Jenis Pekerjaan Karakteristik Individu

tingi yang hanya dimiliki oleh stratum bawah pada Kampung Sukagalih, namun demikian tidak ada anggota rumahtangga yang bersekolah pada tingkat perguruan tinggi di Kampung Cisalimar. Lain halnya dengan Kampung Pasir Masigit dimana akses terhadap pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh anggota rumahtangga pada tiap tingkatan stratum. Hanya stratum atas A dan tunakisma D yang akses pada pendidikan tingkat SMU dan stratum tunakisma D yang mempunyai akses pada tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan proporsi yang sama yakni sejumlah 1,57 persen pada tiga tingkat stratum tersebut. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lokasi sekolah yang cenderung lebih dekat dengan Pasir Masigit dibandingkan dengan dua kampung lainnya. Kampung Pasir masigit yang lebih dekat dengan jalan utama memudahkan anggota rumahtangga untuk mengakses kendaraan seperti ojek dan mobil bak terbuka untuk Mobil sampai pada sekolahnya.

5.1.4. Jenis Pekerjaan

Pada tabel 13 disajikan mengenai kondisi anggota rumahtangga dan janis pekerjaan yang digelutinya. Jika dilihat dari tabel 13, paling banyak penduduk pada tiga kampung berstatus tidak bekerja. Namun jumlah tersebut merupakan jumlah anggota rumahtangga yang berada pada usia non-produktif muda dan Lansia. Selebihnya hampir seluruh anggota rumahtangga berusia produktif dapat dipastikan memiliki pekerjaan baik pekerjaan utama maupun sampingan. Secara umum jumlah anggota rumahtangga laki-laki yang mengatakan memiliki pekerjaan utama lebih banyak dari anggota rumahtangga perempuan. Namun jika dibandingkan menurut kampungnya, jumlah anggota rumahtangga perempuan pada Kampung Pasir Masigit yang memiliki pekerjaan utama lebih banyak 2,36 persen dari anggota rumahtangga laki-laki. Di Kampung Sukagalih dan Cisalimar diketahui bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang memiliki pekerjaan utama cukup tinggi yakni 6,149 persen pada Kampung Sukagalih dan 9,09 persen pada Cisalimar. Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan kondisi masing-masing kampung. Pada Pasir Masigit, potensi SDA dan kondisi pemilikan lahannya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan dua kampung lainnya sehingga mendorong laki-laki sebagai kepala rumahtangga untuk mencari pekerjaan lainnya diluar kampungdesa yang lebih menjamin untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kondisi ini menyebabkan perempuanistri harus memiliki pekerjaan utama untuk mendukung penghidupan keluarganya selama suaminya bekerja di luar kampung. Tabel 11. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Jenis Pekerjaan dalam persen Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Total Stratum Atas Tidak Bekerja 21,52 29,11 50,63 Petani Pemilik 10,13 5,06 15,19 Petani Penggarap 3,80 8,86 12,66 Buruh Tani 1,27 3,80 5,06 Pedagang 1,27 1,27 Warung 2,53 2,53 Petani Pemilik dan penggarap 10,13 0 10,13 Lainnya 2,53 0 2,53 Total Persen 49,37 50,63 100,00 Total Jumlah 39 40 79 Stratum Menengah Tidak Bekerja 25,45 27,27 52,73 Petani Pemilik 1,82 1,82 3,64 Petani Penggarap 10,00 10,91 20,91 Buruh Tani 5,45 3,64 9,09 Warung 0 0,91 0,91 Petani Pemilik dan penggarap 6,36 3,64 10,00 Kombinasi 0,91 0,91 1,82 Lainnya 0,91 0,91 Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Total Total Persen 50,91 49,09 100,00 Total Jumlah 56 54 110 Stratum Bawah Tidak Bekerja 21,47 33,74 55,21 Petani Pemilik 4,91 3,07 7,98 Petani Penggarap 9,82 7,98 17,79 Buruh Tani 3,07 6,13 9,20 Pedagang 0,61 0,61 1,23 Petani Pemilik dan penggarap 5,52 1,23 6,75 Kombinasi 0,61 0,61 Lainnya 1,23 1,23 Total Persen 47,24 52,76 100,00 Total Jumlah 77 86 163 Tunakisma Tidak Bekerja 26,19 26,19 52,38 Buruh Tani 23,81 16,66 40,47 Kombinasi 0 4,76 4,76 Lainnya 0 2,38 2,38 Total Persen 50,00 50,00 100,00 Total Jumlah 21 21 42 Total Tidak Bekerja 23,10 30,20 53,30 Petani Pemilik 4,82 2,79 7,61 Petani Penggarap 8,38 8,63 17,01 Buruh Tani 4,57 5,58 10,15 Pedagang 0,25 0,51 0,76 Warung 0,76 0,76 Petani Pemilik dan penggarap 6,09 1,52 7,61 Kombinasi 0,51 0,76 1,27 Lainnya 1,27 0,25 1,52 Total Persen 48,98 51,02 100,00 Total Jumlah 193 201 394 Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei Tahun 2007 Jika dilihat pada Tabel 11, penduduk Desa Cipeuteuy menurut pekerjaan utamanya dapat diklasifikasikan dalam tujuh bentuk pekerjaan, yakni petan ipemilik, penggarap dan petani pemilik penggarap. Selanjutnya adalah pedagang, warung dan pekerjaan lainnya, yakni sebagai supir, tukang ojeg, penambang, karyawan, sedangkan untuk kombinasi berarti ART tersebut melakukan lebih dari dua jenis pekerjaan secara bersamaan. Adapun untuk jenis pekerjaan utama petani diklasifikasikan kembali menjadi petani pemilik, penggarap dan gabungan antara petani pemilik dan penggarap untuk melihat bentuk pengelolaan terhadap sumberdaya agraria. Pada Tabel 11 terlihat bahwa sebanyak 53,30 persen penduduk yang tidak bekerja, tidak keseluruhannya ART yang tidak ada dalam usia produktif. Jika dibandingkan dengan Tabel 9 maka diketahui bahwa sebanyak 9,89 persen penduduk usia produktif di tiga kampung kasus tidak bekerja dengan komposisi masing-masing sebanyak 2,54 persen ART laki-laki dan 7,35persen ART perempuan. Menurut stratumnya, pada Tabel 11 diketahui bahwa kusus untuk jenis pekerjaan utama sebagai petani pemilik, petani penggarap dan peteni pemilik- penggarap dapat dipastikan hanya dilakukan oleh penduduk pada stratum atas, menengah dan bawah.. Pada jenis pekerjaan pemilik warung hanya dilakukan oleh penduduk pada stratum atas dan menengah, yang berarti bahwa hanya penduduk dengan tingkat stratifikasi tinggi saja yang dapat mengelola warung, sedangkan jenis pekerjaan kombinasi yakni lebih dari satu jenis pekerjaan dilakukan oleh 0,51 persen penduduk stratum menengah, 0,25 persen pada stratum bawah dan persentase yang paling tinggi sebesar1,02 pada stratum Dtunakisma. Dengan demikian penduduk pada stratum atas sudah merasa cukup dengan menggeluti hanya satu jenis pekerjaan saja sedangkan sebesar 1,25 persen penduduk pada tingkatan stratum bawah merasa harus memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan utama untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sebanyak 25,83 persen laki-laki dan 20,82 persen perempuan pada tiga kampung kasus mengaku mempunyai pekerjaan utama. Dari jumlah persentasenya, diketahui bahwa ART laki-laki yang mengaku mempunyai pekerjaan utama lebih banyak dari ART perempuan. Demikian halnya jika dilihat dari tingkat stratifikasi dimana secara berturut turut pada stratum atas, menengah dan bawah, persentase laki-laki sebanyak 27,85 persen, 25,46 persen dan 25,77 persen lebih tinggi dari perempuan secara berturut-turut 21,52 persen, 21,82 persen, dan 19,02 persen. Sedangkan pada stratum tunakisma keduanya memiliki persentase yang sama, yakni sebesar 23,81 persen. Selanjutnya diketahui bahwa secara keseluruhan jumlah petani penggarap mempunyai persentase tertinggi sebesar 17,01 persen yang diikuti oleh buruh tani sebesar 10,15 persen dan petani pemilik penggarap sebesar 7,61 persen. Menurut tingkat stratifikasinya dapat dipastikan bahwa pada stratum atas mayoritas ART memiliki pekerjaan utama sebagai petani pemilik, diikuti oleh petani penggarap dan petani pemilik-penggarap dimana persentase laki-laki lebih tinggi pada petani pemilik sebanyak 10,13 persen laki-laki dan 5,06 persen perempuan dibanding petani penggarap sebanyak 3,80 persen petani penggarap laki-laki dan 8,86 persen petani penggarap perempuan, sedangkan tidak ada perempuan yang menjadi petani pemilik-penggarap. Pada stratum menengah, persentase petani penggarap lebih tinggi dengan komposisi 10 persen petani penggarap laki-laki dan 10,91 persen penggarap perempua, disusul oleh 5,45 persen buruh tani laki-laki dan 3,64 persen buruh perempuan. Pada stratum bawah, sama halnya dengan stratum menengah, petani penggarap masih menjadi pekerjaan utama yang memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Selanjutnya pada stratum tunakisma dapat dipastikan bahwa persentase pekerjaan utama tertinggi adalah pada pekerjaan utama sebagai buruh tani dengan komposisi 23,81 persen laki-laki dan 16,6 persen perempuan. Secara umum anggota rumahtangga Desa Cipeuteuy yang kondisinya tercermin pada tiga kampung kasus paling banyak memilih sektor pertanian sebagai lahan mencari nafkah dengan menjadi petani pemilik, petani penggarap dan buruh tani. Pada Kampung Sukagalih, jumlah petani penggarap lebih tinggi dan diikuti oleh buruh tani, petani pemilik penggarap dan petani pemilik. Berhubungan dengan kondisi penguasaan lahannya, dimana sebagian besar luasan lahan Kampung Sukagalih termasuk dalam kawasan TNGHS dan lahan status quo eks HGU PT.Intan Hepta, sehingga petani hanya dapat memaksimalkan tenaga sebagai petani penggarap yang hanya dapat menguasai lahan tanpa bukti kepemilikan, dan buruh tani yang membantu menggarap tanah penguasaan orang lain. Adapun anggota rumahtangga yang bekerja sebagai petani penggarap sebanyak 19,47 persen dengan komposisi jumlah anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan sebesar 9,73 persen untuk kedua-duanya. Selanjutnya jumlah anggota rumah tangga perempuan yang menjadi buruh tani lebih banyak daripada laki-laki yakni sebesar 8,85 persen anggota rumahtangga perempuan dan 7,08 persen anggota rumahtangga laki-laki, diikuti oleh jumlah anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan yang menjadi petani pemilik dan petani penggarap yang masing-masing memiliki persentase sebesar 5,31 persen, 1,77 persen petani pemilik dan 7,08 persen, 2,65 persen petani penggarap. Pekerjaan utama sebagai petani penggarap juga memiliki jumlah persentase yang tinggi sebanyak 18,83 persen diikuti oleh petani pemilik penggarap sebanyak 9,74 persen, 7,14 persen petani pemilik dan 3,25 persen buruh tani. Jumlah petani penggarap yang lebih dominan diduga karena banyaknya lahan milik di wilayah Cisalimar yang telah dijual kepada pihak lain dari perkotaan. Kondisi tersebut kemudian mendorong para petani untuk menggarap lahan yang telah dijual kepada orangpihak lain dari perkotaan. Kondisi tersebut kemudian mendorong para petani untuk menggarap lahan yang telah dijual tersebut dengan sistem sewa, gadai dan bagi hasil. Selain itu para petani juga mulai membuka lahan koridor TNGHS untuk usahatani. Buruh tani menjadi pekerjaan yang dominan di Kampung Pasir Masigit sebanyak 13,39 persen dibandingkan dengan persentase petani pemilik, penggarap dan pemilik penggarap berturut-turut memiliki persentase sebanyak 9,45 persen, 11,81 persen dan 3,15 persen. Kondisi tersebut berkaitan dengan kondisi Pasir Masigit yang sebelumnya telah diterangkan memiliki kondisi kepemilikan lahan yang lebih rendah dari kampung lainnya sehingga mendorong penduduk untuk berburuh kepada petani lainnya. Pada ketiga kampung kasus, persentase anggota rumahtangga perempuan pada jenis pekerjaan utama buruh tani lebih banyak daripada anggota rumahtangga perempuan yang bekerja sebagai buruh tani, sedangkan jumlah anggota rumahtangga laki-laki selalu lebih tinggi pada jenis pekerjaan utama petani pemilik dan petani pemilik-penggarap dan cenderung variatif pada jenis pekerjaan utama sebagai petani pemilik persentase lebih tinggi pada Kampung Cisalimar, persentase perempuan lebih tinggi pada Kampung Pasir Masigit dan sama pada Kampung Sukagalih. Pada pekerjaan utama lainnya, lebih terarah pada membuka warung dan pedagang. Adapun jenis pekerjaan utama warung seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga yakni sebesar 0,88 persen pada Kampung Sukagalih dan 1,30 persen pada Kampung Cisalimar. Hal ini diduga berkaitan dengan peranan reproduktif perempuan yang menurut Mosher 1993 berhubungan dengan tugas- tugas domestik dimana warung sebagai tempat penyedia bahan baku rumahtangga yang berhubungan dengan tugas-tugas domestik. Mereka yang mengaku sebagai pedagang berjumlah 0,65 persen anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan pada Kampung Cisalimar dan 0,79 persen anggota rumahtangga perempuan pada Pasir Masigit. Keseluruhan warung merupakan warung kebutuhan rumahtangga, sembako dan jajanan anak-anak. Pernyataan tersebut dapat menggambarkan kondisi perempuan di tiga kampung kasus, dimana perempuan memiliki jenis pekerjaan utama dengan kondisi pekerjaan yang lebih rendah dari laki-laki, sehinggga posisi perempuan muncul sebagai individu ke-dua yang berkontribusi terhadap penghasilan keluarga karena mereka cenderung berpenghasilan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Data jenis pekerjaan utama yang tersaji tersebut dapat memberikan gambaran bahwa anggota rumahtangga perempuan pada ketiga kampung kasus sudah dapat menyatakan diri mereka memiliki pekerjaan utama yang berarti mereka bekerja untuk berkontribusi dalam penghidupan keluarga selayaknya suami mereka bekerja. Meskipun jumlahnya masih lebih rendah dan penghasilannya masih relatif lebih rendah, namun hal tersebut diduga dipengaruhi oleh masih kuatnya pemikiran penduduk. Mengenai pembagian kerja gender dimana laki-laki merupakan nafkah yang menurut Mosher 1993 menjalankan peranan produktif dan perempuan merupakan pengurus rumahtangga yang menjalankan peranan reproduktif. Penduduk pada tiga kampung kasus yang tidak memiliki pekerjaan sampingan adalah sebesar 118 anggota rumahtangga atau 29.95 persen yang tidak mempunyai pekerjaan utama sampingan sebesar 210 anggota rumahtangga atau 53.30 persen jumlah anggota rumahtangga pada tiga kampung kasus. Persentas etersebut belum termasuk jumlah usia produktif yang tidak bekerja.. Jika dilihat dari persentasenya pada stratum tunakisma, jumlah persentase penduduk ART yang memiliki pekerjaan sampingan paling tinggi diantara lainnya yakni sebesar 42,86 persen, sedangkan stratum atas hanya 30,38 persen. Hal ini berarti bahwa ART laki-laki dan perempuan pada stratum tunakisma memiliki peluang lebih sedikit untuk mempunyai pekerjaan sampingan, diduga karena waktu yang dimiliki telah dialokasikan kepada pekerjaan utama. Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan dengan prioritas ke-2 dimana dapat dibedakan dari alokasi waktu untuk mengerjakan pekerjaan sampingan yang relatif membutuhkan waktu lebih sedikit dari pekerjaan utama. Adapun jenis pekerjaan sampingan yang dipilih anggota rumahtangga tiga kampung kasus adalah sebagai petani pemilik, penggarap, buruh tani, pedagang, dagang warung, dan kombinasi serta pekerjaan lain seperti sopir, peternak ikan, dan kuli bangunan. Untuk ART pada stratum atas, masih dapat melakukan pekerjaan sampingan, dikarenakan mereka telah memiliki pekerjaan yang mencukupi. Baik pada stratum atas,menengah, bawah dan tunakisma, semuanya memilih buruh tani sebagai pekerjaan sampingan yang jika dilihat pada Tabel 12 memiliki persentase tertinggi yakni 3,80 persen laki-laki dan 5,06 persen perempuan pada stratum atas, 6,36 persen laki-laki dan 2,73 persen perempuan pada stratum menengah. Kemudian pada stratum bawah sejumlah 9,28 persen laki-laki dan 7,36 persen perempuan serta 2,38 persen laki-lai pada startum tunakisma memilih buruh tani sebagai pekerjaan sampingan. Tabel 12. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Jenis Pekerjaan Sampingan dalam persen Pekerjaan Sampingan Laki-laki Perempuan Total Stratum Atas Tidak mempunyai pekerjaan sampingan 37,97 43,04 81,01 Petani pemilik 1,27 1,27 Petani Penggarap 2,53 1,27 3,80 Buruh Tani 3,80 5,06 8,86 Pedagang 1,27 0 1,27 Lainnya 3,80 0 3,80 Total Persen 49,37 50,63 100,00 Total Jumlah 39 40 79 Stratum Menengah Tidak mempunyai pekerjaan sampingan 40,00 46,36 86,36 Petani Penggarap 2,73 2,73 Buruh Tani 6,36 2,73 9,09 Dagang 0,91 0,91 Lainnya 0,91 0,91 Total Persen 50,91 49,09 100,00 Total Jumlah 56 54 110 Stratum Bawah Tidak mempunyai pekerjaan sampingan 35,58 43,56 79,14 Petani pemilik 0,61 0,61 Petani Penggarap 0,61 0,61 Buruh Tani 9,82 7,36 17,18 Pedagang 0,61 0,61 Dagang 0 0,61 0,61 Warung 0 0,61 0,61 Lainnya 0,61 0,61 Total Persen 47,24 52,76 100,00 Total Jumlah 77 86 163 Pekerjaan Sampingan Laki-laki Perempuan Total Tunakisma Tidak mempunyai pekerjaan sampingan 47,62 47,62 95,24 Buruh Tani 2,38 2,38 Dagang 2,38 2,38 Total Persen 50,00 50,00 100,00 Total Jumlah 21 21 42 Total Tidak mempunyai pekerjaan sampingan 38,58 44,67 83,25 Petani pemilik 0,51 0,51 Petani Penggarap 1,52 0,25 1,78 Buruh Tani 6,85 4,82 11,68 Pedagang 0,51 0,51 Dagang 0,25 0,51 0,76 Warung 0,25 0,25 Lainnya 1,27 1,27 Total Persen 48,98 51,02 100,00 Total Jumlah 193 201 394 Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei Tahun 2007 Di Kampung Sukagalih terdapat 37,29 persen laki-laki yang mempunyai pekerjaan sampingan dari 59 orang laki-laki dan 16,67 persen perempuan yang punya pekerjaan sampingan dari 54 orang perempuan. Adapun 16,67 persen atau 13 orang anggota rumahtangga dari 78 orang anggota rumahtangga laki-laki Kampung Cisalimar yang punya pekerjaan sampingan dan hanya 10 orang 13,16 persen dari selanjutnya 10,71 persen dari 56 anggota rumahtangga laki-laki di Pasir Masigit dan 8,45 persen dari 71 anggota rumahtangga perempuan Pasir Masigit memutuskan untuk mempunyai pekerjaan sampingan. Jika dilihat kembali dari jenis kelaminnya, berbeda dengan pekerjaan utama, pekerjaan sampingan sebagai buruh tani persentase jumlah terbanyak dimiliki oleh anggota rumahtangga laki-laki pada ketiga kampung kasus. yang menarik jika dilihat pada jenis pekerjaan sampingan sebagai petani pemilik pada Kampung Cisalimar dimana seluruhnya merupakan anggota rumahtangga perempuan, dengan demikian masih ada anggapan bahwa pekerjaan wanita sebagai petani pemilik dan penggarap masih dianggap sebagai pekerjaan sampingan selain pekerjaan rumahtanggadomestik. Dianalisis dengan tingkat stratifikasinya, maka pada. Tabel 12 telah diperoleh hasil bahwa pada Kampung Sukagalih dan Cisalimar persentase jumlah anggota rumahtangga yang tertinggi yang mempunyai pekerjaan sampingan berada pada stratum bawah dimana pada Kampung Cisalimar sebanyak 9,09 persen diikuti stratum atas 5,84 persen kemudian pada Kampung Sukagalih sebanyak 13,27 persen diikuti dengan stratum menegah, atas dan tunakisma masing-masing berturut-turut sebanyak 7,96 persen 5,31 persen dan 0,88 persen dari total anggota rumahtangga kampung. Pada Kampung Pasir Masigit persentase jumlah anggota rumahtangga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebanyak 4,72 persen pada stratum menengah 3,94 persen pada stratum bawah 0,79 persen pada stratum tunakisma.

5.1.5. Status Bekerja

Dokumen yang terkait

Konflik Agraria (Studi Etnografi Di Desa Aek Buaton, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara)

1 109 111

Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat).

1 9 147

Dimensi Gender dalam Agroforestry Kajian pada Komunitas Petani di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

0 18 7

Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

1 17 86

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200