Derajat Putih Whiteness Karakteristik mutu surimi

dibandingkan dengan daging lumat komposisi A dan B. Semakin besarnya jumlah PLG maka akan semakin besar kemampuannya dalam mengikat air diantara filamennya. Semakin lama waktu penyimpanan dingin daging lumat menyebabkan turunnya nilai WHC surimi. Hal ini berkorelasi positif dengan kandungan PLG daging lumat. Selama penyimpanan dingin, protein miofibril akan semakin terdegradasi. Degradasi dari protein miofibril tersebut menyebabkan ruang diantara jaringan akan semakin sempit sehingga jumlah air yang terikat terperangkap akan semakin berkurang. Menurut Zayas 1997 interaksi antara protein dan air memainkan peranan penting dalam pembentukan gel, terutama selama fase perubahan sol menjadi gel. Menurut Suzuki 1981 gel suwari terbentuk dengan cara protein mengikat air di dalam ikatan molekul yang membentuk ikatan hidrofobik dan interaksi hidrogen. Rendahnya kandungan air yang terikat pada protein akan mempengaruhi reaksi antara protein-air dalam proses pembuatan gel kamaboko . Menurut Zayas 1997 pembentukan gel disebabkan karena reaksi antara protein- protein dan protein-air. Apabila reaksi antara protein-protein yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan protein-air, maka akan menghasilkan gel yang rapuh. Turunnya nilai WHC surimi akibat proses kemunduran mutu miofibril daging lumat menyebabkan kekuatan gel surimi ikut menurun. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembentukan gel, reaksi antar protein-air akan semakin berkurang seiring dengan lamanya penyimpanan yang menyebabkan kualitas gel semakin memburuk.

4.2.2.5 Derajat Putih Whiteness

Pengujian terhadap derajat putih dilakukan pada sampel surimi yang dibuat dari daging lumat yang disimpan pada suhu dingin selama sembilan hari. Pada empat titik pengamatan yaitu pada penyimpanan dingin hari ke-0, 3, 6, dan 9 dilakukan pengolahan daging lumat menjadi surimi. Hasil pengamatan terhadap rata-rata dua kali ulangan evaluasi nilai derajat putih surimi dapat dilihat pada Gambar 20. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 3 6 9 Lama Penyimpanan hari D e ra ja t P u ti h A B A1B2 Keterangan: Simbol A, B, dan A 1 B 2 merujuk keterangan pada Tabel 6. Gambar 20 Nilai rata-rata derajat putih surimi yang dihasilkan dari daging lumat selama penyimpanan dingin Dari Gambar 20 terjadi pola penurunan nilai derajat putih pada surimi dari daging lumat yang disimpan dingin hingga hari terakhir masa penyimpanan. Pada hari ke-0 penyimpanan dingin daging lumat, nilai derajat putih surimi komposisi daging lumat A, B, dan A 1 B 2 yang dihasilkan berturut-turut adalah 41,10, 32,50, dan 36,45 . Nilai tersebut terus mengalami penurunan seiring dengan lama waktu penyimpanan dingin daging lumat. Hingga hari terakhir, nilai tersebut berturut-turut menjadi sebesar 38,30, 29,35, dan 32,75 . Hasil analisis ragam hubungan pengaruh komposisi daging lumat dan penyimpanan pada suhu dingin serta interaksi keduanya terhadap nilai derajat putih surimi memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0,05 Lampiran 12. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa baik faktor komposisi dan faktor penyimpanan dingin daging lumat memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan tiap-tiap taraf perlakuan lainnya pada masing-masing faktor tersebut. Surimi dengan komposisi A, penyimpanan dingin daging lumat hari ke-0 memiliki nilai derajat putih tertingi. Secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai derajat putih surimi komposisi A, penyimpanan dingin daging lumat hari ke-3. Sedangkan surimi dengan komposisi B, penyimpanan dingin daging lumat hari ke-9 memiliki nilai derajat putih terendah. Secara statistik nilai tersebut berbeda nyata dengan nilai derajat putih dari tiap-tiap interaksi perlakuan lainnya. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada makanan, disebabkan oleh aktivitas enzimatis dan aktivitas non enzimatis Hutchings 1994. Penurunan nilai derajat putih surimi dari tiga jenis komposisi daging lumat A, B, dan A 1 B 2 diduga lebih disebabkan oleh reaksi non-enzimatis. Reaksi non-enzimatis utama yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan makanan adalah Hutchings 1994: 1 Maillard, reaksi antara karbohidrat dan asam amino, reaksi ini biasa terjadi pada makanan atau buah yang disimpan pada suhu yang tinggi; 2 karamelisasi, yang disebabkan oleh degradasi senyawa gula tanpa partisipasi senyawa amin reaksi antara senyawa gula-gula; dan 3 efek dari oksidasi lemak yang menghasilkan dekomposisi pada protein. Selama proses penyimpanan dingin daging lumat, diduga telah terjadi oksidasi terhadap senyawa lemak. Oksidasi terhadap senyawa lemak ini dapat memacu laju penguraian protein, yang pada akhirnya menyebabkan reaksi pencoklatan. Tingkat pencoklatan surimi dipengaruhi oleh waktu penyimpanan daging lumat, yang berarti bahwa dengan semakin lamanya waktu penyimpanan maka proses oksidasi semakin hebat dan warna coklat yang terbentuk akan semakin nyata. Selain itu dalam proses pembuatan surimi terjadi pula reaksi pencoklatan non-enzimatis lain, yaitu reaksi Maillard. Menurut Bertak dan Karahadian 1995 perubahan nilai derajat putih pada surimi lebih disebabkan karena terjadinya reaksi pencoklatan Maillard. Reaksi Maillard didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin deMan 1997. Pada proses pembuatan surimi ditambahkan sukrosa sebanyak 2 . Sukrosa tersebut bertindak sebagai gula pereduksi yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein yang akan membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Hutchings 1994 menjelaskan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatis Maillard dan oksidasi lemak. Mekanisme reaksi Maillard dimulai dengan terjadinya proses kondensasi yang melibatkan senyawa aldosa dan karbonil heksosa, yang dipecahkan dari reduksi gula dan grup asam amino bebas dari asam amino protein. Air hilang dari proses kondensasi ini untuk membentuk schiff base, dan memulai proses siklikasi menjadi aldosilamin. Hal ini dimulai dengan proses pengaturan kembali senyawa amadori menjadi ketosamin. Pada tahap tidak terdapat perubahan pencoklatan serta aroma dan flavor. Walaupun nilai nuritif makanan dilporkan menurun. Tahap akhir dari reaksi ini adalah terbentuknya senyawa melanoidin yang berwarna coklat gelap. Sedangkan mekanisme dari oksidasi lemak disebabkan oleh oksidasi pada senyawa asam lemak tak jenuh yang dapat bereaksi dengan protein untuk membentuk pigmen coklat. Faktor yang dapat mempercepat laju reaksi pencoklatan adalah sifat asam amino dan sifat karbohidrat. Menurut Hutchings 1994 pencoklatan pada makanan tergantung pada pH, suhu, dan aktivitas air a w . Makanan yang tinggi kandungan gulanya memiliki sifat mereduksi yang sangat reaktif deMan 1997. Reaksi Maillard cenderung terjadi pada pH lebih besar dari 6 deMan 1997. Terdapat korelasi negatif antara pH daging lumat dan nilai derajat putih surimi. Selama penyimpanan dingin daging lumat, terjadi peningkatan nilai pH hingga mencapai pH alkali pada hari terakhir penyimpanan Gambar 11. Peningkatan nilai pH dapat mempercepat laju reaksi Maillard pada surimi yang dihasilkan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pencucian mampu meningkatkan kadar PLG dan menurunkan kadar urea pada daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa yang diteliti. Frekuensi pencucian sebanyak tiga kali adalah frekuensi terbaik, yang mampu mengurangi kadar urea hingga 88 pada ikan cucut pisang dan 100 pada ikan pari kelapa. Sedangkan kadar PLG daging ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa yang dihasilkan pada frekuensi pencucian tersebut berturut-turut sebesar 13,52 dan 13,24 . Dari hasil pengamatan nilai kekuatan gel terhadap pengkomposisian daging lumat ikan cucut pisang dan ikan pari kelapa, dengan lima macam komposisi A, B, A 1 B 1 , A 2 B 1, dan A 1 B 2 diperoleh hasil bahwa komposisi A 1 B 2 memiliki nilai kekuatan gel tertinggi, yaitu sebesar 209,290 g.cm. Pengkomposisian dengan mencampurkan kedua daging ikan tersebut mampu meningkatkan kekuatan gel-nya. Hal ini menandakan bahwa terjadi sinergisitas antara kedua daging ikan tersebut yang dicampurkan, sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel- nya. Komposisi daging lumat A 1 B 2 dan dua komposisi pembanding A dan B akan dilihat pengaruh dari proses penyimpanan dingin daging lumat terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan. Selama sembilan hari penyimpanan dingin daging lumat, telah terjadi proses kemunduran mutu. Kemunduran mutu tersebut mempengaruhi karakteristik surimi, dimana seiring dengan semakin lamanya masa penyimpanan dingin daging lumat, karakteristik surimi yang dihasilkan akan semakin buruk pula. Kemunduran mutu daging lumat ditandai dengan adanya perubahan terhadap nilai pH, TVBN, TMA, urea dan PLG yang semakin buruk hingga masa penyimpanan terakhir. Kemunduran mutu yang terjadi pada daging lumat menyebabkan karakteristik surimi yang dihasilkan ikut menurun pula. Secara umum penurunan terhadap karakteristik fisika- kimia surimi yang telah dievaluasi kekuatan gel, uji gigit, uji lipat, WHC, dan derajat putih disebabkan karena selama proses penyimpanan dingin terjadi peristiwa yang menyebabkan mundurnya mutu daging tersebut. Aktivitas dari bakteri diduga lebih berperan dalam proses kemunduran mutu pada suhu dingin. Masa penyimpanan yang baik pada suhu dingin bagi kedua jenis daging lumat ikan ini adalah kurang dari tiga hari masa penyimpanan. Mengingat tingginya kadar urea pada kedua