2.2 Perkembangan Padi Hibrida di Indonesia
Cina merupakan negara pelopor penelitian tentang padi hibrida. Yuan 1977 dalam Virmani et al. 2004 mengatakan bahwa penelitian padi hibrida di
China dimulai pada tahun 1964 dan CMS pertama dikembangkan pada tahun 1972 dari suatu tanaman mandul jantan yang ditemukan dalam suatu populasi padi liar
pada tahun 1970. Kemajuan penelitian padi hibrida di China memberikan pengaruh yang positif untuk mendorong penelitian berkaitan padi hibrida di
negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Penelitian tentang padi hibrida di Indonesia di mulai pada tahun 1983.
ZS97 A, V20 A, V41 A, Er Jiu Nan 1A, dan Wu 10A merupakan kelompok galur Cytoplasmic Male Sterile
CMS yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Kelompok CMS tersebut berasal dari China dan dibawa ke Indonesia melalui
IRRI pada tahun 1980. Walaupun mempunyai kemandulan polen serbuk sari yang stabil, akan tetapi CMS tersebut tidak cocok dikembangkan di Indonesia.
Alasannya adalah karena CMS yang berasal dari China tersebut mempunyai karakter rentan terhadap hama dan penyakit tropis utama Indonesia Suprihatno et
al ., 1994 dan Suprihatno et al., 1998.
Galur mandul jantan merupakan salah satu bahan penting dalam memproduksi varietas hibrida. Penelitian untuk mendapatkan galur CMS yang
baik merupakan usaha yang sangat sulit. Peneliti padi Indonesia terus berusaha memperoleh galur CMS prospektif yang diturunkan dari CMS introduksi
penelitian negara lain, IRRI, atau hasil penelitian dalam negeri. Galur Mandul Jantan GMJ yang prospektif mempunyai tiga ciri utama yaitu mempunyai
kemandulan yang stabil dan seragam, tahan terhadap hama dan penyakit utama, dan mempunyai sifat agronomis yang baik.
Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan padi hibrida secara intensif. Ada dua hal mendorong pemerintah
untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Pertama, tren produksi padi Indonesia mengalami stagnasi stabil atau cenderung tidak mengalami peningkatan. Kedua,
kesuksesan dalam pengembangan padi hibrida dan penggunaannya secara komersial pada negara di luar China seperti India, Vietnam, dan Filipina Suwarno
et al , 2003. Tim Penyusun 2007 menambahkan bahwa mulai tahun 1998
penelitian berkaitan padi hibrida dintensifkan dengan cara menguji bahan pemuliaan introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi
hibrida sendiri. Hasilnya, pada tahun 2002 ada 9 varietas padi hibrida yang dilepas di Indonesia. Dua di antaranya yaitu Rokan dan Maro merupakan hasil penelitian
institusi pemerintah yaitu Balai Besar Padi BB Padi. Saat ini, Indonesia sudah melepas 31 varietas padi hibrida untuk
dibudidayakan di Indonesia. Di antaranya, ada 6 varietas yang merupakan hasil penelitian BB Padi dan sisanya merupakan hasil penelitian swasta. Tercatat 11
perusahaan swasta di Indonesia yang menjadi perusahaan pemilik varietas hasil penelitian swasta. Perusahaan tersebut yaitu P.T. Bisi, P.T. Kondo, P.T. Bangun
Pusaka, P.T. Bayer Crop Science, P.T. Karya Niaga Beras Mandiri, P.T. Makmur Sejahtera Nusa Tenggara, P.T. Triusaha Saritani, P.T. Dupont, P.T. Primasid
Andalan Utama, P.T. Sumber Alam Sutera, dan S.L. Agritech Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2007.
Tidak satu pun dari ke-31 varietas tersebut yang mempunyai sifat tahan terhadap semua hama dan penyakit utama Indonesia. Adapun hama dan penyakit
utama yang mendapat perhatian utama berkaitan dengan padi hibrida adalah Wereng Batang Coklat WBC, Hawar Daun Bakteri HDB, dan virus tungro.
Pada satu sisi, suatu varietas mempunyai sifat tahan terhadap suatu hama penyakit tertentu tetapi pada sisi lain varietas tersebut rentan terhadap jenis hama penyakit
yang lain. Oleh karena itu, dalam pengembangan padi hibrida pada suatu wilayah, pihak terkait harus memilih varietas-varietas yang tahan terhadap hama dan
penyakit utama yang berkembang pada wilayah tersebut. Tim Penyusun 2007 memaparkan bahwa sasaran utama dari program
penelitian padi hibrida adalah merakit varietas padi hibrida yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan nilai heterosis daya hasil 20-25
lebih tinggi dibandingkan dengan varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah pembentuk padi hibrida, maka strategi dalam
perakitan varietas padi hibrida secara bertahap adalah sebagai berikut: 1.
Mengevaluasi dan menyeleksi hibrida introduksi untuk menghasilkan varietas padi hibrida introduksi.
2. Mengidentifikasi galur pemulih kesuburan dari program pemuliaan padi
nasional yang sesuai bagi GMJ introduksi. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ
introduksi dan galur pemulih kesuburan hasil pemuliaan di Indonesia. 3.
Membuat GMJ dan galur pemulih kesuburan dengan memanfaatkan berbagai plasma nutfah yang tersedia dalam pemuliaan nasional. Hasil yang diharapkan
adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ
dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan
tumbuh di Indonesia. 4.
Membuat varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB Padi Tipe Baru. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan
potensi hasil 15-20 lebih tinggi dari VUTB Varietas Unggul Tipe Baru atau 20-40 lebih tinggi dari VUB Varietas Unggul Baru terbaik.
5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi
proses pemuliaan padi hibrida.
2.3 Studi tentang Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi