk dapat membandingkan hasil pemeriksaan audiometri pekerja, sehingga dapat memberikan tindak lanjut dari gangguan yang dialami pekerja. Setelah hasil pemeriksaan audiometri dibandingkan dengan kesesuaian NAB akan terlihat bahwa pekerja yang mengalami gangguan pendengaran akan melewati nilai Standard Threshold Shift STS kemudian dikomunikasikan dan diberikan peringatan secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan agar pekerja dapat mengetahui penurunan pendengaran yang dialaminya. Indikator yang selanjutnya mengenai hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa hasil tes audiometri telah dikomunikasikan kepada pihak yang mengikuti tes audiometri dan pengawas. Hasil tes audiometri secara keseluruhan dapat menjelaskan informasi yang jelas kepada pekerja Chairani 2004. Namun bentuk komunikasi dari hasil tes audiometri hanya sebatas hasil pemeriksaan audiometri, belum ada komunikasi lebih lanjut mengenai hasil pemeriksaan tersebut kepada pekerja. Sejalan dengan itu menurut NIOSH 1999 bahwa hasil pemeriksaan audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan. Perusahaan hendaknya mengkomunikasikan secara umum dan jelas mengenai pemeriksaan audiometri kemudian bagaimana tindak lanjut dari pengujian tersebut, agar pekerja mendapatkan informasi yang sejelas jelasnya. Sehingga pekerja lebih memberikan perlindungan diri secara lebih baik dalam bekerja dengan kebisingan yang diterima di tempat kerjanya. Menurut direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan 2006 bahwa hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pengawas dan pekerja yang mengikuti tes audiometri tersebut.

5. Pencatatan dan pelaporan

Elemen pencatatan dan pelaporan merupakan pencatatan hasil dari serangkaian pelaksanaan program pengendalian kebisingan. Berdasarkan elemen pencatatan dan pelaporan bahwa terdapat indikator yang sesuai yaitu, pencatatan Monitoring hearing hazards, engineering and administratif controls, personal hearing protective, Indikator yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometric yang dokumennya dapat dilihat pada lampiran 5.14. Pencatatan audiometri semestinya dokumentasi disimpan menjadi satu kesatuan dari setiap indikator program yang dijalankan. Namun dalam Pelaksanaan dokumen audiometri ini masih tidak rapi dalam menyimpan hasil pemeriksaan audiometri pekerja dari pertama pemeriksaan yang dilakukan sampai akhir. Berdasarkan pencatatan dokumen audiometri yang perlu perbaikan maka yang harus dilakukan adalah mencari dokumen yang terdahulu dalam pemeriksaan audiometri bagi pekerja yang masih aktif dan telah mengikuti pemeriksaan audiometri untuk melindungi data pekerja. Sejalan dengan itu pencatatan dan penyimpanan data yang efektif memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memperhatikan karyawannya, memastikan pengendalian kebisingan dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid Fajar, 2012. Dokumen ini berguna untuk memudahkan petugas yang bertanggung jawab untuk menganalisa jika terdapat adanya perbedaan atau perubahan kemudian akan ditindak lanjuti oleh perusahaan. Menurut NIOSH 1999 indikator yang belum terdapat pada elemen pencatatan dan pelaporan adalah pencatatan evaluasi dan pencatatan audit. Pencatatan evaluasi dan audit belum dilakukan dikarenakan elemen evaluasi dan audit pada instruksi pengendalian kebisingan. Menurut NIOSH 1999 dalam pelaksanaan pencatatan harus dilakukan yaitu pencacatan dan pelaporan audit, pencatatan monitoring bising, pencatatan pengendalian teknis dan administratif, pencatatan audiometric dan pencatatan program evaluasi dan audit. Pencatatan dan penyimpanan data yang efektif memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memperhatikan karyawannya, memastikan HLPP dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid Fajar, 2012. 142 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. PT.Pindad Persero Bandung adalah suatu perusahaan yang telah mengeluarkan kebijakan mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja K3, pengendalian kebisingan telah ada sebagai salah satu program dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan demikian, PT.Pindad Persero Bandung telah melaksanakan beberapa langkah untuk mengetasi masalah kebisingan seperti dilakukannya survei kebisingan, pengendalian kebisingan, Alat Pelindung Telinga APT, pengendalian pemeriksaan audiometri dan pencatatan pelaporan. 2. Pelaksanaan survei bising telah dilakukan sebagai tahap pertama untuk mengetahui dan mengidentifikasi adanya bahaya bising. Terdapat beberapa indikator yang sudah sesuai diantaranya elemininasi, substitusi, engineering control, adanya tempat istirahat dan shift kerja. Kemudian terdapat indikator yang belum terdapat di NIOSH 1999 yaitu pengukuran kebisingan saat ada perubahan proses produksi, noise mapping, penetapan pekerja pada dosis pajanan 0,5-1, penggolongan kerja dalam APT, tenaga pengukur yang bersertifikat, kalibrasi alat pengukuran bising. 3. Elemen pengendalian kebisingan secara teknis terdapat indikator yang sesuai yaitu engineering control dan administratif control yang meliputi pemeliharaan mesin, mengurangi transmisi bising dengan bahan yang meredam suara, adanya tempat istirahat, tandasign dengan intensitas tinggi, dan terdapat shift kerja. Indikator pada elemen ini yang belum sesuai diantaranya adalah eliminasi dan substitusi yang meliputi menghilangkan sumber utama bising dari mesin, mengganti mesin bising tinggi ke bising kurang, melakukan isolasi operator dalam ruang kedap suara, dan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. 4. Elemen Alat Pelindung Telinga APT terdapat indikator yang telah sesuai yaitu jenis APT earplug, earmuff, dan tersedianya APT untuk pekerja dengan bising ≥85 dBA. Terdapat beberapa indikator yang belum sesuai diantaranya kecocokan APT, kenyamanan APT, pemeriksaan APT secara periodik, monitoring dampak pemakaian APT, APT yang disediakan sa at perpapar bising ≥85 dBA, dan pengawasan dalam penggunaan APT. 5. Elemen audiometri terdapat indikator yang sudah sesuai yaitu adanya sertifikasi petugas audiometri, petugas melakukan dengan prosedur standar pemeriksaan, data jelas dan hasil audiometri dikomunikasikan kepada pihak terkait. Adapun indikator yang belum sesuai yaitu audiometri pre employment, penempatan karyawan ke tempat bising bila bising 85 dBA, pemeriksaan saat purna tugas, tindak lanjut dari hasil audiometri, perbandingan hasil audiometri dengan baseline data, peringatan secara tertulis jika melewati standar dan adanya evaluasi jika STS lebih besar dari 5 setiap tahun. 6. Elemen pencacatan dan pelaporan terdapat indikator yang sesuai yaitu, pencatatan monitoring hearing hazards, engineering and administratif controls, Personal hearing protective. Indikator yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometri Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengendalian kebisingan yang belum terdapat elemen pendidikan dan pelatihan, evaluasi program dan audit program. Elemen yang sudah sesuai namun masih perlu kelengkapan dalam pemenuhan indikator pada elemen tersebut diantaranya elemen survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, APT, tes audiometri, pencatatan dan pelaporan.

B. Saran