pada stratum atas. Kepemilikan motor sebagian besar digunakan untuk mata pencaharian dengan cara menyediakan jasa ojek. Mobil sebagai benda yang
tergolong ekslusif hanya dimilki oleh rumahtangga pada stratum bawah C di Kampung Cisalimar. Adapun kepemilikan mobil dimaksudkan untuk mencari
nafkah dengan menyediakan angkutan umum dengan jurusan Parung Kuda- Cipeuteuy.
5.2.2. Partisipasi Kelembagaan
Pada Tabel 16 disajikan data mengenai kondisi anggota rumahtangga berdasarkan tingkat partisipasi dalam kelembagaan. Pada kelembagaan di
lingkungan pemerintahan jumlah anggota rumahtangga perempuan tertinggi ada pada jenis kelembagaan yang berkaitan dengan peran-peran reproduktif seperti
PKK, KB dan Posyandu, secara berturut-turut sebanyak satu orang 0,25 persen, 33 orang 8,38 persen dan 37 orang 9,39 persen perempuan, meskipun
sebanyak 1,52 persen dan 2,03 persen anggota rumahtangga yang melakukan KB dan Posyandu. Lembaga lainnya dalam lingkungan pemerintahan dapat dipastikan
anggota rumahtangga petani laki-laki mempunyai jumlah yang lebih tinggi dikarenakan lembaga seperti Linmas, BPD, sangat berkaitan dengan stereotipi
gender laki-laki yang maskulin masing-masing sebanyak 1,27 persen dan 0,51 persen.
Demikian halnya dengan kelembagaan taman nasional dimana anggota rumahtangga laki-laki memiliki persentase lebih tinggi sebanyak 3,81 persen.
Anggota rumahtangga laki-laki yang mengikuti kopel sebanyak 0,25 persen, Jamaskor, sedangkan untuk kegiatan Taman Nasional, keduanya memiliki
kesenjangan yang sangat kecil sekali yakni 1,02 persen anggota rumahtangga
perempuan dan 1,27 persen anggota rumahtangga petani laki-laki. Yang menarik adalah pada kelembagaan kader konservasi dimana tidak ada angota rumahtangga
laki-laki yang berpartisipasi, yang berpartisipasi hanya anggota rumahtangga perempuan sebesar 0,25 persen.
Tabel 16. Kondisi RTP di Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Partisipasi dan Jenis Kelamin
Partisipasi Laki-Laki Perempuan
Persentase PKK
0,25 0,25
KB 1,52
8,38 9,90
Posyandu 2,03
9,39 11,42
Linmas 1,27
1,27 Lingkungan
Pemerintahan BPD
0,51 0,25
0,76 Kopel
3,81 1,27
5,08 Jamaskor
0,25 0,25
TN 1,27
1,02 2,28
Taman Nasional
Kader Konservasi 0,25
0,25 Kelompok Tani
10,15 2,79
12,94 Pertanian
Koperasi 15,48
7,11 22,59
Raskin 10,91
12,69 23.60
Kartu Sehat 2,54
3,81 6,35
Jaring Pengaman
Sosial Sembako Murah
0,51 0,51
1,02 Pengajian
23,86 23,10
46,95 Arisan
2,03 2,03
4,06 Gotong Royong Jalan
19,80 10,41
30,20 Gotong Royong Masjid
19,54 10,91
30,46 Selamatan
15,99 14,21
30,20 Kematian
14,97 11,17
26,14 Informal
Perbaikan Jalan 17,01
11,42 28,43
Pilkades 26,14
26,40 52,54
Pemilihan BPD 26,14
26,40 52,54
Pemilu 25,63
26,40 52,03
Partisipasi Politik
Pemilihan Caleg 25,89
26,40 52,28
Bank 0,51
0,51 Keluarga
0,51 0,51
Kelembagaan Keuangan
Lainnya 3,30
3,05 6,35
Total Persen 271,57
239,59 511,17
Total Jumlah 1070
944 2014
Mengingat lembaga tersebut merekrut anggota dengan pemilihanpenunjukan, maka kedudukan perempuan dalam organisasi di mata
taman nasional telah diperhitungkan. Hal tersebut juga berkaitan dengan peran pemeliharaan yang dilakukan kader konservasi yang notabene juga merupakan
sifat-sifat feminis yang dipercayai menjadi sifat-sifat perempuan. Kesenjangan tingkat partsipasi sangat tinggi pada kelembagaan
pertanian. Pada kelompok tani sebannyak 40 orang 10,15 persen anggota rumahtangga laki-laki tergabung dalam kelompok tani dan hanya 11 orang 2,79
persen anggota rumahtangga perempuan yang berpartisipasi dalam kelompok tani, demikian halnya yang terjadi ada koperasi dan anggota rumahtangga laki-laki
yang mengakses koperasi secara langsung sebesar 15,48 persen dibandingkan dengan anggota rumahtangga perempuan sebanyak 7,11 persen.
Jaring pengaman sosial sangat berkaitan dengan peran perempuan reproduktif yang menurut Mosher 1993 mencakup tugas-tugas menjamin
pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja termasuk memasak dan menyediakan keperluan rumahtangga.
Dengan demikian sangatlah dimaklumi jika, anggota rumahtangga perempuan yang mengikuti program raskin memiliki persentase lebih tinggi
sebanyak 12,69 persen dari 10,91 persen anggota rumahtangga laki-laki yang menebus raskin. Jumlah tersebut kemudian diikuti oleh program kartu sehat
masing-masing 3,81 persen anggota rumahtangga perempuan dan 2,54 persen anggota rumahtangga laki-laki dan keduanya memiliki persentase yang sama
sebanyak 0,51 persen pada program kartu sehat. Jumlah anggota rumahtangga laki-laki yang berpartisipasi pada
kelembagaan informal masih lebih tinggi dari jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam kelompok informal. Perbedaan kesenjangan yang rendah
terjadi pada kelembagaan pengajian dan arisan yakni sebanyak 91 23,10 persen anggota rumahtangga perempuan dan 94 23,86 persen anggota rumahtangga
laki-laki yang ikut dalam pengajian sedangkan keduanya memiliki jumlah anggota rumahtangga yang sama sebanyak 2,03 persen kelembagaan arisan.
Selanjutnya pada kelembagaan gotong royong jalan, gotong royong masjid, selamatan, kematian dan perbaikan jalan memiliki kesenjangan jumlah
anggota rumahtangga laki-laki dan anggota rumahtangga perempuan yang sangat tinggi sebanyak 19,80 persen anggota rumahtangga laki-laki dan 10,41 persen
anggota rumahtangga perempuan melakukan gotong royong jalan. Kemudian secara berturut-turut adalah 19,54 persen dan 6,91 persen pada gotong royong
masjid, 15,99 persen dan 14,21 persen dalam selamatan 14,97 dan 11,17 dalam kematian dan 17,01 persen anggota rumahtangga laki-laki, 11,42 persen anggota
rumahtangga laki-laki yang berpartisipasi dalam perbaikan jalan. Jika dilihat secara keseluruhan, kelembagaan informal dengan tingkat kesenjangan jumlah
anggota rumahtangga perempuan dan laki-laki yang tinggi diduga dipengaruhi oleh cara masing-masing anggota rumahtangga berpartispasi, mengingat
pekerjaan gotong royong perbaikan jalan merupakan peranan yang sangat dekat dengan laki-laki yang notabene lebih layak untuk mengerjakan pekerjaan yang
cenderung berat membutuhkan banyak tenaga menurut penuturan beberapa orang anggota rumahtangga perempuan bentuk partisipasi mereka dalam gotong royong
perbaikan jalan adalah dengan menyediakan konsumsi bagi para pekerja. Selanjutnya tingkat kesenjangan pada kelembagaan selamatan dan kematian
diduga berhubungan dengan sistem nilai yang ada pada masyarakat dimana untuk
acara selamatan dan bantuan kematian merupakan tugas anggota rumahtangga laki-laki dalam kehidupan sosial.
Pada partisipasi politik, baik laki-laki, perempuan ataupun keduanya memiliki partisipasi yang sama sehingga baik untuk anggota rumahtangga
perempuan dan anggota rumahtangga laki-laki jika telah memenuhi syarat untuk hak pilih maka tidak ada hal-hal yang menghalanginya untuk memilih
menggunakan hak pilihnya baik ditingkat desa maupun tingkat Nasional. Pada tiga kampung kasus sangatlah sulit untuk menemukan kelembagaan
keuangan berikut anggota rumahtangga perempuan dan laki-laki yang berpartisipasi di dalamnya. Pada Tabel 16 ditemukan hanya sebanyak 2 orang
anggota rumahtangga laki-laki yang menabung, masing-masing pada Bank dan keluarga dan sebanyak 13 orang anggota rumahtangga laki-laki dan 12 orang
anggota rumahtangga perempuan yang menabung pada lembaga lainnya, yakni anak-anak yang menabung di sekolah dan beberapa anggota yang menabung di
Masjid.
BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN
TOKOH MASYARAKAT
6.1. Sistem Kekerabatan
6.1.1. Sistem Nilai yang Mengakui Status Laki-laki dan Perempuan dalam
Keluarga
Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Pada Desa
Cipeuteuy, laki-laki dan perempuan memiliki perlakuan yang berbeda dalam keluarga, sebagaimana halnya tercermin dari pembagian kerja gender dalam
keluarga baik pembagian peran di rumah maupun pada kegiatan usahatani. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan telah terinternalisasi pada tiap
keluarga, dan mempengaruhi bagaimana mereka memperlakukan anggota keluarga laki-laki dan perempuan baik pada lingkungan keluarga hingga
lingkungan yang lebih tinggi yakni lingkungan sosial ART laki-laki dan ART perempuan.
Anak perempuan dan anak laki-laki sedari dini telah diperkenalkan mengenai pembagian kerja gender, dimana laki-laki ditempatkan pada sektor
pekerjaan yang menghasilkan pendapatan untuk menafkahi keluarga dan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan reproduktif yang berkaitan dengan pola
pengasuhan dan pekerjaan domestik di rumah. Dengan demikian peran reproduktif sangat melekat pada individu laki-laki sebagaimana halnya peran
reproduktif pada ART perempuan.