dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan
tumbuh di Indonesia. 4.
Membuat varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB Padi Tipe Baru. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan
potensi hasil 15-20 lebih tinggi dari VUTB Varietas Unggul Tipe Baru atau 20-40 lebih tinggi dari VUB Varietas Unggul Baru terbaik.
5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi
proses pemuliaan padi hibrida.
2.3 Studi tentang Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Studi-studi telah dilaksanakan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adopsi beberapa bentuk inovasi. Berikut diberikan tinjauan singkat
dari beberapa kajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu adopsi suatu inovasi khususnya inovasi pada bidang pertanian. faktor-faktor yang
ditemukan mempunyai pengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi dalam kajian tersebut dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang diduga mempengaruhi adopsi
petani terhadap inovasi benih padi hibrida. Lin 1991 mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi berupa
benih padi hibrida. Penelitiannya mempunyai tujuan utama yaitu mengetahui pengaruh pendidikan terhadap keputusan petani untuk mengadopsi padi hibrida.
Penelitiannya yang menggunakan data sampel sebanyak 500 rumah tangga petani di Provinsi Hunan, China menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
positif antara pendidikan dan adopsi teknologi baru yang berupa padi hibrida.
Pendidikan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerima dan memahami informasi dengan baik.
Selain itu, penelitiannya juga memperlihatkan adanya hubungan antara luas lahan usahatani farm size dengan keputusan untuk mengadopsi benih padi
hibrida F1. Petani dengan ukuran usahatani yang sempit kebanyakan menerapkan usahatani berbasis rumahtangga yang memiliki karakter kurang merespon
terhadap teknologi baru. Soekartawi 1985 melakukan penelitian tentang adopsi ketela pohon
mukibat pada empat desa di Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur. Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu membandingkan adopsi teknologi mukibat
pada desa percontohan dan desa nonpercontohan serta menentukan pengaruh beberapa faktor sosial ekonomi terhadap adopsi mukibat pada petani ketela pohon.
Berkaitan dengan tujuan pertama, ada delapan variabel yang dilibatkan peneliti untuk membandingkan adopsi teknologi mukibat pada daerah
percontohan dan daerah bukan percontohan. Variabel yang dimaksud adalah waktu, luas lahan, tujuan menanam, faktor pendorong, keikutsertaan petani dalam
siaran pedesaan, keikutsertaan petani dalam penyuluhan PPL, proses mencoba dan tidak mencoba, serta prospek ketela pohon mukibat pada masa mendatang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan adopsi antara daerah percontohan dan daerah bukan percontohan berdasarkan variabel yang
diikutsertakan dalam penelitian. Faktor-faktor sosial ekonomi yang dimasukkan sebagai variabel penjelas dalam model adopsi teknologi mukibat adalah
pendidikan formal, keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, keikutsertaan petani dalam penyuluhan PPL, jarak petani ke jalan aspal, jarak petani ke lokasi
percontohan, dan umur petani. Sebagai variabel tidak bebas, adopsi teknologi mukibat yang dimaksud dalam penelitian adalah lama menanam ketela pohon
mukibat dalam satuan tahun mulai pertama kali menanam sampai musim tanam tahun 19841985.
Hasil analisis Model Regresi Linear Berganda dan Model Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap adopsi ketela pohon
mukibat adalah keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur petani. Semakin dekat petani ke jalan aspal semakin besar
kecenderungan untuk menggunakan teknologi mukibat. Hal ini disebabkan karena adanya kemudahan dalam transportasi pemasaran hasil dari ketela pohon mukibat.
Selanjutnya, faktor umur memberikan pengaruh kepada adopsi yaitu semakin tua umur petani maka semakian besar kemungkinan untuk mengadopsi. Soekartawi
memberikan alasan bahwa petani yang lebih tua lebih mempunyai pengalaman dan lebih matang dalam melaksanakan usahatani.
Yuliarmi 2006 melakukan penelitian tentang adopsi teknologi pemupukan berimbang dan analisis produksi padi di Kecamatan Plered,
Kabupaten Purwakarta. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses adopsi teknologi pemupukan berimbang dipengaruhi oleh faktor luas lahan, biaya pupuk,
dan harga gabah. Semakin luas lahan petani, semakin kecil biaya pupuk, dan semakin tinggi harga gabah, semakin besar peluang petani dalam mengadopsi
teknologi pemupukan berimbang. Luas lahan, banyaknya pupuk, dan jumlah tenaga kerja luar keluarga yang diperlukan merupakan faktor yang secara
signifikan mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Jika lahan yang diusahakan petani semakin luas, jumlah pupuk semakin banyak, dan tenaga
kerja luar keluarga dalam usahatani padi sawah semakin banyak maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan.
Soedarmanto 1986 mengadakan penelitian tentang adopsi benih jagung hibrida di Jawa timur. Penelitian tersebut mempunyai tiga tujuan yaitu untuk
mengetahui bagaiman proses difusi penyebaran informasi maupun benih jagung hibrida itu sendiri, menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan petani untuk mengadosi jagung hibrida, dan menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kemantapan petani dalam mengadopsi
benih tadi. Hasil penelitian ini akan sangat berguna untuk membantu para pengambil
keputusan dalam membuat kebijakan untuk memasyarakatkan benih unggul jagung hibrida. Dengan demikian, kebijaksanaan yang dituangkan akan mengarah
pada daya guna, hasil guna, dan ketepatan guna yang tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di dua daerah sentra produksi jagung di Jawa
Timur, yaitu Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. Masing-masing kabupaten diwakili oleh dua kecamatan. Selanjutnya, masing-masing kecamatan tadi
diwakili oleh sebuah desa sebagai sampelnya. Petani contoh diambil secara random
yang berkisar antara 30 sampai 50 dari besar populasi yang bersangkutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Malang, media masa seperti radio, koran, dan televisi ternyata cukup banyak dimanfaatkan oleh petani
untuk mendapatkan informasi mengenai benih jagung hibrida. Sedangkan transfer informasi secara pribadi lewat kerabat tani teman, saudara merupakan hal
lumrah. Sementara informasi lewat penyuluh bukan merupakan media nyata untuk
mendapatkan informasi tersebut. Sedangkan di Kabupaten Kediri, penyuluh pertanian justru mempunyai andil yang sangat besar dalam penyebaran informasi
ke petani. Hal itu disebabkan karena penyuluhan lewat kelompok tani setempat berjalan dengan baik. Kebanyakan petani di Kabupaten Malang mendapatkan
benih jagung hibrida dari pengecer kios desa setempat, yang pembeliannya dilakukan secara perorangan. Sedangkan di Kediri, pembelian dilakukan secara
berkelompok. Pada Kabupaten Malang, terdapat adanya hubungan yang sangat nyata
secara statistik antara tingkat pendidikan petani, aktivitas mengikuti penyuluhan, luas tanah garapan dengan pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi
jagung hibrida. Sebaliknya tidak dijumpai adanya hubungan yang nyata antara umur petani dan jumlah anggota keluarga dengan pengadopsian benih jagung
hibrida. Sedangkan di Kabupaten Kediri, dijumpai adanya hubungan yang sangat nyata antara tingkat pendidikan, luas tanah garapan, keterlibatan petani dalam
penyuluhan, bentuk rumah petani dengan tingkat kemantapan dalam menggunakan benih jagung hibrida. Sedangkan keterlibatan petani dalam
pemasaran ternyata tidak berasosiasi dengan kemantapannya dalam menggunakan benih jagung hibrida.
Matuschke dan Qaim 2006 mengadakan penelitian yang salah satu tujuannya adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
petani untuk mengadopsi tanaman gandum hibrida di daerah Maharashtra, India. Data yang diperoleh dari sampel atas petani gandum hibrida dan gandum inbrida
penyerbukan silang menunjukkan bahwa usahatani gandum hibrida secara
signifikan mampu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan usahatani petani gandum.
Model probit yang digunakan untuk memodelkan adopsi terhadap gandum hibrida menunjukkan bahwa hambatan informasi dan pendapatan rumah tangga
memegang peranan yang signifikan dalam keputusan adopsi. Selain itu variabel jaringan sosial yang berupa mengenal petani yang sudah menanam gandum
hibrida juga signifikan menentukan keputusan adopsi tersebut. Model menyimpulkan bahwa pada rata-rata petani, jika mereka mengenal seorang
pengadopsi gandum hibrida maka peluang petani tersebut untuk mengadopsi gandum hibrida meningkat dua persen. Hal yang menarik adalah penelitian ini
menyimpulkan bahwa ukuran usahatani dan tingkat subsistensi tidak signifikan mempengaruhi keputusan adopsi.
Boz dan Akbay 2005 menggunakan model ordered probit untuk menguji beberapa variabel berkaitan perilaku komunikasi dan variabel berkaitan sosial
ekonomi yang dapat mempengaruhi adopsi jagung pada Provinsi Kahramanmaras, Turki. Pada negara tersebut, jagung merupakan tanaman alternatif yang
diperkenalkan kementrian pertanian. Tanaman yang banyak diusahakan pada negara tersebut adalah kapas, bunga matahari, paprika, dan beberapa tanaman biji-
bijian. Studi yang mereka lakukan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel
sosial ekonomi berupa pendidikan, pendapatan, ukuran usahatani, penggunaan kredit, dan mekanisasi secara signifikan mempengaruhi adopsi jagung di provinsi
tersebut. Variabel umur tidak signifikan mempengaruhi adopsi. Peneliti memberikan alasan bahwa hal itu disebabkan karena faktor berkaitan dengan
manfaat ekonomi yang dirasakan atas inovasi yang diperkenalkan tersebut. Jika responden merasakan manfaat ekonomi dari adopsi suatu inovasi maka mereka
akan lebih mungkin untuk mengadopsi terlepas dari berapa umur mereka. Berkaitan dengan faktor-faktor perilaku komunikasi, beberapa variabel
yaitu variabel kekosmopolitan, kepemimpinan pendapat, dan pelayanan penyuluhan pertanian ditemukan signifikan mempengaruhi adopsi jagung.
Penggunaan televisi, radio, dan media bacaan tidak nyata mempengaruhi petani untuk menanam komoditas tersebut. Televisi dan radio ternyata jarang
menyiarkan informasi tentang pertanian terutama jagung dan media tersebut cenderung menyiarkan jenis berita yang lain atau cenderung sebagai sarana
hiburan. Sementara bahan bacaan kurang mempengaruhi adopsi karena kemungkinan ekonomi petani untuk mengakses media tersebut dan ketidakadaan
pedagang koran yang mengantarkan materi bacaan tersebut setiap hari. Jagung adalah tanaman pangan utama Negara Kenya. Penurunan
produktivitas jagung pada negara tersebut merangsang penggunaan varietas unggul dan pupuk secara intensif. Varietas unggul merupakan salah satu bentuk
inovasi teknologi di bidang pertanian. Ouma et al., 2006 mengadakan kajian untuk menentukan faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan benih unggul
jagung dan pupuk di Kenya. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi penggunaan benih unggul dan pupuk, model logit dipergunakan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kuantitas pupuk yang diaplikasikan, akses kredit, dan banyaknya penyuluhan yang diikuti mempengaruhi petani untuk menggunakan
benih unggul. Sementara faktor yang signifikan mempengaruhi penggunaan pupuk adalah akses kredit dan jarak ke pasar. Pada kajiannya tidak ditemukan
pengaruh yang signifikan dari pendidikan petani dan umur petani terhadap penggunaan pupuk.
Petani akan menghadapi suatu risiko produksi ketika menggunakan suatu varietas yang baru dalam usahataninya. Bakhshoodeh dan Shajari 2006
mengadakan kajian tentang adopsi varietas benih yang baru di bawah risiko produksi pada usahatani padi di Iran. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai
dalam kajian mereka adalah menentukan faktor yang berkaitan dengan adopsi varietas tersebut di Iran.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa petani yang lebih menghindari risiko berkaitan dengan penggunaan benihnya mempunyai peluang yang lebih
kecil untuk mengadopsi varietas benih baru yang menyebabkan mereka mengurangi risiko produksi mereka yang timbul dari kebutuhan benih. Petani
dengan rasio hutang yang lebih tinggi lebih mungkin untuk mengadopsi teknologi baru. Partisipasi petani dalam penyuluhan mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap kemungkinan untuk mengadopsi teknologi baru. Hal ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa materi penyuluhan berkaitan dengan varietas yang
berdaya hasil tinggi. Petani yang lebih berpendidikan lebih besar peluangnya untuk mengadopsi teknologi. Sementara petani yang lebih tua mempunyai
kemungkinan yang lebih kecil untuk mengadopsi varietas baru tersebut. Pembukaan hutan yang semakin meluas dan peningkatan intensitas
penggunaan lahan untuk menopang pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh negatif seperti peningkatan erosi lahan, penurunan kesuburan tanah, dan
penurunan produktivitas pertanian. Agroforestri merupakan solusi yang potensial untuk mengatasi masalah tersebut. Akan tetapi pengembangan agroforestri
sebagai alternatif yang sehat bagi petani pada kondisi ekologi dan sosial ekonomi yang beragam menjadi suatu isu yang sangat menarik. Neupane et al. 2002
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi agroforestri oleh petani subsisten pada perbukitan Nepal. Dalam pembuatan model adopsi, peneliti
membedakan antara rumah tangga yang terlibat proyek agroforestri dan rumah tangga yang tidak terlibat proyek.
Populasi ternak dan keterlibatan anggota keluarga laki-laki dalam LSM lokal mempunyai efek positif dan signifikan secara konsisten terhadap adopsi
agroforestri baik pada rumah tangga peserta proyek atau bukan. Pada rumah tangga proyek, ada sembilan variabel penjelas yang signifikan mempengaruhi
adopsi agroforestri. Lima variabel memberikan pengaruh yang negatif dan empat variabel memberikan pengaruh yang positif. Variabel jumlah anak yang berumur
kurang dari 5 tahun, jumlah perempuan yang berumur 10 sampai 59 tahun, tingkat pendidikan laki-laki, keanggotaan perempuan dalam LSM lokal, dan umur
memberikan pengaruh nyata yang positif. Sementara pendidikan perempuan, keanggotaan laki-laki dalam LSM lokal, populasi ternak, penyuluhan, persepsi
petani terhadap agroforestri secara positif dan nyata berkaitan dengan adopsi agroforestri.
Ada empat jenis variabel yang secara signifikan mempengaruhi rumah tangga bukan peserta proyek untuk mengadopsi agroforestri. Variabel kategorik
asal desa, keanggotaan laki-laki dalam LSM lokal, dan jumlah ternak mempengaruhi kemungkinan adopsi secara positif. Sementara gender kepala
keluarga secara negatif mempengaruhi keputusan adopsi agroforestri petani.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Beberapa Kajian tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Suatu Inovasi Pertanian
Kajian Inovasi
Lokasi Faktor Penentu Adopsi
Lin 1991 Benih padi
hibrida Hunan, China
Pendidikan, harga benih hibrida, luas lahan usahatani,
pengalaman usahatani, dan dummy
jatah perolehan beras.
Soekartawi 1985
Ketela pohon mukibat
Tulung Agung, Jawa Timur
Siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur
petani Yuliarmi
2006 Pemupukan
berimbang Plered,
Purwakarta Luas lahan, biaya pupuk, dan
harga gabah. Soedarmanto
1986 Benih jagung
hibrida Malang dan
Kediri Pendidikan petani,
penyuluhan, dan luas tanah garapan.
Matuschke dan Qaim
2006 Gandum
hibrida Maharashtra,
India Pengeluaran biaya hidup,
hambatan informasi, dan jumlah petani gandum
hibrida yang dikenal.
Boz dan Akbay 2005
Jagung Kahramanmaras,
Turki Pendidikan, pendapatan,
ukuran usahatani, penggunaan kredit,
mekanisasi, kekosmopolitan, kepemimpinan pendapat, dan
penyuluhan pertanian.
Ouma et al., 2006
Benih jagung unggul
Kenya Kuantitas pupuk, akses
kredit, dan penyuluhan. Bakhshoodeh
dan Shajari 2006
Varietas benih padi
baru Iran
Umur, pendidikan, penyuluhan, dan rasio
hutang usahatani.
Neupane et al. 2002
Agroforestri Nepal
Dummy lokasi, pendidikan,
keanggotaan LSM, jenis kelamin, jumlah ternak.
Kaliba et al. 2000
Benih jagung unggul dan
pupuk anorganik
Dataran Rendah dan Sedang
Tanzania Penyuluhan, demplot,
karakteristik varietas, dan curah hujan karakteristik
agroekologi.
Penelitian yang dilaksanakan Kaliba et al. 2000 menyimpulkan bahwa ketersediaan layanan penyuluhan, lahan percobaan demplot, karakteristik
varietas, dan curah hujan karakteristik agroekologi adalah faktor paling penting yang mempengaruhi tingkat adopsi benih jagung unggul dan penggunaan pupuk
kimia untuk usahatani jagung di dataran rendah dan sedang Negara Tanzania. Keterbatasan penelitian ini adalah sebagaimana kebanyakan analisis cross-section
dibatasi hanya sekali survei. Selain itu, penelitian ini tidak memasukkan beberapa faktor ekonomi yang mempunyai kemungkinan mempengaruhi proses adopsi.
Tabel 5 merupakan ringkasan hasil dari beberapa kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi pertanian.
2.4 Studi Tentang Usahatani Padi