dalam unit usahatani atau karena pupuk tidak tersedia dimana usahatani berlokasi Herdt dan Capule, 1983.
Perlu diketahui bahwa petani sebagaimana semua orang, bertindak sesuai dengan yang ia percayai yang mungkin berbeda dengan kenyataan. Jika mereka
percaya fungsi respon hasil dan biaya dari suatu teknologi baru akan menghasilkan manfaat yang lebih rendah maka mereka tidak akan mengadopsi
teknologi baru terlepas dari kenyataan yang objektif.
3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pertanian
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi diadopsinya suatu inovasi yang diperkenalkan adalah karakteristik dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang tepat
guna akan lebih mudah diterima masyarakat daripada inovasi yang tidak tepat guna. Inovasi yang tepat guna adalah inovasi yang memiliki kesesuaian dengan
keadaan objek dari pengenalan inovasi. Musyafak et al. 2005 menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan inovasi
yang tepat guna. Kriteria tersebut antara lain: 1. Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebanyakan.
2. Inovasi harus memberi keuntungan secara konkrit bagi petani. 3. Inovasi harus mempunyai kompatibilitaskeselarasan.
4. Inovasi harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas keadaan atau prasyarat yang paling tidak memadai di suatu wilayah.
5. Inovasi harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada. 6. Inovasi harus terjangkau oleh kemampuan finansial petani.
7. Inovasi harus sederhana, tidak rumit, dan mudah dicoba. 8. Inovasi harus mudah untuk diamati.
Ada tiga kelompok faktor yang diduga dapat memberikan pengaruh terhadap petani untuk mengadopsi atau menerapkan suatu inovasi dalam
usahataninya. Ketiga faktor tersebut adalah faktor yang berkaitan dengan karakteristik petani dan keluarganya, faktor yang berkaitan dengan usahatani yang
dijalankannya, dan yang terakhir adalah faktor lingkungan yang turut memberikan pengaruh untuk menerapkan suatu inovasi.
Faktor berkaitan dengan karakteristik petani dan keluarganya yang mempengaruhi adopsi inovasi antara lain umur petani Bakhshoodeh dan Shajari,
2006, pendidikan petani Boz dan Akbay, 2005; Lin ,1991; Bakhshoodeh dan Shajari, 2006, pengalaman usahatani Cornejo dan McBride, 2002, dan
ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga Neupane et al., 2002. Biaya usahatani Yuliarmi, 2006, penerimaan usahatani Yuliarmi, 2006, luas lahan usahatani
Boz dan Akbay, 2005; Lin, 1991; Soedarmanto, 1986 adalah beberapa contoh dari faktor berkaitan dengan karakteristik usahatani yang mempengaruhi
penerapan inovasi. Sedangkan faktor lingkungan yang mendorong penggunaan inovasi di antaranya meliputi fasilitas kredit Boz dan Akbay, 2005; Ouma et al.,
2006; Bakhshoodeh dan Shajari, 2006, fasilitas penyuluhan Ouma et al., 2006; Matuschke dan Qaim, 2006; Kaliba et al.,2000, ketersediaan sarana produksi
Herdt dan Capule, 1983, dan adanya kontrak pemasaran Cornejo dan McBride, 2002.
Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi petani untuk mengadopsi suatu inovasi pertanian.
1. Pendidikan. Petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam
melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat Soekartawi,
2005. Lama pendidikan mempunyai hubungan yang tidak langsung terhadap adopsi inovasi kecuali materi yang diajarkan berhubungan secara langsung dengan
inovasi tersebut. Jika kondisinya tidak demikian maka lama pendidikan diduga hanya menciptakan suasana mental yang kondusif untuk menerima suatu praktik
yang baru inovasi. Hubungan antara lama pendidikan dengan adopsi inovasi tidak selalu tinggi jika orientasi tentang inovasi tersebut bisa diperoleh dari luar
sekolah Lionberger, 1968. Pada umumnya, petani mempunyai pendidikan yang rendah. Penduduk
yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung kurang tertarik untuk melaksanakan usahatani dan lebih menyukai bekerja pada sektor nonpertanian.
Perlu diadakan kajian untuk menilai apakah kondisi tersebut dapat menghambat penerapan suatu inovasi pertanian oleh petani.
2. Umur. Makin muda umur petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu
apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih
belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut Soekartawi, 2005.
Akan tetapi, generasi muda cenderung kurang menyukai bekerja di bidang pertanian khususnya usahatani. Pada umumnya mereka lebih bangga bekerja pada
bidang selain pertanian seperti berdagang dan karyawan pabrik daripada bekerja pada bidang pertanian. Saat ini, pelaksana usahatani seperti padi didominasi oleh
petani yang tidak berumur muda lagi. Perlu diadakan kajian untuk mengetahui apakah hal ini dapat menghambat penerapan suatu inovasi teknologi pertanian
seperti benih padi varietas hibrida. 3. Penyuluhan pertanian.
Penyuluhan pertanian memungkinkan petani mendapatkan pengetahuan atau ketrampilan baru berkaitan dengan pertanian. Penyuluhan pertanian dapat
menjadi sarana bagi penyuluh untuk memperkenalkan suatu inovasi pertanian. Dengan demikian, petani yang selalu hadir dalam penyuluhan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mengadopsi suatu inovasi karena mempunyai pengetahuan dan ketrampilan terkait inovasi yang lebih tinggi daripada petani
yang tidak pernah menghadiri penyuluhan pertanian. 4. Luas Lahan Usahatani.
Beberapa kemajuan teknologi baru mensyaratkan operasi dalam skala usaha yang besar dan memerlukan sumberdaya ekonomi yang substansial untuk
menerapakannya. Penggunaan praktek bertani yang modern akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan petani untuk memperluas operasi
usahatani. Dengan demikian, petani akan lebih mampu secara ekonomi untuk menerapakan praktik usahatani yang lebih modern Lionberger, 1968.
Persaingan terus terjadi antara sektor pertanian dengan sektor nonpertanian dalam penggunaan lahan terutama di Pulau Jawa. Pengalihgunaan fungsi lahan
dari sektor pertanian ke sektor lainnya seperti perumahan, pabrik dan sarana publik menyebabkan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Apakah
penyempitan lahan pertanian dapat menghambat adopsi suatu inovasi teknologi pertanian?
5. Status Kepemilikan Lahan Usahatani. Pada umumnya, pemilik lahan usahatani mempunyai kontrol yang lebih
lengkap daripada penyewa lahan. Pemilik lahan dapat langsung membuat suatu keputusan dalam mengadopsi praktik baru, tetapi penyewa lahan sering harus
mendapatkan pesetujuan dari pemilik lahan sebelum mencoba atau menerapkan suatu praktik baru tersebut. Secara khusus, hal ini benar apabila penyewa lahan
masih membutuhkan beberapa dukungan finansial dari pemilik lahan Lionberger, 1968.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selain ada petani penggarap pemilik tanah juga ada petani penggarap bukan pemilik tanah. Atau dengan kata lain tidak
semua lahan yang digunakan untuk usahatani oleh petani adalah milik petani itu sendiri. Perlu diadakan kajian untuk menilai apakah petani bukan pemilik lahan
bisa memberikan respon positif mengadopsi terhadap suatu inovasi pertanian ketika inovasi tersebut diperkenalkan.
6. Pendapatan. Petani yang mempunyai pendapatan lebih tinggi mempunyai kemampuan
lebih besar untuk menanggung biaya usahatani yang biasanya lebih tinggi karena menerapkan suatu inovasi teknologi. Pendapatan usahatani yang berbanding lurus
dengan luas lahan usahatani mempunyai makna bahwa semakin luas lahan usahatani padi maka semakin tinggi pula pendapatan usahatani padi.
Ukuran alternatif dari pendapatan adalah rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total. Ukuran tersebut dapat merangkum dua jenis
pendapatan yaitu pendapatan dari usahatani padi dan pendapatan di luar usahatani. Petani yang mempunyai nilai rendah atas rasio tersebut berarti mempunyai
pendapatan dari luar usahatani yang tinggi sehingga mendukung petani untuk mengadopsi suatu inovasi pertanian.
Sebagian petani padi mempunyai pekerjaan di luar usahatani padi. Sementara bagi sebagian petani yang lain, usahatani padi merupakan satu-satunya
sumber mata pencaharian mereka. Apakah karakteristik petani berkaitan dengan sumber pendapatan ini dapat mempengaruhi adopsi inovasi pada bidang
pertanian?
3.4 Konsep Usahatani