Pengaruh garam terhadap protein miofibril Perubahan sol menjadi gel

hidrofobik secara signifikan dapat mempengaruhi terbentuknya gel. Besarnya interaksi non- kovalen dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti pH dan konsentrasi zat terlarut. Sedangkan ikatan hidrogen dan kekuatan hidrofobik tergantung kepada jumlah air sebagai zat pelarut Baier dan Mc Clements 2005.

2.5.4.1 Pengaruh garam terhadap protein miofibril

Proses gelasi daging ikan adalah peristiwa dimana daging ikan membentuk gel karena pemberian perlakuan khusus yaitu dengan penambahan garam dan seiring dengan peningkatan suhu tertentu BPPMHP 1987. Niwa 1992 melaporkan bahwa dalam proses pembentukan gel surimi, miofibril akan hilang karena larut dalam air yang telah ditambahkan garam. Ketika garam masuk, maka ion garam secara individu terhidrasi dengan air, kemudian akan berikatan dengan grup yang berlawanan pada permukaan protein. Ikatan garam intermolekul diantara protein miofibril akan melemah dan protein akan terlarut di dalam air karena peningkatan afinitasnya terhadap air. Secara simultan miosin yang larut akan berkombinasi dengan aktin untuk membentuk struktur makromolekul aktomiosin. Proses pembentukan aktomiosin dari miofibril dapat dilihat pada Gambar 5. A M NaCl A M Keterangan: A = aktin M = miosin Gambar 5. Pembentukan aktomiosin dari miofibril Niwa 1992 Garam tidak hanya berpengaruh terhadap kelarutan protein miofibril, tetapi juga dapat menstabilisasikan molekulnya terhadap denaturasi panas. Keduanya dari miosin dan aktomiosin memiliki peranan yang penting dalam gelasi surimi. Massa ini disebut dengan sol yang bersifat sangat adesif.

2.5.4.2 Perubahan sol menjadi gel

Menurut Hudson 1992 gel protein didefinisikan sebagai jaringan tiga dimensi dimana polimer-polimer dan polimer-pelarut berinteraksi yang menghasilkan imobilisasi dari sejumlah besar air dari proporsi protein yang kecil. Niwa 1992 menyatakan bahwa ada empat tipe ikatan utama yang berkontribusi terhadap pembentukan struktur jaringan selama proses gelasi dari pasta surimi, yaitu: ikatan garam, ikatan hidrogen, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik. Menurut Baier dan Mc Clements 2005 protein akan segera bereaksi karena adanya aktifitas dari air. Hal ini dapat terjadi karena sifat yang unik dari air. Air adalah ligan terbanyak yang mengelilingi molekul protein. Niwa 1992 melaporkan bahwa asam-asam amino tirosin, serin, hidroksiprolin, dan treonin tergabung dalam grup hidroksil, dan prolin dan hidroksiprolin yang tergabung dalam grup imino, keduanya bertindak sebagai donor dan akseptor proton, sedangkan glutamin dan aspargin yang keduanya mengandung grup karbonil bertindak sebagai akseptor proton. Ikatan intermolekul hidrogen terbentuk diantara grup imino dan karbonil. Ikatan garam bertanggung jawab terhadap peningkatan energi yang akan memisahkan molekul air. Ikatan hidrogen akan melemah ketika dipanaskan. Hudson 1992 membagi proses gelasi dari protein menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi dari protein utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik. Menurut Niwa 1992 ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Pembentukan interaksi hidrofobik diketahui sebagai hadirnya dari beberapa poliol dan asam amino, seperti gliserin, sukrosa, sorbitol, asam glutamat dan lisin. Interaksi hidrofobik terjadi ketika tahap inkubasi surimi pada suhu mendekati 40 ºC. Menurut Jaczynski dan Park 2004 interaksi hidrofobik berfungsi untuk melepaskan energi bebas yang dapat menstabilisasikan sistem protein. Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril Hudson 1992. Pada tahap ini menurut Niwa 1992 pasta surimi akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida SS terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi di atas 80 ºC. Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel Hudson 1992. Menurut Suzuki 1981 ketika pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam dipanaskan, maka pasta daging tersebut berubah menjadi gel suwari. Dilaporkan bahwa gel suwari tidak hanya terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan jaringan oleh ikatan hidrogen pada molekul protein miofibril. Gel suwari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang terbentuk oleh ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel suwari terjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50 °C. Ketika pemanasan gel ditingkatkan hingga di atas suhu 50 °C, maka struktur gel tersebut akan hancur. Fenomena ini disebut dengan modori. Modori akan terjadi apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 °C selama 20 menit. Pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk. Berkaitan dengan fenomena diatas, maka dibuat sebuah metode untuk membuat gel kamaboko yang kuat dengan melewatkan secara cepat pasta surimi tersebut pada zona rentang suhu dimana modori dapat terjadi. Menurut Suzuki 1981 gel kamaboko yang elastis terbentuk ketika pasta daging dipanaskan dengan melewati zona suhu modori. Dengan cara pemanasan ini terbentuk jaringan dengan dimensi yang lebih besar yang disebut gel ashi. Proses pembentukan gel kamaboko dapat dilihat pada Gambar 6. 2-3 NaCl ~50°C ~60°C 90°C~ Daging Ikan Sol Aktomiosin pasta daging Suwari Gel Modori Gel Kamaboko Gambar 6 Proses pembentukan gel kamaboko Suzuki 1981

2.5.5 Mutu surimi