atas kondisi lahan, karena petani mulai menanam pada lereng-lereng bukit yang seharusnya menjadi penyangga dan tidak boleh ditanami.
8.2. Pemilikan Sumberdaya Agraria
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, mayoritas penduduk Desa Cipeuteuy, khusunya pada kampung Sukagalih, Cisalimar dan Pasir Masigit
merupakan petani pemilik, penggarap dan buruh tani yang mengelola lahan sawah dan lahan keringkebun. Telah diuraikan mengenai pola-pola kepemilikan yang
dimiliki tiap rumahtangga petani yang disurvei pada tiga kampung kasus, dimana pola-pola kepemilikan tersebut diduga mempengaruhi relasi gender anggota
rumahtangga laki-laki dan perempuan dalam tingkat akses dan tingkat kontrol ART petani laki-laki dan perempuan terhadap kepemilikan sumberdaya agraria.
Selanjutnya kepemilikan atas sumberdaya akan dilihat melalui kepemilikan individu secara utuh pada masing-masing rumahtangga yang juga menentukan
tingkat akses masing-masing anggota rumahtangga tersebut akan kepemilikan sumberdaya agraria. Adapun jenis lahan milik meliputi lahan sawah, lahan kebun,
pekarangan, dan kolam.
8.2.1. Tingkat Akses Anggota Rumahtangga Petani Laki-laki dan
Perempuan terhadap Kepemilikan Sumberdaya Agraria
Adanya pengakuan komunitas dan desa terhadap kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria secara tidak langsung mempengaruhi
akses keduanya terhadap kepemilikan lahan, karena laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk memiliki sumberdaya agraria melalui
proses jual beli. Sistem pewarisan yang diterapkan di Desa Cipeuteuy juga
memberikan kesempatan kepada laki-laki dan perempuan untuk memiliki lahan melalui pewarisan dan hibah.
Merujuk pada pola-pola kepemilikan dan penguasaan lahan diperoleh bentuk-bentuk kepemilikan atas individu yang telah diakui oleh komunitas hingga
tingkat desa, yakni kepemilikan laki-lakisuami, kepemilikan perempuanistri dan kepemilikan secara gono-gini guna kaya. Kepemilikan secara inividu ini
kemudian menggambarkan akses dan kontrol ART laki-laki dan perempuan atas kepemilikan lahan.
Pada Tabel 20 telah disajikan jumlah luasan lahan yang dimiliki oleh ART laki-laki dan perempuan secara individu maupun bersama dilihat dari
seluruh ART yang disurvei. Tabel 20. Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy
Menurut Status Kepemilikan Lahan dan Jenis Lahan Tahun 2007 dalam persen dan total jumlah dalam are
Kepemilikan Laki-laki Perempuan
Gono-Gini Total
Sawah 41,52 3,20
9,07 53,80
Kebun 23,45 3,14
14,42 41,01
Pekarangan 1,58 0,52
0,46 2,56
Kolam 0,16 2,39
0,09 2,64
Total Persen 66,71
9,24 24,05
100,00 Total Jumlah
1416,6 196,3
510,7 2123,6
Sumber: Hasil Penelitian Peneliti Tahun 2007 Keterangan: n= 70 Stratum A=18, Stratum B=20, Stratum C=32
Dilihat dari luas lahan yang berstatus milik, Kepemilikan lahan pada 3 kampung kasus adalah seluas 2123,6 are 21,23 hektar dengan rata-rata
kepemilikan lahan sebesar 24,97 are per rumahtangga. Adapun komposisi kepemilikan lahan sebesar 53,8 persen lahan sawah, 41.01 persen lahan kebun,
2.56 persen lahan pekarangan dan 2,64 persen lahan kolam. Secara keseluruhan dari 100 rumahtangga ditemukan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh laki-laki
memiliki persentase lebih tinggi dari lahan yang dimiliki oleh perempuan. Seluas 66.71 persen dari total lahan kepemilikan pada tiga kampung kasus dimiliki oleh
laki-laki, selanjutnya sebesar 24,05 persen lahan kepemilikan dimiliki secara bersamagono-gini dengan komposisi 9.07 persen lahan sawah, 14.42 persen lahan
kebun, 0.46 persen lahan pekarangan dan 0.09 persen lahan kolam, sedangkan sisanya sebesar 9,24 persen adalah milik perempuan. Dengan demikian laki-laki
memiliki persentase tertinggi dalam kepemilikan lahan dengan kepemilikan lahan sawah seluas 41,52 persen dan 23,45 persen lahan kebun dari total lahan
kepemilikan. Dari pencacahan lengkap 100 rumahtangga, diperoleh gambaran
mengenai tingkat akses anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan atas kepemilikan sumberdaya agraria. Pada Tabel 21 diketahui luas total kepemilikan
lahan dari 100 rumahtangga adalah sebanyak 1494,2 are dengan rata-rata kepemilikan lahan 14,94 are per rumahtangga, dimana masing–masing seluas 58,9
persen dimiliki oleh stratum atas, 27,6 persen stratum menengah dan 13,5 persen pada stratum bawah.
Menurut tingkat stratifikasinya perempuan pada rumahtangga sampel memiliki hak kepemilikan secara adat customary right of posession
15
lebih dari 52,7 persen dengan 35,8 persen pada stratum atas 11,5 persen pada stratum
menengah dan 5,4 persen pada stratum bawah. Selanjutnya, lebih dari 34,2 persen, sekitar 18,0 persen luas lahan stratum atas, 10,4 persen luas lahan stratum
menengah dan 5,7 persen luas lahan stratum bawah merupakan lahan dimana
15
Perempuan memiliki hak kepemilikan secara adat, atau yang disebut oleh Mugniesyah sebagai customary right of posession
sebanyak lebih dari jumlah lahan yang dimiliki oleh laki-laki.
perempuan memiliki hak pembagian secara khusus exclusive right of disposal
16
atas kepemilikan lahan. Tabel 21. Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy
Menurut Tingkat Stratifikasi dan Kepemilikannya Tahun 2007 dalam persen dan jumlah total dalam are
Tingkat Stratifikasi Laki-LakiSuami Gono-gini
PerempuanIstri Sawah
Stratum Atas 4,6
1,1 4,6
Stratum Menengah 7,8
2,9 4,0
Stratum Bawah 4,5
0,5 4,3
Total Persen 16,9
4,6 12,9
Total Jumlah 252,7
68,0 192,7
Kebun Stratum Atas
29,3 0,0
13,4 Stratum Menengah
3,2 2,7
6,3 Stratum Bawah
0,8 1,8
0,8 Total Persen
33,3 4,5
20,5 Total Jumlah
498,0 66,6
306,2 Pekarangan
Stratum Atas 1,7
0,6 0,0
Stratum Menengah 0,5
0,0 0,1
Stratum Bawah 0,0
0,1 0,5
Total Persen 2,2
0,7 0,7
Total Jumlah 33,5
11,0 9,8
Kolam Stratum Atas
0,2 3,3
0,1 Stratum Menengah
0,0 0,0
0,0 Stratum Bawah
0,0 0,0
0,0 Total Persen
0,2 3,4
0,1 Total Jumlah
3,4 50,7
1,9 Total
Stratum Atas 35,8
5,1 18,0
Stratum Menengah 11,5
5,6 10,4
Stratum Bawah 5,4
2,5 5,7
Total Persen 52,7
13,1 34,2
Total Jumlah 787,5
196,2 510,5
Sumber: Hasil Penelitian Peneliti Tahun 2007 Keterangan: n= 70 Stratum A=18, Stratum B=20, Stratum C=32
Disamping itu juga memiliki hak kepemilikan secara sah customary legal right
17
sama dengan laki-laki lebih dari 5,1 persen luas lahan stratum atas
16
Perempuan mempunyai hak pembagian secara khusus sebanyak lebih dari jumlah persentase yang dimiliki oleh perempuan
yang dimiliki oleh rumahtangga kasus, 5,6 persen luas lahan stratum menengah dan 2,5 persen luas lahan pada stratum bawah.
Kepemilikan perempuan atas lahan akan mempengaruhi secara langsung terhadap bagaimana mereka memanfaatkan lahan tersebut. Dilihat kembali dari
kampung kasus, tingkat akses perempuan rendah berada pada Kampung Cisalimar dan memiliki luas persentase kepemilikan lahan tertinggi pada Kampung
Sukagalih, diduga hal ini dikarenakan perempuan pada Kampung Cisalimar mayoritas adalah pendatang yang dibawa oleh suaminya untuk tinggal di
kampung tersebut sehingga kepemilikan lahan yang dimilikinya berada pada kampung asalnya yang notabene harus dijual, digarapkandihibahkan pada
saudaranya agar lahan tersebut tetap dapat termanfaatkan. Menurut penuturan salah satu responden perempuan di wilayah
Sukagalih memang telah terbiasa melakukan kegiatan usahatani sejak usia dini sehingga hal tersebut mempengaruhi kepemilikan lahan oleh perempuan karena
perempuan cenderung akan terus melakukan kegiatan usahatani pada lahannya sendiri.
Pada 100 rumahtangga kasus dapat dipastikan bahwa tingkat akses perempuan atas lahan mempunyai persentase tertinggi pada stratum atas dimana
menurut pernyataan responden, perempuan yang termasuk kedalam stratum atas lebih banyak mewarisi lahan dari suaminya yang telah meninggal dan, membeli
lahan tersebut dari hasil penghasilan beberapa orang yang suaminya bekerja diluar usahatani. Sedangkan perempuan pada stratum menengah dan stratum bawah
cenderung memperolehnya dari membeli dan mewarisnya dari orang tua.
17
Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk memiliki lahan secara individu sebanyak lebih dari persentase lahan gono-gini.
Mengingat sistem pewarisan yang berlaku dan pengakuan kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria, maka tingkat akses dapat
dikatakan tinggi karena keduanya memiliki akses yang sama terhadap lahan orang tua melalui hibah dan pewarisan. Serta keduanya mempunyai hak yang sama
untuk membeli secara individu. Namun jika dilihat dari distribusi lahannya, tingkat akses anggota rumahtangga petani perempuan lebih rendah dibandingkan
tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki. Hal ini diduga masih kuatnya anggapan bahwa laki-laki lah yang menjadi tumpuan hidup keluarganya
sedangkan perempuan hanya ikut suami saja, sehingga perempuan yang masih memiliki lahan, memutuskan untuk menjualnya sedangkan perempuan yang
awalnya tidak mempunyai lahan, mengalami kesulitan untuk memutuskan membeli lahan karena beberapa pertimbangan sehubungan dengan pengelolaan
lahan.
8.2.2. Tingkat Kontrol Anggota Rumahtangga Petani Laki-laki dan