Rendemen daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa Penentuan frekuensi pencucian terbaik

salah satu faktor penghalang komponen pembentuk gel dalam daging, dimana dengan rendahnya kandungan lemak maka nilai kekuatan gel yang dihasilkan akan tinggi. Kadar urea dari kedua jenis ikan tersebut adalah tinggi. Kadar urea yang tinggi adalah ciri khas dari ikan elasmobranchii. Daging ikan elasmobranchii memiliki kadar urea dalam daging sekitar 1-2 yang mudah sekali terurai sehingga menimbulkan aroma pesing yang tajam Lagler et al. 1977. Ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kedalam kelompok ikan yang masih segar. Rupa dan warna daging dari kedua jenis ikan ini masih cemerlang, berwarna putih kemerahan. Belum tercium bau amonia pada kedua ikan ini. Tekstur daging kedua ikan ini terlihat masih kompak dan elastis. Hasil pehitungan terhadap analisis kesegaran ikan pH dan TVBN menunjukkan nilai yang masih rendah jauh berada dibawah ambang kebusukan. Nilai-nilai pH dan TVBN pada daging ikan cucut pisang dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan nilai pH dan TVBN tersebut menandakan bahwa belum terjadi adanya penguraian daging yang menyebabkan terbentuknya senyawa basa volatil yang dapat meningkatkan nilai pH dan TVBN. Indeks kebusukan ikan untuk nilai TVBN adalah 30 mg N100 g Ozogul dan Ozogul 1999. Nilai pH bagi ikan segar berada pada kisaran pH dibawah netral hingga pH netral, kisaran pH tersebut menandakan bahwa ikan berada dalam kondisi rigormortis Almacher 1961.

4.1.2 Rendemen daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa

Daging lumat ikan diperoleh dengan cara memasukkan ikan yang telah difilet kedalam mesin pemisah daging dan tulang meat-bone separator merek Muika Equipment, tipe MS- 120 buatan Jepang Gambar 10. Rendemen dari kedua ikan tersebut dihitung berdasarkan berat daging lumat kg yang dihasilkan setelah melalui alat meat-bone separator yang dibandingkan dengan berat utuh ikan kg. Rata-rata perhitungan dari tiga kali ulangan, menunjukkan bahwa nilai rendemen daging lumat ikan cucut pisang lebih besar dibandingkan dengan rendemen daging lumat dari ikan pari kelapa. Nilai tersebut secara berturut-turut adalah 43,99 dan 27,23 . Perbedaan tesebut disebabkan karena kedua ikan ini memiliki bentuk tubuh yang berbeda. Cucut pisang memiliki badan memanjang dan langsing, badan didominasi oleh daging dibandingkan tulang. Menurut FAO 2005 bahwa spesies Carcharinus falciformis memiliki ciri tubuh yang besar dan ramping, dengan panjang dapat mencapai 3,3 m, sedangkan pari kelapa memiliki badan picak depressed, didominasi oleh tulang-tulang rawan yang menyokong daging. Daging hanya banyak terdapat pada badannya yang menyerupai sayap. Bentuk tubuh cucut lebih tebal dan berisi dibandingkan dengan bentuk tubuh pari, sehingga jumlah daging yang mengisi tubuhya-pun lebih banyak. Gambar 10 Tampak samping mesin meat-bone separator tipe MS-120 Muika Equipment

4.1.3 Penentuan frekuensi pencucian terbaik

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan frekuensi pencucian daging lumat yang mampu menghilangkan kadar urea maksimum, tetapi mempunyai kandungan PLG yang cukup tinggi. Menurut Matsumoto dan Noguchi 1992 pencucian adalah salah satu tahap dalam pembuatan surimi. Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kekuatan gel dimana akan meningkatkan kandungan protein miofibril dan akan menurunkan jumlah protein sarkoplasma. Pencucian juga dapat meningkatkan kualitas warna, selain itu juga dapat melarutkan urea dan meningkatkan kualitas aromanya. Hasil pengamatan terhadap penentuan frekuensi pencucian terbaik selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kadar protein larut garam PLG dan urea daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa yang diamati pada setiap tahap frekuensi pencucian PLG Urea Frekuensi pencucian Cucut Pari Cucut Pari 0 9,96 9,12 1,98 2,33 1 11,54 11,23 0,85 1,54 2 15,67 15,43 0,61 0,35 3 13,52 13,24 0,23 4 10,34 10,56 Dari Tabel 8 terlihat bahwa pencucian dapat meningkatkan jumlah kelarutan PLG dari kedua jenis daging lumat ikan tersebut. Pencucian sebanyak dua kali pada daging lumat mampu menghasilkan nilai PLG tertinggi, akan tetapi ketika frekuensi pencucian ditingkatkan menjadi tiga dan empat kali menyebabkan turunnya nilai PLG. Hasil analisis ragam pengaruh frekuensi pencucian daging lumat terhadap kadar PLG memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0,05 Lampiran 2. Uji lanjut Tukey pada kadar PLG cucut pisang dan pari kelapa menunjukkan bahwa pencucian sebanyak dua kali adalah frekuensi pencucian terbaik yang mampu menghasilkan kadar PLG tertinggi, dimana frekuensi pencucian tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan frekuensi pencucian lainnya. Meningkatnya nilai PLG daging lumat dari kedua jenis daging ikan ini hingga frekuensi pencucian sebanyak dua kali disebabkan karena protein sarkoplasma larut dengan mudah dan hanyut pada air pencucian. Hal ini diikuti dengan meningkatnya jumlah kelarutan protein miofibril PLG hingga frekuensi pencucian sebanyak dua kali. Lin dan Park 1996 melaporkan bahwa protein sarkoplasma mudah larut dalam air 0 NaCl dan terbuang pada saat pencucian pertama, sedangkan protein miofibril terbuang paling banyak setelah tahap pencucian kedua dari tiga atau empat kali ulangan pencucian. Pada pencucian pertama komponen utama yang larut dalam air darah, protein sarkoplasma, enzim pencernaan, garam anorganik dan senyawa organik berberat molekul rendah seperti TMAO akan terbuang banyak Benjakul et al. 1996. Menurunnya nilai kelarutan PLG pada frekuensi pencucian ketiga dan keempat diduga karena protein miofibril tersebut menjadi terlarut dan hanyut dalam air pencuci pada saat proses pencucian. Hal serupa juga dilaporkan oleh Fitrial 2000 bahwa penurunan kadar PLG daging ikan cucut lanyam pada frekuensi pencucian ketiga dan keempat disebabkan karena PLG tersebut terlarut dalam air pencuci karena pengaruh pencucian yang berulang-ulang. Pencucian dengan air dingin sebanyak tiga kali mampu mengurangi kadar urea hingga 100 bb pada daging ikan pari kelapa, sedangkan pada ikan cucut pisang terjadi pada frekuensi pencucian ke-empat. Hasil analisis ragam pengaruh frekuensi pencucian daging lumat terhadap kadar urea memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0,05 Lampiran 3. Uji lanjut Tukey pada kadar urea cucut pisang menunjukkan bahwa frekuensi pencucian sebanyak empat kali adalah frekuensi pencucian terbaik yang mampu mereduksi kadar urea terendah, dimana frekuensi pencucian tersebut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan frekuensi pencucian sebanyak tiga kali. Sedangkan uji lanjut Tukey pada kadar urea pari kelapa menunjukkan bahwa pencucian sebanyak tiga kali adalah frekuensi pencucian terbaik, dimana frekuensi pencucian tersebut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan frekuensi pencucian sebanyak empat kali. Wahyuni 1992 melaporkan bahwa daging ikan cucut lanyam yang telah dilumatkan, direndam dan dicuci dalam air dingin pada suhu 5 ÂșC sebanyak tiga kali mampu mereduksi kadar urea dari rata-rata sebesar 5 bk menjadi tidak terdeteksi lagi. Dari hasil pengamatan tersebut, frekuensi pencucian sebanyak tiga kali akan digunakan dalam proses pengolahan surimi pada tahap penelitian utama. Walaupun pencucian sebanyak dua kali mampu menghasilkan nilai PLG maksimum, namun kadar urea dari masing-masing daging masih tinggi. Hal ini ditandai dengan bau urea yang masih terdeteksi kuat pada pencucian sebanyak dua kali. Bau urea hampir tidak terdeteksi lagi pada pencucian sebanyak tiga kali, selain itu kandungan PLG yang menurun dari jumlah pencucian sebanyak dua kali tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan pencucian sebanyak empat kali.

4.1.4 Penentuan komposisi daging lumat terbaik