Tingkat Pendidikan Karakteristik Individu

berhubungan dengan status ekonominya, hal ini juga turut menjelaskan bahwa anggota rumahtangga pada semua stratum memperoleh akses dan hak yang sama terhadap kesehatan dan pangan yang menunjang kualitas hidup mereka. Kampung Sukagalih diketahui mempunyai balita terendah dengan persentase 2,54 persen dan proporsi jumlah laki-laki perempuan sebanyak 1,27 persen untuk masing-masing balita. Kampung Cisalimar dan Pasir Masigit mempunyai jumlah balita yang sama yakni 3,05 persen dengan masing-masing jumlah balita laki-laki 1.78 persen, 1,02 persen dan perempuan 1,27 persen dan 2,03 persen. Secara keseluruhan, jika dilihat dari stratumnya diketahui pada stratum tertinggi dan terendah A dan D mempunyai jumlah Balita terendah sebesar 1,02 pada masing-masing stratum, sedangkan stratum bawah mempunyai jumlah tertingi sebelum stratum menengah sebanyak 4,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur pasangan pada stratum bawah dimungkinkan lebih muda dan tidak ada perbedaan pola umur pernikahan pada tiap stratum.

5.1.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan anggota rumahtangga di Desa Cipeuteuy sebagaimana tertera pada Tabel 10. tergolong rendah. diduga hal tersebut dipengaruhi oleh adanya program pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Sebagaimana haknya tipikal masyarakat pedesaan di Indonesia yang merasa cukup mengenyam pendidikan setaraf SD. Tabel 10. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan di Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Pendidikan Terakhir Tahun 2007 dalam persen Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Stratum Atas Tidak Sekolah 5,06 5,06 10,13 Belum Sekolah 6,33 3,80 10,13 SD 7,59 8,86 16,46 SLTP 0 1,27 1,27 SMU 0 1,27 1,27 Kuliah 0 2,53 2,53 Tamat SD 22,78 26,58 49,37 Tamat SLTP 3,80 3,80 Tamat SMU 1,27 1,27 Tidak tamat SD 1,27 1,27 2,53 Akademiuniversitas tidak tamat 1,27 1,27 Total Persen 49,37 50,63 100,00 Total Jumlah 39 40 79 Stratum Menengah Tidak Sekolah 0,91 2,73 3,64 Belum Sekolah 5,45 8,18 13,64 SD 10,00 11,82 21,82 SLTP 1,82 1,82 Kuliah 0,91 0,91 1,82 Tamat SD 22,73 15,45 38,18 Tamat SLTP 0,91 1,82 2,73 Tidak tamat SD 8,18 8,18 16,36 Total Persen 50,91 49,09 100,00 Total Jumlah 56 54 110 Stratum bawah Tidak Sekolah 3,07 5,52 8,59 Belum Sekolah 6,13 9,20 15,34 SD 9,82 7,36 17,18 SLTP 2,45 2,45 SMU 0 1,23 1,23 Kuliah 0,61 0,61 1,23 Tamat SD 23,31 27,61 50,92 Tidak tamat SD 1,84 0,61 2,45 Mesantren 0 0,61 0,61 Total Persen 47,24 52,76 100,00 Total Jumlah 77 86 163 Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tunakisma Tidak Sekolah 2,38 4,76 7,14 Belum Sekolah 9,52 9,52 19,05 SD 4,76 7,14 11,90 SMU 2,38 2,38 Kuliah 4,76 4,76 Tamat SD 21,43 23,81 45,24 Tamat SMU 2,38 4,76 7,14 Tidak tamat SD 2,38 2,38 Total Persen 50,00 50,00 100,00 Total Jumlah 21 21 42 Total Tidak Sekolah 2,79 4,57 7,36 Belum Sekolah 6,35 7,87 14,21 SD 8,88 8,88 17,77 SLTP 1,52 0,25 1,78 SMU 0,25 0,76 1,02 Kuliah 1,02 1,02 2,03 Tamat SD 22,84 23,60 46,45 Tamat SLTP 1,02 0,51 1,52 Tamat SMU 0,51 0,51 1,02 Tidak tamat SD 3,55 2,79 6,35 Akademiuniversitas tidak tamat 0,25 0,25 Mesantren 0 0,25 0,25 Total Persen 48,98 51,02 100,00 Total Jumlah 193 201 394 Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei Tahun 2007 Secara keseluruhan, persentase tertinggi ada pada tingkat pendidikan tamat SD. Persentase jumlah ART perempuan pada tiga kampung kasus yang tidak bersekolah lebih tinggi, hal ini diduga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menganggap bahwa anak laki-laki lebih didahulukan untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan anak perempuan. Persentase terendah berada pada tingkat pendidikan akademiuniversitas tidak tamat dan mesantren dengan persentase yang sama, yakni 0,25 persen dimana tidak ada perempuan yang tidak tamat akademi dan tidak ada laki-laki yang mesantren. Untuk pendidikan tertinggi kuliah, laki-laki dan perempuan memiliki jumlah persentase yang sama. Menurut stratum dan jenis kelaminnya, perempuan memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada stratum atas, sedangkan semakin rendah stratum, maka kesempatan perempuan untuk menikmati pendidikan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dari Tabel 10 juga dapat diketahui bahwa hanya penduduk pada stratum menengah yang mesantren dan tidak ada ART yang bersekolah SMU pada stratum menengah. Yang menarik adalah jumlah persentase ART yang kuliah paling tinggi pada stratum tunakisma dengan hanya ART laki-laki sebanyak 4,76 persen yang kuliah. Kondisi ini terjadi diduga karena ART pada stratum tunakisma yang tidak memiliki lahan milik dan garapan hanya dapat menggantungkan hidupnya di luar sektor pertanian, maka dari itu timbul pemikiran bahwa generasi muda harus memiliki pendidikan yang tinggi agar dapat memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi karena orang tua mereka tidak dapat mewariskan lahannya untuk dikelola. Mayoritas anggota rumahtangga pada tiga kampung kasus mengenyam pendidikan hingga tingkat SD jika dilihat sebaran tingkat pendidikannya, anggota rumahtangga pada kampung Pasir masigit memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kampung Cisalimar dan Sukagalih. Pada tabel 11. diketahui bahwa sebanyak 27,9 persen laki-laki dan 29,87 persen perempuan pada kampung Cisalimar berpendidikan hingga tingkat SD. Jumlah tersebut merupakan persentase lulusan SD tertinggi yang setelahnya diikuti oleh kampung Pasir masigit dengan persentase total sebanyak 34,65 persen dan Sukagalih 45,13 persen Selanjutnya jumlah anggota rumahtangga yang mengenyam pendidikan setaraf SLTP terbanyak dimiliki oleh kampung Sukagalih kemudian diikuti oleh Pasir masigit dan Cisalimar secara berturut-turut sebesar 2,65 persen, 2,36 persen dan 0,65 persen. Lain halnya dengan pendidikan tingkat SMU dan perguruan tinggi dimana Pasir masigit mempunyai persentase terbanyak dibandingkan dua kampung lainnya. Sedangkan kampung Cisalimar tidak memiliki anggota rumahtangga yang bersekolah hingga perguruan tinggi. Selanjutnya jika membanding antara jenis kelamin dengan kampung diketahui bahwa pendidikan perempuan cenderung lebih rendah, namun pada tingkatan pendidikan tertentu perempuan memiliki akses yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pada tiga kampung kasus hanya anggota rumahtangga perempuan yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SMU. Pada kampung Pasir Masigit anggota rumahtangga perempuan yang kuliah memiliki persentase lebih besar dari laki-laki yakni masing-masing sebanyak 2,48 persen dan 1,57 persen. Selanjutnya pada kampung Suka galih keduanya memiliki persentase yang sama pada tingkat kuliah. Hal tersebut diduga dikarenakan laki-laki sejak usia dini telah memiliki rasa tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap pendidikan keluarganya dengan bekerja sebagai petani atau pekerjaan lainnya diluar sektor pertanian sedangkan perempuan memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang menurut stratumnya, pada kampung Sukagalih dan Cisalimar, akses pada pendidikan yang tinggi hanya dimiliki oleh anggota rumahtangga pada stratum atas, menengah dan bawah dengan proporsi anggota rumahtangga pada stratum C yang paling banyak mempunyai akses pada pendidikan yang tinggi terutama pada tingkat perguruan tingi yang hanya dimiliki oleh stratum bawah pada Kampung Sukagalih, namun demikian tidak ada anggota rumahtangga yang bersekolah pada tingkat perguruan tinggi di Kampung Cisalimar. Lain halnya dengan Kampung Pasir Masigit dimana akses terhadap pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh anggota rumahtangga pada tiap tingkatan stratum. Hanya stratum atas A dan tunakisma D yang akses pada pendidikan tingkat SMU dan stratum tunakisma D yang mempunyai akses pada tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan proporsi yang sama yakni sejumlah 1,57 persen pada tiga tingkat stratum tersebut. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lokasi sekolah yang cenderung lebih dekat dengan Pasir Masigit dibandingkan dengan dua kampung lainnya. Kampung Pasir masigit yang lebih dekat dengan jalan utama memudahkan anggota rumahtangga untuk mengakses kendaraan seperti ojek dan mobil bak terbuka untuk Mobil sampai pada sekolahnya.

5.1.4. Jenis Pekerjaan

Dokumen yang terkait

Konflik Agraria (Studi Etnografi Di Desa Aek Buaton, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara)

1 109 111

Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat).

1 9 147

Dimensi Gender dalam Agroforestry Kajian pada Komunitas Petani di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

0 18 7

Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

1 17 86

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200