BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Rumahtangga Pertanian
Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan
mengkonsumsi makanan yang berasal dari satu dapur, dimana kebutuhan sehari- hari anggotanya dikelola menjadi satu BPS, 1996. Adapun yang dimaksud
dengan rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun,
menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar,
mengusahakan ternak atau unggas ataupun berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual untuk memperoleh pendapatan
ataupun keuntungan atas resiko sendiri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumahtangga usahatani adalah rumahtangga yang salah satu atau lebih anggotanya
mengolah lahan pertanian, baik lahan basah sawah maupun lahan kering, membudidayakan tanaman pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan
pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri.
2.1.2. Konsep Gender
Gender, secara etomologis diartikan sebagai menjadi laki-laki dan perempuan seta terkait denga isu-isu mengenai perbedaan, relasi dan peranan
gender. Gender pertama kali dinyatakan sebagai suatu karakteristik sosial pada
tahun 1792 oleh Mary Wollstonecraft. Ivy dan Barklund 1995 dalam Mugniesyah 2005 mengemukaan bahwa gender merupakan sesuatu yang
dikonstruksikan, karena gender bukanlah suatu fakta alamiah tetapi secara historis dapat merubah suatu hubungan sosial. Selanjutnya, para ahli peminat studi gender,
diantaranya: Donnel 1988; Eviota 1993; Kabeer 1990; Sudrajat 1994; Fakih 1994; ILO 2000; Wood 2001 mengemukakan definisi gender yang dapat
disimpulkan bahwa gender tidak sama dengan jenis kelamin dan gender bukan berarti perempuan. Gender merupakan suatu bentukkan konstruksi sosial
mengenai perbedaan peran, fungsi serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan
berperilaku feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Perbedaan gender dapat menimbulkan adanya permasalahan seputar
ketidakadilan gender yang mencakup stereotipi, beban kerja, subordinasi, marjinalisasi dan kekerasan. Menyusul pernyataan dari Fakih tersebut,
Mugniesyah mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin telah mempengaruhi manusia untuk memberi persepsi identitas peranan gender atau mengakibatkan
perbedaan peranan gender Mugniesyah, 2006, 8. Perbedaan biologis seringkali menjadi landasan masyarakat untuk mengkotakkan peran perempuan dan laki-
laki. Seorang perempuan yang berperan sebagai ibu dengan kemampuan reproduktif untuk melahirkan dan menyusui membawa masyarakat untuk
menempatkan perempuan kedalam peran-peran pengasuhan yang berkorelasi dengan ‘ibu’. Demikianlah sehingga perempuan mengalami proses domestikasi
atas statusnya sebagai ‘ibu’. Demikian halnya dengan laki-laki yang di’label’i sebagai pencari nafkah dan pekerja, sehingga ia memiliki kekuasaan yang tinggi
atas sumberdaya ekonomi keluarga dan dalam proses pengambilan keputusan sementara perempuan tersubordinasi oleh peranan laki-laki yang dominan.
2.1.3. Jenis Peran dan Relasi Gender