dewasa, maka ia akan membukukan hartanya atas nama anak laki-lakinya dan bukan anak perempuan pertamanya, pertimbangannya adalah, bahwa penopang
keluarga adalah laki-laki dan selama ini laki-laki cenderung mempunyai sifat kritis, sehingga ketika namanya tercantum ia akan memperjuangkan harta
tersebut, berbeda dengan sifat anak perempuan yang cenderung pasrah menerima keadaan. Dari anggapan tersebut, tidak sedikit perempuan yang memiliki lahan
namun tidak tercatat dalam Letter C dikarenakan lahan tersebut tercatat atas nama saudara laki-laki atau orang tuanya.
Dalam pencatatn Letter C terdapat pihak-pihak yang cenderung memilih menggunakan nama anak laki-lakinya dengan pertimbangan bahwa laki-laki
dianggap lebih dapat bertanggung jawab untuk menjaga harta benda yang dimilki, sedangkan hanya beberapa pihak yang cenderung tidak mempermasalahkan nama
anak perempuan atau laki-laki yang digunakan karena mereka berpandangan bahwa baik laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab dan hak yang sama
dalam kepemilikan lahan. Adapun nama perempuan yang tercatat dalam Letter C menandakan
bahwa perempuan tersebut memperoleh lahan dari hasil membeli dan jika mewarisi dan mendapat hibah, artinya ia telah mengganti nama pemilik
sebelumnya dengan menerbitkan surat warishibah sehinga kepemilikannya atas sumberdaya agraria menjadi sah.
6.2.3. Bukti SPPT Iuran Desa Menurut Individu Pemiliknya
Seperti yang telah diuraikan di atas, SPPT mulai diberlakukan pada tahun 1992 sebagai pengganti girik dan blangko. Adapun jumlah SPPT yang tercatat di
desa berjumlah 1.212 lembar SPPT dengan kepemilikan sebanyak 308 orang.
Setelah dianalisis, dari 308 pemegang SPPT, diperoleh jumlah laki-laki sebanyak 225 orang dan jumlah perempuan sebanyak 83 orang pemegang SPPT.
Adapun masing-masing orang berpeluang memiliki satu hingga sepuluh lembar SPPT. Ditemukan beberapa diantaranya menggunakan nama yang berbeda
pada tiap SPPT, hal ini diduga memberikan peluang untuk memiliki lembar- lembar SPPT selanjutnya, sehingga jika menggunakan nama yang berbeda
asumsinya pemiliknya adalah orang yang berbeda. Tercatat pada tahun 2007, total pembayaran pokok sebanyak Rp 8.020.561,-.
Untuk SPPT, biasanya digunakan juga nama anak laki-laki sebagai anak pertama, sama halnya dengan pencatatan SPPT, jika anak pertama adalah
perempuan, maka tergantung kepada kebijakan keluarga masing-masing.
BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY
Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang
berasal dari beberapa daerah, seperti Bogor, Sukabumi, Garut dan sebagainya. Mereka datang sebagai buruh pekerja pada perkebunan teh Pandan Arum dan
tinggal pada bedeng-bedeng yang disediakan. Desa Cipeuteuy mengalami dinamika penguasaan sumberdaya agraria
yang secara periodisasi dapat dibagi menjadi lima periode, yakni masa Perkebunan Pandan Arum pada jaman Belanda, masa penjajahan Jepang, masa
kemerdekaan, perkebunan Intan Hepta dan masa masuknya program-program kemasyarakatan. Adapun dinamika tersebut akhirnya akan menciptakan hubungan
sosio-agraria antara subjek-subjek agraria yang berkepentingan pada sumberdaya agraria. Hubungan ini selanjutnya akan membentuk struktur agraria pada Desa
Cipeuteuy dengan pihak-pihak yang selama ini berkepentingan atas sumberdaya agraria.
Menurut penuturan salah satu warga Kampung Cisalimar yang paling tua Pada masa Belanda, semua orang yang ada di Desa Cipeuteuy merupakan pekerja
perkebunan sebagai buruh perkebunan, kuli kontrak dan pendatang yang memiliki tujuan tertentu, termasuk untuk meningkatkan taraf hidupnya, sehingga kebutuhan
hidup dan masa depannya sepenuhnya digantungkan kepada perkebunan. Praktis, mereka hanya menjadi organ dan pelengkap dari suatu sistem besar industri
perkebunan.