Waktu dan Tempat Penelitian Perlakuan Rancangan Percobaan dan Analisis Data

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2005. Penelitian utama dan penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Organoleptik Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan BPPMHP, Muara Baru, Jakarta Utara. Pengujian kadar urea pada penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Kimia Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas Perikanan DKI Jakarta, Pluit, Jakarta Utara. Pengujian kadar urea dan derajat putih pada penelitian utama dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat dan pengujian daya ikat air WHC pada penelitian utama dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Gizi, Pusat Antar Universitas PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi: bahan-bahan untuk pembuatan surimi dan analisis karakteristik surimi. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi adalah: ikan cucut pisang, ikan pari kelapa, garam, sukrosa, sodium tripolifosfat STPP, dan es curai. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisis karakteristik surimi meliputi bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis protein, lemak, total volatil basa nitrogen TVBN, trimetilamin TMA, urea, dan protein larut garam PLG. 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dibagi menjadi: peralatan yang digunakan untuk pembuatan surimi cool box, wadah air teris, pisau, talenan, mesin pemisah daging-tulang meat-bone separator Muika Equipment MS-120, pelumat daging grinder elektrik, food processor, pres hidraulik, kain kasa saring, plastik polyetilen PE, show case cabinet suhu 4-5 ºC, termokopel digital, timbangan digital, water bath, dan peralatan yang digunakan untuk analisis mutu surimi proksimat kjeltec system, oven, tanur, desikator, pH pH meter digital merek: InoLab, TVBN dan TMA cawan conway, urea spektrofotometer uv-vis merek: Perkin Elmer, PLG sentrifus dingin, kjeltec system, kekuatan gel, WHC pengepres hidraulik, dan derajat putih Whiteness meter merek: Kett electric . 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: 1 Penelitian pendahuluan, yaitu analisis karakteristik fisika-kimia bahan baku rendemen daging lumat, proksimat, pH, dan TVBN, penentuan frekuensi pencucian dan komposisi daging lumat terbaik. Penentuan frekuensi pencucian terbaik ditentukan berdasarkan jumlah penurunan kadar urea dan jumlah peningkatan kadar protein larut garam daging lumat, sedangkan komposisi daging lumat terbaik ditentukan berdasarkan nilai kekuatan gel daging lumat tertinggi. 2 Penelitian utama, yaitu mempelajari pengaruh pengkomposisian dan penyimpanan dingin daging lumat terhadap karakteristik mutu fisika-kimia surimi kekuatan gel, uji lipat, uji gigit, derajat putih, dan daya ikat air. 3.3.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisika dan kimia ikan, mencari jumlah pencucian terbaik yang mampu mereduksi kadar urea daging lumat serta meningkatkan kadar protein larut garam, dan mencari kombinasi komposisi pencampuran daging lumat terbaik antara ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa. Kombinasi pengkomposisian daging lumat dapat dilihat pada Tabel 6. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 6 Rasio pengkomposisian daging lumat ikan cucut dan ikan pari Kombinasi komposisi daging lumat Jenis ikan A B A 1 B 1 A 2 B 1 A 1 B 2 Cucut 100 50 75 25 Pari 100 50 25 75 Keterangan : A adalah daging lumat cucut 100 , B adalah daging lumat pari 100 , A 1 B 1 adalah daging lumat cucut 50 : pari 50 , A 2 B 1 adalah daging lumat cucut 75 : pari 25 , dan A 1 B 2 adalah daging lumat lumat cucut 25 : pari 75 . Gambar 8 Diagram alir penelitian pendahuluan Cucut kepala, sirip, ekor, isi perut dan kulit Disiangi Dicuci Analisis PLG dan Urea Gel Analisis kekuatan gel Penentuan komposisi terbaik dari kelima komposisi Pencucian 0,1,2,3,4 X Dilarutkan pada larutan garam, dan dipanaskan dua tahap 40 dan 90 °C selama 20 menit A B A 1 B 1 A 1 B 2 Dilumatkan Daging Lumat Dikomposisikan Rendemen berat A 2 B 1 Analisis kadar proksimat, pH, dan TVBN Jumlah pencucian dan kombinasi komposisi terbaik Ditimbang Pari Dalam penelitian ini digunakan dua jenis ikan elasmobranchii yaitu ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa. Ikan tersebut diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan TPI Muara Angke, Jakarta Utara pada pagi hari. Ikan diangkut ke Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan BPPMHP Muara Baru, Jakarta Utara dengan jarak kurang lebih 10 km, waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Ikan terlebih dahulu dimasukkan kedalam cool box yang ditambahkan dengan es curai dan ditutup rapat. Setelah sampai di Laboratorium pengolahan hasil perikanan BPPMHP, kedua ikan tersebut masing-masing ditimbang untuk mengetahui berat utuh ikan tersebut. Kemudian ikan disiangi untuk membersihkan kulit, kepala dan isi perut. Selanjutnya daging ikan tersebut dibersihkan dengan air dingin untuk menghilangkan darah dan kotoran-kotoran. Kemudian daging ikan tersebut dimasukkan kedalam mesin meat-bone separator secara bergantian untuk memisahkan daging dengan tulang, yang akhirnya didapatkan daging lumat dari hasil pemisahan tersebut. Daging ikan akan terjepit diantara sabuk berjalan belt conveyor dan silinder berpori. Daging ikan hancur menjadi daging lumat karena terjepit dan masuk kedalam pori-pori, kulit dan tulang terpisah dan dibuang melalui pembuangan. Dihitung nilai rendemen berat daging lumat dari kedua jenis ikan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap karakteristik kimia dari kedua jenis daging ikan tersebut. Pengamatan yang dilakukan adalah analisis proksimat kadar air, abu, lemak dan protein kasar, dan analisis kesegaran nilai pH dan kadar TVBN. Pada kedua jenis daging ikan tersebut dilakukan proses pencucian sebanyak empat kali. Perbandingan air PAM dan daging yang digunakan adalah 4:1, dilakukan selama 10 menit, suhu dingin suhu 10 ºC. Pada setiap tahap frekuensi pencucian, dimulai dari tahap tanpa pencucian hingga pencucian empat kali dilakukan pengamatan terhadap kadar urea dan PLG daging lumat kedua jenis ikan tersebut. Frekuensi pencucian yang terbaik dinilai berdasarkan besarnya penurunan kadar urea, dan peningkatan kadar PLG. Frekuensi pencucian terbaik tersebut akan digunakan dalam proses pembuatan surimi pada penelitian utama. Pencucian berulang kali diharapkan dapat menurunkan kadar urea dan meningkatkan PLG dari daging lumat. Penggunaan frekuensi pencucian sebanyak empat kali mengacu pada penelitian Fitrial 2000, yang menentukan frekuensi pencucian terbaik pada daging lumat ikan cucut lanyam Carcharinus limbatus berdasarkan kadar PLG-nya. Setelah mengetahui frekuensi pencucian terbaik maka daging lumat ikan cucut pisang dan pari kelapa dikomposisikan dengan jumlah pengkomposisian yang telah ditetapkan pada Tabel 6. Selanjutnya pada masing-masing kombinasi pengkomposisian tersebut dievaluasi kekuatan gelnya, dengan tahapan proses sebagai berikut: pertama-tama daging dilarutkan pada larutan garam 3 bb dan air dingin 30 bv, kemudian dilakukan pemanasan setting pada suhu 40 ºC selama 20 menit, kemudian perebusan cooking pada suhu 90 ºC selama 20 menit. Pengukuran kekuatan gel menggunakan alat texture analyzer tipe TA-XT2i, dengan probe berdiameter 2,5 inchi. Satu kombinasi komposisi daging lumat terbaik berdasarkan nilai maksimum kekuatan gel yang dihasilkan dipilih untuk dipelajari pengaruh penyimpanan pada suhu dingin. Tiga komposisi, yaitu komposisi daging lumat A, B, serta kombinasi komposisi terpilih akan digunakan pada tahap penelitian utama.

3.3.2 Penelitian utama

Daging lumat komposisi A, B, dan komposisi terbaik pertama-tama ditimbang sebanyak 600 g, kemudian dimasukkan kedalam plastik polyethilene PE dan ditutup rapat. Kemudian semua daging tersebut disimpan pada show case cabinet suhu 4-5 °C selama sembilan hari. Dilakukan pengamatan berupa analisis pH, TVBN, TMA, urea dan PLG terhadap semua komposisi daging lumat pada hari ke-0, 3, 6, dan 9. Bersamaan dengan itu dilakukan proses pengolahan surimi, yang diawali dengan proses pencucian yang menggunakan frekuensi terbaik. Pencucian menggunakan air PAM yang ditambahkan es balok, dengan perbandingan air dan daging adalah 4:1. Pada proses pencucian terakhir ditambahkan NaCl sebanyak 0,3 . Selanjutnya dilakukan proses pengurangan kadar air dengan mengepres daging lumat pada alat pengepres hidraulik, hingga mencapai kadar air kurang-lebih sebesar 80 . Daging akan tertekan oleh dua besi pengepres berada pada sisi atas dan bawah, karena adanya tekanan air akan keluar dari daging. Kemudian daging dicampurkan merata dengan sukrosa 2 dan STPP 0,3 sebagai cryoprotectants, hingga terbentuk surimi. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Pengolahan daging lumat dari tiap-tiap hari penyimpa- nan menjadi surimi Surimi Analisis pH, kadar TVBN, TMA, urea, dan PLG Pencucian terbaik Dengan air PAM dingin 4:1, pada tahap pencucian terakhir ditambahkan NaCl 0,3 Pengurangan kadar air Pres hidraulik Pencampuran dengan cryoprotectant sukrosa 2, dan STPP 0,3 Komposisi terbaik B Pembungkusan dengan plastik polyethilen PE Penyimpanan suhu dingin 4-5 °C selama sembilan hari Pengamatan pada hari ke-9 Pengamatan pada hari ke-6 Pengamatan pada hari ke-3 Pengamatan pada hari ke-0 A Kekuatan gel, uji lipat, uji gigit, WHC, dan derajat putih Gambar 9 Diagram alir penelitian utama

3.4 Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dilakukan pada tahap penelitian utama. Terdapat dua perlakuan yang diberikan, yaitu perlakuan pengkomposisian daging lumat sebagai faktor satu dan penyimpanan dingin daging lumat sebagai faktor dua. Faktor pengkomposisian daging lumat terbagi menjadi tiga taraf perlakuan yaitu: 1 A komposisi cucut 100 2 B komposisi pari 100 3 Komposisi terbaik Faktor penyimpanan dingin daging lumat terbagi menjadi empat taraf perlakuan yaitu : 1 0 penyimpanan pada hari pertama 2 3 penyimpanan pada hari ketiga 3 6 penyimpanan pada hari keenam 4 9 penyimpanan pada hari kesembilan

3.5 Pengamatan

Hal yang diamati selama proses penelitian ini akan dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu: pengamatan pada penelitian pendahuluan, pengamatan pada daging lumat, dan pengamatan pada surimi.

3.5.1 Pengamatan pada penelitian pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan beberapa pengamatan yang sangat mempengaruhi penelitian selanjutnya. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah: rendemen berat daging, analisis proksimat kadar air, abu, lemak, dan protein kasar, pH, TVBN, urea, PLG dan pengamatan terhadap kekuatan gel daging lumat.

3.5.2 Pengamatan pada daging lumat

Pada daging lumat yang disimpan pada suhu dingin selama sembilan hari dilakukan pengamatan terhadap pH, TVBN, TMA, protein larut garam dan urea, masing-masing pada hari penyimpanan ke-0, 3, 6, dan 9 hari.

3.5.3 Pengamatan pada surimi

Pengamatan terhadap karakteristik mutu surimi dilakukan dengan menghitung nilai kekuatan gel, uji lipat, uji gigit, derajat putih dan daya ikat air.

3.6 Uji Fisik

Uji fisik meliputi perhitungan terhadap nilai rendemen berat daging lumat, evaluasi kekuatan gel, dan derajat putih surimi.

3.6.1 Rendemen berat SNI-19-1705-2000 diacu dalam Pranira 2003

Rendemen berat daging dihitung menggunakan rumus : Rendemen = berat daging lumat x 100 berat ikan utuh

3.6.2 Kekuatan gel Shimizu et al. 1992 yang telah dimodifikasi

Pertama kali dilakukan persiapan sampel surimi. Sebanyak 300 g surimi ditambahkan NaCl sebesar 3 bb dari berat surimi dan 30 air dingin bv. Adonan tersebut diaduk hingga merata pada food processor, sampai dihasilkan pasta surimi. Pasta surimi selanjutnya dimasukkan kedalam stuffle dan dicetak pada selongsong dengan diameter 25-35 mm untuk direbus dengan dua tahap perebusan yaitu tahap pertama direbus pada suhu 40 ºC selama 20 menit dan tahap kedua direbus pada suhu 90 ºC selama 20 menit. Selanjutnya sampel didinginkan pada suhu dingin 4-5 ºC selama lima menit lalu didiamkan pada suhu ruang 30 ºC selama 12-24 jam sebelum diuji, dengan maksud untuk mendapatkan suhu yang sama dengan suhu ruang karena pengujian kekuatan gel dilakukan pada suhu ruang. Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer jenis TA-XT2i Texture Analyzer Texture Technologist Corp., Scarsdale NYStable Microsystem, Godalmin, Surrey, UK. Sampel dipotong dengan panjang 2,5 cm. Nilai kekuatan gel diukur menggunakan probe dengan diameter ¼ inchi yang terbuat dari bahan baja stainless dan kecepatan pengukuran sebesar 10 mmdetik. Nilai kekuatan gel yang dihasilkan adalah hasil perkalian antara daya tekan force g dan jarak pecah distance cm. Nilai kekuatan gel dapat dihitung dengan rumus: Kekuatan gel g.cm = force g x distance cm.

3.6.3 Analisis derajat putih Kett Electric Laboratory 1981

Pengujian terhadap derajat putih surimi dilakukan dengan menggunakan alat KETT Digital Whiteness Meter , model C-100. Prinsip pengujian menggunakan alat ini adalah membandingkan derajat putih sampel dengan derajat putih standar yang telah ditentukan berdasarkan jenis sampel yang diuji. Pertama kali dilakukan kalibrasi alat. Kalibrasi dilakukan dengan cara meletakkan lempengan kalibrasi yang berwarna putih kedalam wadah berbentuk piring kecil, lempeng kalibrasi yang berwarna putih menghadap keatas. Selanjutnya dimasukkan kedalam kotak sampel dan ditutup dengan penutup. Kotak sampel yang berisi lempeng kalibrasi dimasukkan kedalam alat whiteness meter. Tombol “on” ditekan dan ditunggu hingga enam menit sampai tanda peringatan “wait” berhenti. Setelah itu akan terbaca pada layer LED nilai kalibrasi dari lempeng kalibrasi tersebut. Nilai akan terbaca 100 . Perhitungan sampel dilakukan setelah proses kalibrasi selesai. Dilakukan persiapan sampel sama seperti proses kalibrasi, namun yang diletakkan pada wadah berbentuk piring kecil adalah sampel berupa surimi. Kemudian sampel yang telah diisikan pada wadah berbentuk piring kecil tersebut dimasukkan kedalam kotak sampel dan ditutup dengan kover penutup. Tombol “on” ditekan dan akan muncul pada LED waktu pengujian dan nilai derajat putih dari surimi. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. 3.7 Uji sensori 3.7.1 Uji lipat folding test Suzuki 1981 Pertama kali dilakukan persiapan sampel cara persiapan sampel sama seperti cara persiapan sampel pada pengukuran kekuatan gel, namun menggunakan tebal sampel sebesar 4-5 mm. Tingkat kualitas uji lipat menurut Suzuki 1981 adalah sebagai berikut : 1. Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran, kualitas “AA” dengan nilai adalah 5 2. Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran, kualitas “A” dengan nilai adalah 4. 3. Retak jika dilipat menjadi setengah lingkaran, kualitas “B” dengan nilai 3. 4. Putus menjadi dua bagian jika dilipat setengah lingkaran, kualitas “C” dengan nilai 2. 5. Pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari-jari tangan, kualitas “D” dengan nilai 1.

3.7.2 Uji gigit teeth cutting test Suzuki 1981

Persiapan sampel sama seperti pada kekuatan gel, namun menggunakan ukuran tebaltinggi 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara memotong menggigit sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Tingkat kualitas uji gigit adalah sebagai berikut : 10 : daya lenting amat sangat kuat 9 : daya lenting amat kuat 8 : daya lenting kuat 7 : daya lenting agak kuat 6 : daya lenting diterima 5 : daya lenting agak diterima 4 : daya lenting agak lemah 3 : daya lenting lemah 2 : daya lenting amat lemah 1 : tidak ada daya lenting, seperti bubur

3.8 Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan meliputi pengujian terhadap: kadar proksimat, urea, PLG, pH, TMA, dan TVBN daging lumat serta daya ikat air surimi. 3.8.1 Analisis proksimat 3.8.1.1 Analisis kadar air AOAC 1995 Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 °C, lalu didinginkan didalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga mendapatkan berat konstan A. Ditimbang sampel sebanyak 2 g B, dimasukkan kedalam cawan porselin kemudian dikeringkan di dalam oven 105 °C selama lima jam atau hingga berat konstan. Setelah itu cawan yang berisi sampel itu didinginkan didalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang C. Apabila belum didapatkan berat konstan, cawan porselin dipanaskan lagi kedalam oven 105 °C selama 30 menit, kemudian didinginkan selama 30 menit. Jika perlu, hal tersebut dilakukan berulang kali hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar air menggunakan rumus: Kadar air = A + B - C x 100 B 3.8.1.2 Analisis kadar abu AOAC 1995 Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 °C, lalu didinginkan selama 30 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat konstan A. Ditimbang sampel sebanyak 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin dan dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur listrik furnace dengan suhu 650 °C selama kurang lebih 5-24 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat konstan B. Penentuan kadar abu menggunakan rumus: Kadar abu = B - A x 100 berat sampel

3.8.1.3 Analisis kadar lemak total AOAC 1995

Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven 105 ºC ditimbang hingga didapatkan berat konstan A. Sebanyak 2 g daging C dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan kedalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan kedalam tabung soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan kedalam labu lemak. Sampel direfluks selama delapan jam, dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak sudah terekstrak semua. Selanjutnya pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak, kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven 105 °C selama 30 menit. Setelah itu ditimbang hingga didapatkan berat konstan B. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus: Kadar lemak = B - A x 100 C 3.8.1.4 Analisis protein kasar AOAC 1995 Penentuan kadar protein kasar ini menggunakan metode semi mikro Kjeldahl. Daging sebanyak 0,75 g dimasukkan kedalam labu Kjeldahl. Kedalam labu tersebut ditambahkan 6,25 g K 2 SO 4 dan 0,6225 g CuSO 4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H 2 SO 4 pekat dan 3 ml H 2 O 2 secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam labu dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410 ºC selama ± 2 jam atau hingga didapatkan larutan jernih, didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50-75 ml akuades. Disiapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H 3 BO 3 4 yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1 dan methyl red 0,1 2:1 sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Ditambahkan 50 ml Na 2 SO 4 3 alkali. Dilakukan destilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu natural. Blanko dikerjakan seperti tahapan contoh. Pengujian contoh dilakukan duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus : Kadar protein = A-B x N HCl x 14,007 x 6,25 x 100 W g x 1000 Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel, B = ml titrasi HCl blanko

3.8.2 Kadar urea AOAC 1995

Persiapan larutan standar : Dilarutkan 5 gram urea pro analyst grade kedalam akuades dan diencerkan sampai 1 liter dengan akuades. Disiapkan larutan kerja 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8 dan 2,0 mgml, dengan cara memipet 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 ml larutan stok kedalam setiap labu ukur 250 ml, kemudian diencerkan sampai tanda tera dengan buffer fosfat. Kurva standar dibuat dengan cara memipet 5 ml masing-masing larutan kerja kedalam tabung reaksi 25 ml dan ditambahkan 5 ml p-dimetil amino benzaldehid DMAB kedalam masing-masing tabung. Disiapkan pula pereaksi blanko yang terdiri dari 5 ml larutan buffer dan 5 ml larutan DMAB. Semua tabung reaksi dikocok mekanik selama 10 menit dalam bak air bersuhu 25 ○ C. Masing-masing larutan standar dilakukan pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 420 nm. Pengukuran Sampel : Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam labu ukur 500 ml. Kemudian ditambahkan 100 g charcoal , 250 ml akuades, 5 ml ZnOAc 2 dan 5 ml K 4 FeCN 6. Kemudian distirer selama 30 menit dengan kecepatan tinggi dan volumenya ditempatkan sampai tanda tera. Larutan didiamkan sampai terjadi endapan, kemudian disaring dengan kertas Whatmann no. 40 dan diambil filtratnya yang bening. Setelah itu filtrat dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml DMAB dan dikocok sampai merata. Bersama-sama dengan larutan blanko 5 ml, kedua tabung tersebut dibiarkan selama 10 menit dalam bak air 25 ○ C. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 420 nm.

3.8.3 Kadar protein larut garam PLG Saffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam

Wahyuni 1992 Sampel sebanyak 5 g ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5 kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifus pada 3400 x G selama 30 menit dengan suhu 10 °C. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 1, filtrat ditampung dalam Erlenmeyer, disimpan pada suhu 4 °C. Sebanyak 25 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah: Kadar PLG = A-B x N HCl x 14,007 x FP x 6,25 x 100 W g x 1000 Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel; B = ml titrasi HCl blanko

3.8.4 Nilai pH Suzuki 1981

Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu, dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7. Perhitungan sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 g sampel kemudian dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen diukur pH-nya dengan pH-meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital merk inoLAB. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

3.8.5 Total volatil basa nitrogen TVBN SNI-01-4495-1998 yang telah dimodifikasi

Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVBN contoh adalah: senyawa-senyawa basa volatil amonia, mono-, di-, trimetilamin, dll yang terdapat dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N Penentuan TVBN dilakukan dengan Metode Conway, dimana pertama-tama 25 g sampel diblender selama 1 menit dengan 75 ml larutan TCA 7 , lalu disaring untuk mendapatkan filtrat yang bening. Sebanyak 2 ml H 3 BO 3 2 dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin agar penutupan sempurna. Pada posisi hampir menutup ditambahkan K 2 CO 3 1:1 bv ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup. Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7 TCA dengan prosedur yang sama seperti di atas. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 35 °C selama jam. Selanjutnya larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak blanko ditetesi 2 tetes indikator methyl red 0,1 dan bromthymol blue 0,1 2:1, kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi pink. Kadar TVBN kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar TVBN mg N100 g = i-j x N HCl x 14,007 x FP x 100 berat sample g Keterangan : i = volume titrasi sampel ml j = volume titrasi blanko ml FP = faktor pengenceran

3.8.6 Trimetilamin TMA BPPMHP 2001

Prinsip pengerjaan analisis TMA hampir sama dengan pengujian kadar TVBN, namun pada analisis TMA ditambahkan formaldehid. Sampel dicacah hingga halus, kemudian ditimbang sebanyak 25 g sampel, ditambahkan 75 ml TCA 7 dan dihaluskan dengan waring blender dan disaring dengan kertas Whatmann no.1 hingga didapat filtrat bening. Filtrat dapat disimpan pada suhu 4 ºC apabila belum dilakukan analisis. Cawan Conway disiapkan dengan mengolesi bagian pinggir cawan dengan vaselin sehingga diperoleh penutup yang rapat. Dipipet 2 ml H 3 BO 3 2 kedalam inner chamber Conway . Filtrat sampel dipipet sebanyak 1 ml kebagian outer chamber Conway misal: bagian kanan. Sebanyak 1 ml K 2 CO 3 jenuh ditambahkan kebagian outer chamber Conway misal: bagian kiri. Ditambahkan 0,5 ml formaldehid kebagian tengah outer chamber Conway dan segera cawan Conway ditutup dengan rapat. Blanko dikerjakan sama seperti pada tahap pengerjaan sampel, namun filtrat diganti dengan larutan TCA 7 . Kemudian cawan digoyangkan perlahan-lahan hingga larutan pada bagian kanan dan kiri outer chamber menyatu. Setelah itu diinkubasikan pada suhu 35 ºC selama 2 jam atau pada suhu kamar selama 24 jam. Blanko dan contoh ditetesi dengan indikator methyl red 0,1 dan bromtimol blue 0,1 2:1. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna menjadi pink. Perhitungan kadar TMA adalah sama dengan perhitungan kadar TVBN.

3.8.7 Daya ikat air Water Holding Capacity WHCDagbjartsson dan Solberg 1972

diacu dalam Wahyuni 1992 Contoh surimi sebanyak 0,5 g direbus dalam air panas selama 15 menit dengan suhu 70 ºC, ditiriskan sampai seluruh permukaannya kering dan diletakkan di antara dua kertas saring Whatmann no.4 dan ditekan dengan pengepres hidraulik selama 2 menit dengan tekanan 200 kgcm 2 . Luas air yang tergambar pada kertas saring diukur dan diduga sebagai daya ikat air protein contoh.

3.9 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan interaksi faktorial, yaitu faktor komposisi faktor A yang terdiri dari tiga taraf perlakuan dan faktor penyimpanan dingin faktor B yang terdiri dari empat taraf perlakuan. Pemilihan rancangan ini disebabkan karena peneliti ingin melihat respon dari taraf masing- masing faktor serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut Mattjik dan Sumertajaya 2002: Y ijk = µ + A i + B j + AB ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k µ = komponen aditif dari rataan A i = pengaruh utama faktor A B j = pegaruh utama faktor B ABij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B, masing-masing pada taraf ke- i dan ke-j ε ijk = pengaruh acak yang menyebar normal 0, σ 2 Analisis data menggunakan analisis ragam General Linear Model. Jika hasil analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Data hasil uji sensori uji lipat dan uji gigit dilakukan uji statistika non-parametrik Kruskal-Wallis. Menurut Steel dan Torrie 1989 rumus uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut: H = 12 Σ Ri 2 – 3n+1 nn+1 ni H’ = H Pembagi Pembagi = 1- ΣT n-1nn+1 Keterangan : n = jumlah data ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i Ri 2 = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut: 6 1 2 k N Z x j R Ri p + − α Keterangan : Ri = Rata-rata rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata rangking perlakuan ke- j k = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1 Analisis proksimat, TVBN, pH, dan kandungan urea daging ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa. 2 Pembuatan daging lumat dari kedua jenis ikan tersebut dengan menggunakan meat- bone separator dan menghitung nilai rendemen dagingnya. 3 Mencari frekuensi pencucian yang mampu mereduksi kadar urea maksimum, tetapi mampu meningkatkan kadar protein larut garam PLG. 4 Mencari komposisi campuran antara daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa yang menghasilkan nilai kekuatan gel tertinggi.

4.1.1 Komposisi kimia daging ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa

Parameter kimia yang dianalisis terhadap daging ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa segar meliputi: analisis proksimat kadar air, abu, lemak, dan protein kasar, TVBN, pH, dan kadar urea. Hasil analisis terhadap parameter kimia selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Analisis kimia daging ikan cucut pisang dan pari kelapa segar Parameter Analisis Cucut Pisang Pari Kelapa Air 77,91 75,84 Abu 1,15 3,10 Lemak 1,60 1,36 Protein kasar 19,08 18,98 Urea 1,98 2,32 TVBN mg N100 g 5,97 6,55 pH 5,62 6,98 Keterangan : Data merupakan rata-rata dari dua kali ulangan Kedua jenis ikan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis ikan berprotein tinggi dan lemak rendah. Menurut Stansby 1963 ikan yang tergolong berlemak rendah dan berprotein tinggi memiliki kandungan protein 15-20 dan kandungan lemak lebih kecil dari 5 . Jenis ikan ini sangat cocok untuk diolah menjadi surimi karena tingginya kadar protein dan rendahnya kadar lemak yang diharapkan mampu menghasilkan kekutan gel terbaik. Kekuatan gel berkorelasi positif dengan kandungan protein, terutama protein miofibril aktin dan miosin yang merupakan faktor utama penentu kekuatan gel. Selain itu lemak adalah