Pola Penguasaan Sumberdaya Agraria

kepemilikan individu lebih banyak dari RTP yang memiliki pola kepemilikan bersama. Tabel 18 Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Menurut Tingkat Stratifikasi, dan Pola Kepemilikan Sumberdaya Agraria Tahun 2007 dalam persen dan total jumlah dalam are Pola Kepemilikan Stratum Atas Stratum Menengah Stratum Bawah Total S 38,75 4,43 2,73 45,91 I 0,00 2,17 1,13 3,30 G 6,44 6,89 3,67 17,00 S-I 4,71 1,71 1,02 7,44 S-G 3,37 3,51 0,20 7,08 I-G 1,15 0,00 0,83 1,98 S-I-G 16,55 0,76 0,00 17,30 Total Persen 70,97 19,48 9,57 100,00 Total Jumlah 1501 412 202 2115 Sumber: Hasil Penelitian Peneliti Tahun 2007 Keterangan: n= 70 Stratum A=18, Stratum B=20, Stratum C=32 Kampung Sukagalih dan Cisalimar memiliki lima pola kepemilikan dimana RTP dengan pola kepemilikan individu masih lebih banyak di RTP dengan pola kepemilkan bersama, pun demikian halnya pada Kampung Pasir Masigit dimana pada kampung tersebut hanya ditemukan empat pola kepemilikan, yakni kepemilikan individukombinasi satu bentuk kepemilikan dan dua bentuk kepemilikan dan tidak ada rumahtangga yang memiliki komposisi tiga bentuk kepemilikan.

8.1.2. Pola Penguasaan Sumberdaya Agraria

Selain lahan milik yang diperoleh dari waris, hibah dan membeli, petani juga memiliki akses terhadap sumberdaya agraria berupa lahan sawah dan kebun dengan cara menggarap, menyewa, gadai dan melakukan sistem bagi hasil yang selanjutnya termasuk dalam penguasaan lahan. Munculnya pola penguasaan selain lahan milik ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya, banyaknya lahan yang telah dijual dan menjadi milik orang-orang di luar kampung, termasuk orang ‘kota’ yang kemudian mengkondisikan para petani untuk kehilangan hak miliknya dan hanya memperoleh hak garap. Selain itu keberadaan lahan status quo eks-HGU PT. Intan Hepta dan kawasan wilayah TNGHS yang memberikan kesempatan seluasnya bagi para petani untuk memanfaatkan lahan menjadi momentum banyaknya petani yang menjadi petani penggarap. Kebutuhan para petani untuk menggarap lahan membuat mereka melakukan bentuk-bentuk penguasaan yang pada kenyataanya mereka cenderung menguasai banyak lahan dengan pola yang berbeda. Bentuk-bentuk penguasaan tersebut kemudian menjadi pola-pola penguasan sumberdaya agraria. Selanjutnya ditemukan tujuh bentuk penguasaan lahan diluar lahan milik yang yang ada pada tiga kampung kasus, terdiri dari satu bentuk penguasaan lahan yakni garap, sewa dan bagi hasil. Kombinasi dua bentuk penguasaan lahan, yakni garap-bagi hasil dan sewa- bagi hasil dan komposisi dari tiga betuk penguasaan lahan yakni garap- sewa- hibah Pada disajikan bentuk-bentuk pola penguasaan lahan, dimana setiap tingkatan stratum memiliki keberagaman pola penguasaan. Untuk stratum atas, ART laki-laki dan perempuan mengolah lahan dengan cara menggarap, sebanyak 54,73 persen luas lahan sawah, dan 45,27 persen lahan kebun. Pola penguasaan bagi hasil saja paling sedikit dilakukan, sedangkan persentase luas yang digarap pola garap-bagi hasil masih lebih tinggi pada lahan kebun daripada lahan sawah. Tabel 19. Pola Penguasaan Lahan Pada Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy berdasarkan Jenis Lahan Tahun 2007 dalam are dan persen Pola Penguasaan Sawah Kebun Total Stratum Atas Milik 54,64 45,05 99,70 Garap 0,08 0,19 0,27 Garap-Bagi Hasil 0,01 0,02 0,03 Total Persen 54,73 45,27 100,00 Total Jumlah 77.524 64.120 141.644 Stratum Menengah Milik 54,03 44,70 98,74 Garap 0,14 0,41 0,55 Sewa 0,00 0,06 0,06 Garap-Bagi Hasil 0,02 0,00 0,02 Garap-Sewa-Gadai 0,27 0,37 0,64 Total Persen 54,46 45,54 100,00 Total Jumlah 22.174 18.541 40.715 Stratum Bawah Milik 70,93 25,56 96,59 Garap 0,52 1,96 2,47 Sewa 0,02 0,00 0,02 Bagi Hasil 0,04 0,00 0,04 Garap-Bagi Hasil 0,00 0,51 0,51 Sewa- Bagi Hasil 0,07 0,30 0,37 Total Persen 71,57 28,43 100,00 Total Jumlah 14.159 5.624 19.783 Total Milik 56,11 43,08 99,20 Garap 0,13 0,41 0,54 Sewa 0,00 0,01 0,01 Bagi Hasil 0,00 0,00 0,01 Garap-Bagi Hasil 0,01 0,07 0,08 Sewa- Bagi Hasil 0,01 0,03 0,04 Garap-Sewa-Gadai 0,05 0,07 0,13 Total Persen 56,32 43,67 100,00 Total Jumlah 113.857 88.286 202.143 Sumber: Hasil Penelitian Peneliti Tahun 2007 Keterangan: n= 85 Stratum A=20, Stratum B=24, Stratum C=41 Pada stratum menengah, jumlah lahan yang dioleh dengan kombinasi cara garap-sewa-gadai memiliki persentasi luas lebih tinggi dibandingkan luasan yang diolah dengan cara garap, sewa dan garap-bagi hasil. Persentase luasan kebun yang dikelola masih lebih banyak daripada luasan sawah pada keempat pola penguasaan yang ditemui pada stratum menengah.. Pada stratum bawah, persentase luasan sumberdaya agraria yang paling tinggi dikuasai dengan sisitem garap yang diikuti oleh kombinasi garap-bagi hasil, sewa-bagi hasil, bagi hasil, dan sistem sewa yang memiliki persentase terendah. Pasa stratum bawah, tidak ada kebun yang diolah dengan sistem sewa dan bagi hasil dan ditemui bahwa tidak ada sawah yang dikuasai dengan sistem kombinasi garap-bagi hasil. Secara keseluruhan, pola penguasaan yang dimiliki oleh RTP dengan persentase tertinggi adalah satu bentuk pola penguasaan dengan sistem garap, sedangkan persentase terendah dilakukan dengan cara bagi-hasil. Banyaknya RTP yang berpola garap dalam penguasaan sumberdaya agraria dipengaruhi oleh aksesibilitas pengelolaan lahan TNGHS dan eks HGU PT. Intan Hepta yang tidak terbatas. Dengan demikian penduduk yang memiliki modal untuk membuka lahan, dapat menggarap lahan tanpa harus menyewa, bagi hasil ataupun kombinasi daripadanya. Jika dilihat sebarannya, maka penguasaan-non milik lebih luas lahan kebun dibandingkan sawah, hal ini dikarenakan lahan yang dibuka adalah lahan kering. Penguasaan atas lahan pada stratum bawah lebih luas dibandingkan dengan stratum atas, hal ini diduga berhubungan erat karena RTP pada stratum bawah akan cenderung lebih memilih untuk membuka lahan dan menggarapnya daripada membeli lahan, meskipun hal tersebut cenderung kurang aman. Pada Kampung Sukagalih terdapat tiga pola penguasaan lahan, dimana para petani di Sukagalih menguasai lahan, selain dari hak milik, juga menggarap dengan cara bagi hasil dan kombinasi antara menggarap dan bagi hasil. Pada Kampung Cisalimar ditemukan empat pola penguasaan lahan selain hak milik yang dilakukan dengan cara menggarap, kombinasi antara menggarap dan bagi hasil, sewa dan bagi hasil dan kombinasi tiga bentuk penguasaan dengan cara menggarap-menyewa dan menggadai. Pada Kampung Cisalimar hanya ditemui tiga pola penguasaan sumberdaya agraria selain hak milik. Selanjutnya, diketahui bahwa jumlah petani yang menguasai lahan dengan cara menggarap lebih banyak dibandingkan pola penguasan lainnya yakni secara keseluruhan sebesar 84,9 persen rumahtangga yang menggarap dari total rumahtangga yang menguasai lahan. Kondisi ini berkenaan dengan lokasi tiga kampung kasus yang masih beririsan dengan TNGHS dan lokasinya sangat dekat dengan lahan status quo eks HGU PT. Intan Hepta. Hal tersebut berarti bahwa masyarakat di tiga kampung kasus memiliki akses terhadap lahan milik TNGHS dan lahan eks HGU PT. Intan Hepta. TNGHS dalam hal ini telah memberikan kesempatan kepada para petani untuk membuka lahan dan memanfaatkan lahan pada batas koridor hutan. Praktek ini secara langsung diawasi oleh masyarakat yang tergabung dalam jaringan masyarakat hutan koridor JAMASKOR, sehingga tidak ada masyarakat yang akan membuka lahan melewati zona batasan koridor lahan hutan dengan lahan masyarakat. Sedangkan lahan eks HGU dapat diakses masyarakat, baik secara legal maupun ilegal, karena lahan tersebut dalam keadaan status-quo, namun kondisi ini justru memberikan kecemasan tersendiri atas kondisi lahan, karena petani mulai menanam pada lereng-lereng bukit yang seharusnya menjadi penyangga dan tidak boleh ditanami.

8.2. Pemilikan Sumberdaya Agraria

Dokumen yang terkait

Konflik Agraria (Studi Etnografi Di Desa Aek Buaton, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara)

1 109 111

Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat).

1 9 147

Dimensi Gender dalam Agroforestry Kajian pada Komunitas Petani di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

0 18 7

Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

1 17 86

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200