2. Penyewa dan penyakap murni, yakni mereka yang tidak memiliki tanah
tapi mempunyai tanah garapan melalui sewa dan atau bagi hasil. 3.
Pemilik penyewaanatau pemilik penyakap, yaitu mereka yang disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah orang lain
4. Pemilik bukan penggarap
5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang tidak memiliki tanah dan tidak
memilik tanah garapan. Sebagian dari mereka adalah buruh tani dan hanya sedikit yang memang tidak bekerja di bidang pertanian.
2.2. Kerangka Pemikiran
Penelitian mengenai Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria, kasus pada rumahtangga petani Desa Cipeuteuy ini
didasarkan pada hasil sintesis dari beragam konsep, pendekatan dan teori khususnya mengenai gender dan agraria yang dirumuskan dalam kerangka
pemikiran seperti yang tertera pada Gambar 2. Adapun lingkup sumberdaya agraria dalam studi ini mencakup jenis-jenis lahan, meliputi rumah pemukiman,
sawah, pekarangan, tanah darat, lahan kering atau tegalan, kolam, hutan milik individu penduduk asli desapendatang, komunal, desa, swasta dan atau subjek
agraria lainnya, serta taman nasional. Relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria,
dalam studi ini dianggap sebagai variabel-variabel tidak bebas dependent variable. Keluargarumahtangga petani merupakan unit terkecil dalam
masyarakat hukum adat pada tingkat sistem kekerabatan, komunitas dan desa Soekanto, 1979; Soekanto dan Taneko, 1981. Mengacu pada konsep akses dan
kontrol dari Hagiss, dkk. dan Agarwal serta hasil empiris dari studi Mugniesyah
dan Mizuno 2007 pada masyarakat petani lahan kering di Cianjur, relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria pada tingkat
keluargarumahtangga petaniburuh tani dalam studi ini akan ditelaah melalui indikator-indikator akses dan kontrol anggota rumahtangga petani laki –laki dan
perempuan terhadap pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria, serta akses dan kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap
pengelolaan dan manfaat pengelolaan sumberdaya agraria. Sehubungan dengan itu, relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan
sumberdaya agraria diukur oleh variabel-variabel :tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria
Y1, tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria Y2, tingkat akses anggota rumahtangga petani
laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria Y3, tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan
sumberdaya agraria Y4, tingkat kontribusi waktu dalam pengelolaan sumberdaya agraria Y5, tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki
dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya agraria Y6, tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap manfaat dari
pengelolaan usahatani, Y7, dan tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki- laki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani Y8.
Selanjutnya, variabel tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria Y1 dan tingkat kontrol
anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria Y2, diduga akan mempengaruhi pola kepemilikan sumberdaya agraria.
Variabel tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria Y3 dan tingkat kontrol anggota rumahtangga
petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria Y4 diduga akan mempengaruhi pola penguasaan sumberdaya agraria.
Mengacu pada konsep peranan produktif menurut Mosher 1993 dan pengalaman empiris dari studi terdahulu, seperti laporan Pudjiwati Sajogyo
1991, Mugniesyah, dkk 2001, serta Mugniesyah dan Mizuno 2003, tingkat kontribusi anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam
pengelolaan lahan dapat dilihat dari peranan anggota rumahtangga petani dalam mengelola sumberdaya agraria sebagai kegiatan produktif yang secara kualitatif
diketahui melalui variabel pembagian kerja dalam mengelola sumberdaya agraria. Secara kuantitatif dilihat dengan tingkat kontribusi waktu anggota rumahtangga
petani dalam mengelola sumberdaya agraria sistem sawah, sistem kebun, hutan rakyat, taman nasional, lahan swasta dan negara, kolam, lahan pekarangan, dan
lainnya. Adapun kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya agraria diukur melalui pola pengambilan keputusan dalam mengelola sumberdaya agraria yang
disesuaikan dengan tahapan kegiatan pengelolaan sumberdaya agraria yang dimiliki atau dikuasai oleh anggota rumahtangga petani.
Tingkat akses terhadap manfaat hasil pengelolaan sumberdaya agraria dapat diukur dari akses mengkonsumsi hasil produk, pengelolaan sumberdaya
agraria dan akses terhadap hasil penjualan pendapatan dari produk pengelolaan sumberdaya agraria, sedangkan tingkat kontrol terhadap hasil pengelolaan
sumberdaya agraria diukur dengan pola pengambilan keputusan dalam
menentukan alokasi produk dan pola pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi hasil penjualan produk.
Mengingat relasi gender pada tingkat rumahtangga petani merupakan hasil konstruksi sosial budaya masyarakat, dimana rumahtangga petani menjadi
anggotanya maka diduga relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria dianggap sebagai variabel tidak bebas dependent variabel
yang dipengaruhi oleh sejumlah variabel yang ada pada masyarakat hukum adat petani. Pola kepemilikan dan penguasaan lahan dipengaruhi oleh sistem
kekerabatan. Mengacu kepada Mugniesyah dan Mizuno 2007, dalam kenyataannya individu memperoleh akses dan kontrol dari sistem kekerabatan
dengan diakuinya penguasaan dan kepemilikan atas lahan. Sistem kekerabatan yang diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol anggota rumahtangga petani
atau buruh tani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria terdiri dari sistem nilai yang mengakui status laki-laki dan perempuan dalam
rumahtanggakeluarga X1 dan hukum adat yang mengatur kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria X2. Hukum adat mempengaruhi
kepemilikan dan penguasaan lahan oleh laki-laki dan perempuan lewat aturan dan tata cara pemberian warisan, hibah, pembelian dan sewa menyewa.
Dalam hal akses dan kontrol terhadap sumberdaya agraria diluar milik, dimungkinkan adanya kelembagaan sistem nilai dan norma penguasaan
sumberdaya agraria pada tingkat komunitas, masyarakat. Hal ini diduga mempengaruhi relasi gender pada pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria
yang akan diukur melalui variabel derajat pengakuan tokoh masyarakat atas kepemilikan laki-laki dan perempuan X3 dan variabel pencatatan kepemilikan
lahan dalam Letter C X4, khusus ditingkat desa serta bukti SPPT iuran desa menurut individu pemiliknya X5.
Rumahtangga petani merupakan bagian dari sistem kekerabatan yang terdiri dari individu-individu laki-laki dan perempuan. Individu-individu tersebut
merupakan suatu entitas yang unik, sehingga setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena rumahtangga terdiri dari individu,
dimana menurut Grijns dkk. 1992 siklus hidup perempuan mempengaruhi status bekerja mereka, dengan ini maka karakteristik sumberdaya manusia juga ikut
menentukan akses dan kontrol terhadap sumberdaya agraria yaitu dari kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh individu pendidikan, pengetahuan, dll.
Karakteristik individu yang diduga menentukan akses dan kontrol anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria terdiri dari tingkat
pendidikan X6, jenis pekerjaan utama X7, jenis pekerjaan sampingan X8, dan status bekerja X9. Karakteristik sumberdaya rumahtangga diduga juga
mempengaruhi tingkat akses dan kontrol anggota rumahtangga petani atau buruh tani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria melalui tingkat stratifikasi
X10, dan kepemilikan benda berharga X11. Sumberdaya agraria memiliki banyak fungsi dan tidak hanya digunakan
untuk bercocok tanam. Dengan sumberdaya yang beragam, maka kondisi sumberdaya X12 agraria diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol laki-
laki dan perempuan atas sumberdaya agraria melalui proses pengolahan sumberdaya agraria.
Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria
Y
1
: Tingkat akses anggota rumahtangga
petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria.
Y
2
: Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas
pemilikan sumberdaya agraria Y
3
: Tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas
penguasaan sumberdaya agraria. Y
4
: Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas
penguasaan sumberdaya agraria. Y
5
: Tingkat kontribusi waktu dalam pengelolaan sumberdaya agraria.
Y
6
: Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam
pengelolaan sumberdaya agraria Y
7
: Tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan
terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani.
Y
8
: Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan
terhadap manfaat dari pengelolaan
Sistem kekerabatan
X1 : Sistem nilai yang mengakui status laki-laki dan perempuan
dalam keluarga X2 : Hukum adat yang mengatur
kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya
agraria
Pengakuan Komunitas Desa
X
3
: Derajat pengakuan tokoh masyarakat terhadap
kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria oleh laki-
laki dan perempuan
X
4
: Pencatatan pemilikan lahan dalam letter C
X
5
: Bukti SPPT iuran desa menurut individu pemiliknya
Karakteristik sumberdaya Rumahtangga
X
10
: Kepemilikan benda berharga X
11
: Tingkat stratifikasi Pola kepemilikan
sumberdaya agraria
Pola penguasaan sumberdaya agraria
Kondisi Sumberdaya Agraria
X
10
: Proses pengolahan Sumber daya Agraria
Karakteristik Sumberdaya Manusia
X
6
: Tingkat pendidikan X
7
: Jenis pekerjaan utama X
8
: Jenis pekerjaan sampingan X
9
: Status bekerja
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria
2.3. Definisi Operasional