babat galeng. Cara kedua yaitu kimiawi yang dilakukan petani dengan cara menyemprotkan herbisida tertentu sesuai dengan jenis gulma yang menyerang.
5.4.3 Pemasaran Gabah
Pada Musim Rendeng 20062007, secara umum sawah di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat dapat dibagi menjadi dua macam
berdasarkan jenis varietas yang ditanam yaitu sawah padi hibrida dan sawah padi inbrida. Kedua jenis sawah tersebut akhirnya sama-sama menghasilkan gabah
yang harus segera dipasarkan atau dijual oleh petani untuk mendapatkan penerimaan berupa uang tunai. Uang tunai tersebut segera dapat dibelanjakan
petani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Semua responden penelitian menyatakan bahwa hasil panen tidaklah digunakan untuk konsumsi sendiri
melainkan untuk dijual. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa petani responden merupakan petani komersial.
Rata-rata harga gabah padi hibrida Arize Hibrindo-R1 yang diterima petani lebih rendah daripada harga gabah yang diterima petani padi inbrida. Petani
padi pada umumnya menjual gabah mereka kepada tengkulak. Tengkulak kurang menyukai penampilan beras padi hibrida karena penampilan berasnya tidak
bening. Pada beras padi hibrida banyak zat kapur sehingga pada bagian tengah beras berwarna putih seperti kapur. Padi hibrida di Kecamatan Cibuaya
mendapat serangan hama yang hebat sehingga kualitas gabahberas yang dihasilkan tidak maksimal. Selain itu, ketika gabah padi hibrida digiling untuk
menghasilkan beras, biji padi hibrida mudah patah. Akibatnya, persentase beras kepala menjadi rendah. Itulah alasan-alasan yang menyebabkan harga gabah yang
diterima petani padi hibrida lebih rendah dari petani padi inbrida.
Walaupun penampilan beras padi hibrida Arize Hibrindo-R1 kurang menarikkurang disukai konsumen, akan tetapi kualitas nasi yang dihasilkan
sangat bagus. Padi Hibrida Arize Hibrindo menghasilkan nasi yang pulen, putih, dan agak beraroma wangi. Keadaan ini lama-kelamaan diperkirakan dapat
mengubah citra beras hibrida tersebut di masa yang akan datang. Saat ini banyak konsumen yang kurang menyukai beras hibrida karena penampilan berasnya. Hal
itu diduga disebabkan karena mereka belum mengetahui kualitas nasi yang dihasilkan. Sebab dibenak konsumen beras secara umum, beras yang berkualitas
adalah beras yang mempunyai penampilan bening dan tidak ada zat kapur. Petani tidak melakukan penggilingan gabah sendiri sehingga menjadi
beras. Petani sudah biasa melakukan penjualan produk usahatani padi dalam bentuk Gabah Kering Panen GKP. Petani padi inbrida menjual gabah mereka
kepada tengkulak. Begitu padi petani mulai menguning, berdatangan beberapa tengkulak ke petani untuk menawar padi mereka. Petani mempunyai kebebasan
memilih tengkulak untuk menjual gabah mereka. Untuk menentukan ke mana gabah akan dijual, secara umum ada dua kriteria yang dipertimbangkan petani,
yaitu harga yang paling tinggi dan jangka pembayaran yang paling cepat. Dengan demikian pada kondisi normal, para petani akan menjual gabah kering panen
mereka kepada tengkulak yang berani membayar gabah mereka dengan harga paling tinggi dan yang paling cepat melakukan pelunasan pembayaran.
Sebagian besar petani padi hibrida terlibat dalam kontrak pemasaran dengan perusahaan penggilingan padi modern yang ada di Bekasi yang bernama
PT Alam Makmur Sembada AMS. Memang dengan adanya kontrak tersebut, petani memperoleh kemudahan dalam menjual komoditasnya. Pada saat
penelitian, PT Alam Makmur Sembada merupakan satu-satunya perusahaan yang mau membeli gabah petani padi hibrida dengan harga yang wajar. Akibatnya,
seolah-olah pasar padi hibrida dikuasai oleh AMS. Dengan demikian, keputusan harga cenderung ditentukan oleh AMS. Sedangkan petani bisa dikatakan sebagai
penerima harga yang pengaruhnya dalam menentukan harga kurang begitu besar, bahkan bisa diabaikan.
5.5 Sejarah Penanaman Padi Hibrida Di Kecamatan Cibuaya.